====================================================== THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] Seri : "Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme bangsa Indonesia." ====================================================== [Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration & Pruralism Indonesia Quotient] Mensyukuri Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009. "Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia." Sengketa Pemilihan Umum Oleh : Eep Saefulloh Fatah Selasa, 28 Juli 2009 | 03:17 WIB Dalam demokrasi yang maju, mereka yang kalah pemilu segera menyiapkan pidato pengakuan kekalahan. Di Indonesia, mereka yang kalah segera menyiapkan pengacara dan gugatan. Gambaran anekdotal itu, untuk sebagian, mewakili kenyataan di Indonesia belakangan. Banyak sekali pemilihan kepala daerah dalam rentang 2005-2008 berujung sengketa hukum. Pemilu Legislatif 2009 setali tiga uang. Pemilu Presiden 2009 pun tampaknya bukan pengecualian. Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah mengumumkan hasilnya. Pasangan Susilo Bambang YudhoyonoBoediono meraih 60,8 persen suara dan dinyatakan memenangi pemilu dalam satu putaran. Namun, pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan Jusuf Kalla-Wiranto menolak hasil pemilu itu karena menengarai terjadinya praktik kecurangan dan pelanggaran secara masif. Musim semi sengketa pemilu di Indonesia sejak 2005 terbangun oleh latar beragam. Di beberapa tempat, sengketa pemilihan kepala daerah terjadi karena kompetisi yang sangat ketat. Perbedaan suara yang tipis membuat setiap pihak merasa bisa mengajukan hasil penghitungan versi sendiri. Kasus paling menyita perhatian adalah Pemilihan Gubernur Maluku Selatan yang berakhir dengan sengketa dan konflik berkepanjangan. Dalam kasus-kasus lain, sengketa juga dipicu oleh adanya indikasi pelanggaran atau kecurangan yang melibatkan salah satu pihak (biasanya sang pemenang). Daya tolak atau resistensi pihak(-pihak) yang kalah pun menyeruak segera setelah hasil pemilihan kepala daerah diumumkan. Pemilihan Gubernur Jawa Timur adalah kasus yang paling dramatis sepanjang 2005-2009. Pemilihan bukan saja harus dilakukan dua putaran, tapi juga disemarakkan oleh konflik, persengketaan melalui Mahkamah Konstitusi, dan pemilihan ulang (”putaran ketiga”) di beberapa tempat. Umumnya kasus-kasus itu juga melibatkan faktor lain: kurang memadainya aturan, rendahnya kredibilitas penyelenggara atau KPU daerah, rendahnya kapabilitas institusi pengawas dan penegakan aturan pemilu. Gabungan faktor-faktor itulah yang kemudian memanjakan daya tolak pihak-pihak yang kalah. Jika terus dibiarkan, yang berpotensi lahir dalam jangka panjang adalah budaya antidemokrasi yang antara lain ditandai oleh ketidakmampuan untuk menjadi pemenang dan pecundang yang baik. Enam level penguatan Alhasil, salah satu agenda politik pokok yang menantang kita hari-hari ini adalah mencegat sesegera mungkin proses pembentukan dan pematangan budaya semacam itu. Kita harus segera memperkuat institusi peradilan pemilu yang dimainkan peranannya oleh Mahkamah Konstitusi. Dalam konteks itu dibutuhkan penguatan pada enam level sekaligus. Pertama, penguatan para aktor atau pelaku peradilan pemilu dari hulu (badan dan panitia pengawas pemilu dan kepolisian) hingga ke hilir (Mahkamah Konstitusi dan peradilan umum untuk kasus-kasus pidana). Kedua, penguatan aturan dari undang-undang hingga ke aturan-aturan operasional yang dikeluarkan KPU. Segera setelah presiden dan wakil presiden 2009-2014 dilantik pada 20 Oktober 2009, selayaknya dilakukan sebuah upaya revisi dan resinergi seluruh aturan perundang-undangan politik. Selayaknya kita tak mengulangi kesalahan, yakni melakukan revisi aturan mepet ke waktu penyelenggaraan pemilu berikutnya. Ketiga, penguatan institusi dan perangkat kelembagaannya untuk meningkatkan kualitas pemilu dalam tiga level sekaligus: aturan, proses, dan hasil-hasilnya. Bagian yang sangat vital dalam konteks ini adalah memperbaiki kredibilitas penyelenggara dan pengawas pemilu di tingkat nasional dan daerah. Keempat, perbaikan mekanisme pemilu mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan dan pertanggungjawaban. Perbaikan ini dilakukan dengan target penyelenggaraan pemilu yang semakin profesional dan efisien. Bagian sangat vital dari pembenahan mekanisme adalah reorganisasi pemilu-pemilu di Indonesia. Dengan 483 kabupaten dan kota sekarang ini, dalam rentang lima tahun ke depan Indonesia akan menyelenggarakan 32 pemilihan gubernur dan 478 pemilihan bupati dan wali kota. Selain itu, ada 65.260 (bahkan lebih, sebagai konsekuensi pemekaran wilayah) pemilihan kepala desa. Pun kita akan mengadakan pemilu presiden dan pemilu legislatif (DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota) pada 2014. Pemborosan Jika tidak dilakukan reorganisasi, kita akan mengulang pemborosan besar-besaran seperti yang kita lakukan dalam lima tahun terakhir. Mereorganisasi pemilu bukan hanya kebutuhan, tetapi juga keharusan! Ada baiknya, kita hanya menyelenggarakan dua gelombang pemilihan kepada daerah saja, yakni serentak pada satu waktu di 17 provinsi dan dua setengah tahun kemudian serentak pada satu waktu di 16 provinsi sisanya. Bahkan, menurut hemat saya, pemilu legislatif pun perlu dibedakan menjadi dua kelompok. Pemilu legislatif nasional dilaksanakan bersamaan dengan pemilu presiden. Pemilu legislatif daerah (DPRD provinsi, kota, dan kabupaten) dilaksanakan bersamaan dengan pemilihan kepala daerahnya. Untuk itu, dibutuhkan kepemimpinan yang kuat dari presiden untuk mentransisikan masa jabatan kepala daerah dan anggota legislatif daerah. Kelima, penguatan dan pemapanan sistem. Muara dari keempat perbaikan di atas adalah terkuatkannya sistem pemilu dalam pengertian luas. Indonesia harus segera memiliki sistem yang kuat dan mapan ini. Akhirnya, keenam, pembentukan dan penguatan warga negara. Kita selayaknya mengupayakan sungguh-sungguh terbangunnya kualitas warga negara yang ditandai oleh kemampuan setiap orang untuk tahu dan pandai menjaga hak dan kewajiban mereka, bertumpu pada diri sendiri, proaktif memperjuangkan penegakan haknya sendiri, serta berkemampuan dan berkemauan melawan tanpa kekerasan setiap pencederaan atas hak-hak mereka. [Eep Saefulloh Fatah, Pengajar Ilmu Politik Universitas Indonesia - Kompas, 28/7/09] ------- Putusan KPU, MA or MK? Saat ini untuk menjadi anggota DPR tidaklah mudah, bahkan belum2 sudah pusing tujuh keliling…… padahal sudah berdarah-darah di lapangan saat kampanye, bahkan sudah menang mengantongi suara terbanyak… dan telah diputus masuk dan lolos oleh KPU, eh ternyata bisa batal karena ada lagi putusan MA....ribut toch jadinya? Belum lagi nanti ada putusan MK…….wallaah Anda banyangkan saja ada 100-an personil calon legislatif pilihan rakyat, yang sudah pada gede2 dan sedang semangat-semangatnya berdemokrasi - justru diombang-ambingkan statusnya. Ini baru benar-benar namanya permainan demokrasi…. Maka silakan amati dan cermati saja bangaimanakah endingnya nanti…….. Memang meriah sih untuk meramaikan pasar bursa calon legislatif, paling tidak beliau-beliau pernah masuk daftar legislatif di Senayan dan pernah keluar daftar pula…..jadi statusnya ada dua; "keluar masuk", atau "masuk keluar"…ada-ada saja ini! Atau kalo ada yang tiba2 berteriak dan bertanya, “bisa beli nggak 2 saja, atau 5 saja, atau 10 saja!” mumpung suara sudah ngumpul di tikungan jalan untuk saling menyalip… yang begini namanya demokrasi pasar klewer, alias semproooll tenan! Capres/cawapres Terus untuk para capres/cawapres yang katanya siap menang dan siap kalah, sudah pada menyampikan pidato ucapan selamat kepada yang lain belum? Ingat, dulu pernah ada yang janji nggak? Lha kalo nggak siap kalah, namanya bukan ksatia, tapi ….[silahkan sebutkan namanya sendiri-sendiri] jadi beliau2 memang bukan seorang ksatria! Padahal sekarang beliau2 itu sudah berdiri di atas topangan puluhan juta suara rakyat, jadi tidak boleh lagi melihat hanya sebagai individu-individu lagi, tetapi kepentingan rakyat dan negaralah yang diutamakan. Toh dengan mengucapkan selamat begitu, proses hukum tetap jalan terus… memberi contoh yang baik, selanjutnya edukasi dan teladan pemimpin dapat dirasakan oleh rakyat. Kalau nggak bisa begitu, ya kapan bisa jadi pemimpin yang benar, apalagi dipercaya rakyat? Ya, khan begitu patron pemilu presiden di negara maju. Menuju Indonesia sejahtera, maju dan bermartabat! Best Regards, Retno Kintoko Ayo mencoba..! The Flag Air minum COLDA - Higienis n Fresh ! ERDBEBEN Alarm Ayo mencoba ,,!
SONETA INDONESIA <www.soneta.org> Retno Kintoko Hp. 0818-942644 Aminta Plaza Lt. 10 Jl. TB. Simatupang Kav. 10, Jakarta Selatan Ph. 62 21-7511402-3