Refleksi : Makin banyak orang bodoh atau dibodohkan makin baik, karena mudah 
dimanipulasi  demi  kepentingan status quo kaum berkuasa.

http://www.lampungpost.com/cetak/berita.php?id=2009071300564578

      Senin, 13 Juli 2009 
     
      OPINI 
     
     
     
Mendingan Gratis Apa Mutu? 

      Komentar untuk Neven Knezevic

      Sutopo Ghani Nugroho

      Dewan Pendidikan Provinsi Lampung

      Pernyataan Neven Knezevic, program officer UNICEF, yang disampaikan pada 
Seminar Program Mainstraiming Good Practices in Basic Education (MGP-BE) di 
Hotel Nusantara, 29 Juni 2009 lalu (Lampung Post, 30 Juni 2009), perlu 
digarisbawahi. Knezevic menilai masyarakat Indonesia kurang peduli terhadap 
mutu pendidikan. Masyarakat Indonesia dinilainya lebih cenderung menginginkan 
pendidikan gratis daripada meningkatkan mutu pendidikan. Selain itu, dia 
mengatakan masih banyak sekolah di Indonesia yang belum menerapkan kurikulum 
internasional.

      Pernyataan Knezevic perlu digarisbawahi dengan alasan: Pertama, Neven 
Knezevic adalah seorang penggiat pendidikan dari lembaga internasional yang 
kompeten dan bergengsi (UNICEF), yang telah lama membantu Pemerintah Indonesia 
dalam mengintroduksikan metode yang lebih efektif dalam proses pembelajaran, 
antara lain metode PAKEM, sehingga hasil penilaiannya mungkin saja valid. 
Kedua, pernyataan Knezevic tersebut terasa agak mengganggu rasa nasionalisme 
kita sebagai bangsa yang dinilainya tidak peduli terhadap mutu pendidikan.

      Masalah Dasar Pendidikan

      Pemerintah dan seluruh stakeholders pendidikan di Indonesia sebenarnya 
telah lama mengenali masalah dasar pendidikan di negeri yang kita cintai ini, 
bukan hanya mutu, melainkan juga pemerataan akses dan relevansi pendidikan. 
Oleh pemerintah, ketiga masalah dasar ini telah diupayakan solusinya dan bahkan 
telah ditetapkan sebagai key success factors dalam merancang program 
pembangunan nasional di bidang pendidikan. Jadi tidak benar bahwa kita tidak 
peduli terhadap mutu pendidikan seperti dinyatakan oleh Knezevic.

      Upaya pemerintah memecahkan ketiga masalah dasar pendidikan tersebut 
ditempuh melalui program pembangunan nasional pendidikan, yang tertuang di 
dalam Rencana Strategis (Renstra) Depdiknas tahun 2004--2009, yang dikenal 
dengan Tiga Pilar Pembangunan Pendidikan Nasional. Ketiga pilar tersebut 
adalah: (1) Peningkatan pemerataan kesempatan (akses) memperoleh pendidikan; 
(2) Peningkatan mutu pendidikan; dan (3) Peningkatan relevansi pendidikan. 
Ketiga pilar tersebut sudah menjadi semacam "trilogi" pembangunan pendidikan 
yang dilaksanakan secara simultan dan berkelanjutan. Trilogi ini kemungkinan 
besar akan tetap mewarnai program pembangunan pendidikan dalam Renstra 
Depdiknas berikutnya, selama ketiga masalah dasar pendidikan tersebut belum 
dapat dituntaskan.

      Pemerataan Akses Pendidikan

      Pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan masih menjadi masalah 
besar bagi negara sebesar Indonesia, yang sangat luas wilayahnya dengan 
disparitas sebaran penduduk yang tinggi, serta dukungan infrastruktur yang 
belum merata. Di samping itu, kesenjangan ekonomi yang besar antarpenduduk juga 
memperparah masalah pemerataan akses pendidikan. Tetapi pemerintah telah 
bertekad untuk mewujudkannya melalui program pembangunan nasional pendidikan. 
Seperti diamanatkan undang-undang, yang paling utama adalah melalui Program 
Nasional Wajib Belajar pada jenjang pendidikan dasar (Wajardikdas) 9 tahun. 
Wajardikdas ini didukung dengan program pendidikan gratis.

      Kata gratis memang agak kontroversial. Kata pendidikan gratis ini dipilih 
oleh para anggota DPR untuk menggantikan kata pendidikan tanpa pungutan biaya 
(dari masyarakat). Kata gratis diinterpretasikan oleh masyarakat sebagai 
bersekolah tanpa biaya, termasuk biaya untuk keperluan pribadi siswa, seperti 
pakaian, sepatu, dan peralatan sekolah lainnya, yang seharusnya tetap 
disediakan sendiri oleh orang tua/wali siswa. Sedangkan konsep "gratis" versi 
pemerintah adalah membebaskan biaya untuk operasionalisasi sekolah yang selama 
ini ikut dikontribusi oleh masyarakat. Bagi keluarga miskin tentu saja tetap 
ada kebijakan pemerintah melalui beasiswa keluarga miskin, agar anak-anak 
mereka bisa bersekolah.

      Banyak lagi program pemerintah untuk memeratakan akses pendidikan, 
khususnya pendidikan dasar. Antara lain pembukaan sekolah-sekolah baru di 
daerah terpencil (dacil), penambahan ruang-ruang kelas baru untuk sekolah yang 
daya tampungnya rendah, merehabilitasi gedung-gedung yang rusak, dan 
sebagainya. Pada tataran sumber daya manusianya, terutama guru, pemerintah 
terus mengupayakan pengangkatan guru sebagai PNS, mengangkat guru bantu, dan 
mempekerjakan guru honor murni, dan sebagainya. Guru yang bertugas di daerah 
terpencil (guru dacil) mendapatkan intentif khusus, agar mereka dapat bekerja 
lebih baik dalam ikut meningkatkan pemerataan akses pendidikan.

      Peningkatan Mutu Pendidikan 

      Pemerintah sangat serius mengupayakan peningkatan mutu pendidikan, 
melalui berbagai instrumen, secara sistematis, terencana, dan bertahap. Yang 
pertama dan dinilai paling strategis adalah meningkatkan mutu guru karena guru 
mempunyai peran sentral dalam proses pembelajaran sehingga berkontribusi besar 
dalam peningkatan mutu pendidikan.

      Peningkatan mutu guru dimulai dengan peningkatan kualifikasi guru sesuai 
dengan ketentuan perundangan, yaitu paling rendah berpendidikan S-1 pada 
jenjang pendidikan dasar. Berikutnya kompetensi guru di bidangnya dinilai 
melalui program sertifikasi guru yang secara berkala dilakukan guna menjamin 
kelayakan/mutu guru (quality assurance). Kemampuan dalam mengajar (teaching 
skill) juga terus ditingkatkan dan di-update melalui berbagai 
pelatihan-pelatihan, seperti metode PAKEM, metode PTK (penelitian tindakan 
kelas) pengajaran berbasis IT, dan sebagainya.

      Upaya peningkatan mutu pendidikan juga ditempuh melalui introduksi 
sekolah-sekolah unggul berstandar internasional, baik yang diselenggarakan oleh 
pemerintah (pusat dan daerah) maupun oleh swasta. Keberadaan sekolah-sekolah 
unggul juga akan disebar ke seluruh pelosok tanah air, agar terjadi pemerataan 
mutu pendidikan. Dalam sekolah-sekolah unggul diterapkan proses pembelajaran 
yang lebih update setara dengan standar pembelajaran internasional. Di samping 
itu juga diintroduksikan pengajaran dengan pengantar bahasa Inggris, yang 
diharapkan sekaligus dapat meningkatkan kemampuan berbahasa asing para peserta 
didik.

      Peningkatan Relevansi Pendidikan

      Relevansi pendidikan berarti menyusun content pembelajaran di satuan 
pendidikan sesuai atau memenuhi tuntutan kebutuhan pasar. Meningkatkan 
relevansi pendidikan merupakan upaya yang relatif paling sulit dilakukan karena 
tuntutan kebutuhan pasar akan kompetensi sumber daya manusia (SDM) sangat 
dinamis, sedangkan kurikulum pendidikan biasanya lebih statis. Akibatnya tidak 
jarang kompetensi SDM produk pendidikan selalu tertinggal dari tuntutan 
kebutuhan pasar.

      Upaya pemerintah meningkatkan relevansi pendidikan di masa lalu dikenal 
dengan program link and match pendidikan di setiap satuan pendidikan dan 
jenjang pendidikan. Secara konseptual program ini sangat baik, tetapi di 
tataran implementasi kurang terdukung, akhirnya program ini ditinggalkan. 
Karena relevansi pendidikan selalu terkait dengan kurikulum, selalu dilakukan 
perombakan kurikulum, yang terakhir diberlakukan kurikulum berbasis satuan 
pendidikan (KTSP). Melalui KTSP diharapkan setiap satuan pendidikan dapat 
mengisinya dengan content-content yang ditetapkan sendiri sesuai dengan 
tuntutan kebutuhan pasar, sehingga kurikulum lebih lentur (elastis) 
dibandingkan kurikulum sebelumnya yang berlaku secara nasional yang dinilai 
sangat rigid.

      Program pemerintah yang menonjol saat ini dalam peningkatan relevansi 
pendidikan adalah dibukanya sekolah-sekolah kejuruan lebih banyak dibandingkan 
sekolah-sekolah umum. Sekolah-sekolah kejuruan juga terus ditingkatkan 
kualitasnya. Melalui strategi ini diharapkan proporsi peserta didik pada jalur 
kejuruan akan lebih besar dibandingkan jalur umum; tidak seperti sekarang lebih 
banyak jalur umum dibandingkan kejuruan. Dengan makin banyak lulusan dari jalur 
pendidikan kejuruan, akan relevan dengan kebutuhan pasar, yaitu tersedianya 
tenaga kerja yang lebih terampil. Juga diharapkan lulusan pendidikan kejuruan 
akan mendorong tumbuhnya usaha-usaha mandiri (wirausaha).

      Jadi, tidaklah sepenuhnya benar pernyataan Neven Knezevic, bahwa kita 
tidak peduli terhadap mutu pendidikan dan masyarakat hanya menginginkan 
pendidikan gratis. Pemerintah dan masyarakat sangat peduli terhadap masalah 
dasar pendidikan di Indonesia, yaitu pemerataan akses, mutu, dan relevansi 
pendidikan. n
     

<<bening.gif>>

Kirim email ke