http://www.lampungpost.com/buras.php?id=2009070205453716
Kamis, 2 Juli 2009 BURAS Usaha Pemerintah Amputasi KPK! H. Bambang Eka Wijaya "USAHA pemerintah mengamputasi wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya terbuka!" ujar Umar. "Pada draf RUU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang disusun pemerintah, sebagian dari sekurangnya 15 poin kelemahan draf RUU itu memgurangi wewenang KPK, sehingga mendelegitimasi dan mengancam pemberantasan korupsi di Indonesia!" (MI, 1-7) "Wewenang apa saja yang diamputasi?" sela Amir. "Menurut Indonesia Corruption Watch (ICW), di antara wewenang KPK yang diamputasi adalah untuk penuntutan dan penyadapan!" jelas Umar. "Jadi wewenang KPK hanya sampai penyidikan! Sedang eksistensi Pengadilan Tipikor tak disebut secara jelas dan tegas dalam RUU tersebut!" "Berarti iklan yang menyebutkan pemerintahan sekarang antikorupsi cuma retorika!" timpal Amir. "Boleh tahu 15 kelemahan RUU itu?" "Kenapa tak boleh?" sambut Umar. "Satu, tidak mencantumkan ancaman pidana minimal! Dua, masa kedaluwarsa (hapusnya penuntutan) 18 tahun! Tiga, korupsi di bawah Rp25 juta, pelaku menyesal dan mengembalikan uang korupsi tidak dituntut pidana! Empat, pengadilan tipikor tidak disebutkan jelas dan tegas! Lima, kewenangan KPK hanya sampai tingkat penyidikan! Enam, ada ancaman pidana bagi pelapor palsu, terlapor berpotensi melaporkan balik pelapor! Tujuh, korupsi oleh advokat hanya dijerat dengan kode etik! Delapan, pembekuan rekening tidak diatur! Sembilan, pengelolaan aset hasil korupsi tidak diatur! 10, pembatalan kontrak akibat korupsi tidak diatur! 11, penyertaan, percobaan, dan permufakatan korupsi tak diatur! 12, penyadapan tidak diatur! 13, peran serta masyarakat terbatas, dan terkesan copy paste UU korupsi yang lama! 14, kewajiban pelaporan kekayaan tidak diatur! Dan 15, penahanan tidak diatur!" "Dengan masih banyaknya anggota DPR yang terancam tindakan KPK, dari kasus aliran dana BI baru Antony Zeidra Abidin dan Hamka Yamdu yang dipidana, juga kasus hutan Tanjung Api-api, sampai penerima suap seleksi Wakil Gubernur Senior BI, masing-masing kasus bisa melibatkan anggota DPR per komisi, layak diragukan draf itu akan mendapat koreksi yang kritis dari DPR!" tegas Amir. "Memang, setelah diundangkan masih bisa dikoreksi lewat Mahkamah Konstitusi (MK), tapi selain hasil ke MK belum bisa dipastikan, kerepotan judicial review bisa menguras daya-upaya dan waktu! Masalah intinya jadi, kenapa pemerintah bersikap yang bertentangan dengan arus zaman dalam pemberantasan korupsi?" "Soal sikap pemerintah itu maupun DPR nantinya, biar rakyat menilainya sendiri!" timpal Umar. "Kita cuma heran, kenapa pemerintah membawa bangsa menyusuri jalan melingkar ke belakang, kembali ke masa lampau yang buruk?"
<<bening.gif>>
<<buras.jpg>>