Hadist Bukhari Itu Berisi Hadist Palsu
                                           
Kalo para umat dan ulama yang keracunan dogma Islamiah menganggap bahwa Quran 
dan Hadist-nya tidak berisi kontradiksi, maka Prof. Doktor Muhibbin dari IAIN 
Walisongo justru menemukan bayak sekali kontradiksi ini.

Padahal urusan kontradiksi dalam Quran gampang sekali ditemukan oleh mereka 
yang bukan Islam, tetapi kenapa umat Islam dan ulamanya sendiri begitu susahnya 
menemukan kontradiksi ini sehingga harus menjadi prof. doktor dulu baru bisa 
menemukan kontradiksi ini ???

Sebabnya sebenarnya bukan karena umat Islam dan ulamanya susah dan tidak bisa 
menemukan kontradiksi ini, mereka juga bisa menemukannya tetapi tidak berani 
mengemukakannya karena takut dituduh murtad dan nyawa tidak bisa dijamin 
keselamatannya.  Barulah apabila sang ulama sudah bergelar doktor dan professor 
maka dia baru ada keberanian untuk mengungkapkannya.

Hal ini bisa anda baca sendiri uraiannya tentang kontradiksi antara Quran dan 
Hadist beserta kelemahan2nya, dari website republika dibawah ini:

http://www.republika.co.id/berita/68251/Prof_Dr_Muhibbin_Hadis_Palsu_dan_Lemah_dalam_Sahih_Bukhari

''Telitilah kembali setiap hadis yang dinisbatkan pada Rasulullah SAW. Jangan 
asal riwayat Bukhari, lalu dikatakan sahih.''


Sebagian besar umat Islam di seluruh dunia, yakin dan percaya bahwa kitab hadis 
Jami' al-Shahih karya Imam Bukhari adalah sebuah kitab yang berisi kumpulan 
hadis-hadis paling sahih. Karena keyakinan itu pula, sebagian besar ulama pun 
turut meyakini dan menempatkannya pada urutan pertama kitab hadis sahih.

Benarkah demikian? ''Tidak semua hadis yang terdapat dalam kitab Jami' 
al-Shahih karya Imam Bukhari itu benar-benar sahih. Terdapat beberapa hadis 
yang termasuk kategori lemah dan palsu,'' kata Prof Dr H Muhibbin MAg, guru 
besar dan pembantu Rektor I IAIN Walisongo, Semarang.

Menurutnya, berdasarkan penelitian yang dilakukannya (hasilnya penelitian 
Muhibbin ini sudah dibukukan--Red), terdapat hadis yang bertentangan dengan 
Alquran maupun antarhadis di dalam kitab tersebut.

''Hadis palsunya bermacam-macam. Ada yang karena tidak sesuai atau bertentangan 
dengan Alquran, namun ada pula yang tidak sesuai dengan kondisi kekinian,'' 
terang mantan dekan Fakultas Syariah IAIN Walisongo ini.

Kepada Syahruddin El-Fikri, wartawan Republika, Muhibbin mengungkapkan berbagai 
kelemahan hadis yang terdapat dalam kitab Jami' al-Shahih tersebut. Berikut 
petikannya.



Benarkah hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Jami' al-Shahih karya Imam 
Bukhari itu semuanya masuk kategori hadis sahih?
Tidak. Tidak semua hadis yang terdapat dalam kitab itu masuk dalam kategori 
sahih. Terdapat beberapa hadis palsu dan lemah (dlaif). Saya sudah 
mengungkapkan hal ini dalam disertasi doktoral saya yang sekarang sudah 
dibukukan.
Perlu diketahui, sebelumnya pengungkapan hadis palsu dan lemah dalam karya Imam 
Bukhari itu juga sudah pernah diungkapkan para pemikir dan peneliti hadis 
lainnya. Misalnya, Fazlurrahman (1919-1988 M), Abu Hasan al-Daruquthni (306-385 
H), al-Sarkhasi (w 493 H/1098 M), Muhammad Abduh (1849-1905 M), Muhammad Rasyid 
Ridla (1865-1935 M), Ahmad Amin (w 1373 H/1945 M), dan Muhammad Ghazali (w 1416 
H/1996 M).

Bisa dicontohkan, beberapa hadis palsu yang Anda temukan dalam kitab tersebut?
Misalnya, hadis palsu yang terdapat dalam kitab itu, setelah diteliti, ternyata 
ada yang tidak sesuai dengan fakta sejarah. Misalnya, tentang Isra Mi'raj. Di 
dalam kitab itu, disebutkan bahwa terjadinya Isra Mi'raj itu sebelum jadi Nabi. 
Faktanya, Isra Mi'raj itu setelah Rasulullah diutus menjadi Nabi.
Kemudian, ada pula hadis Nabi yang bertentangan dengan ayat Alquran. Contohnya, 
tentang seseorang yang meninggal dunia akan disiksa bila si mayit ditangisi 
oleh ahli warisnya. (Lihat Kitab Jenazah, bab ke-32, hadis ke 648/I--Red).
Ini kan bertentangan dengan ayat Alquran, bahwa seseorang itu tidak akan 
memikul dosa orang lain. (Lihat ayat Alquran surah al-Fathir ayat 18, Al-An'am 
ayat 164, Az-Zumar ayat 7, Al-Isra ayat 15, dan An-najm ayat 38--Red).
Dan, masih banyak lagi hadis yang bertentangan atau tidak sesuai dengan ayat 
Alquran maupun hadis Nabi SAW.

Apa kriterianya sehingga ungkapan itu dikatakan benar-benar hadis Nabi, padahal 
menurut Anda, itu bukan hadis sahih?
Dalam penelitian yang kami lakukan, ada beberapa kriteria dalam menilai sebuah 
hadis itu dikatakan sahih atau tidak, mutawatir atau tidak, ahad, atau lainnya.
Dalam kitab Bukhari, beliau sendiri tidak memberikan keterangan perinci 
mengenai kriteria kesahihan hadis. Bukhari hanya mengatakan bahwa semua hadis 
yang ditulisnya dalam al-Jami' al-Shahih itu sebagai hadis, dari seleksi 
sekitar 300 ribu hadis. Dan, satu-satunya yang dapat ditemukan dari Al-Bukhari 
adalah kriteria keharusan adanya pertemuan (al-Liqa`) antara satu perawi dengan 
perawi terdekatnya.
Menurut beberapa ahli hadis, seperti al-Naysaburi (w 405 H/1014 M), al-Maqdisi 
(w 507 H), al-Hazimi (w 584 H), dan lainnya, kriteria hadis sahih yang dipakai 
Bukhari adalah kesahihah yang disepakati, diriwayatkan oleh orang yang masyhur 
sebagai perawi hadis dan minimal dua orang perawi di kalangan sahabat yang 
tsiqah (adil dan kuat hafalan), serta lainnya.
Padahal, para ulama hadis lainnya menyusun sejumlah kriteria dalam menilai 
hadis sebuah dapat dikatakan sahih dan tidak, mulai dari segi sanad 
(tersambungnya para perawi hadis), matan (isi hadis), serta kualitas dan 
kuantitas para perawi hadis. Bagaimana tingkat hafalannya, keadilannya, suka 
berbohong atau tidak, dan lain sebagainya.
Karena itu, kami menilai, kriteria yang dirumuskan oleh al-Bukhari mengandung 
beberapa kelemahan, terutama bila diverifikasi terhadap kitab al-Jami' 
al-Shahih itu sendiri.

Apa saja kelemahannya?
Kelemahan itu, antara lain, tentang minimal jumlah perawi hadis yang harus 
meriwayatkan hadis. Di dalam kitab tersebut, ditemukan cukup banyak hadis yang 
hanya diriwayatkan oleh seorang perawi.
Begitu juga, dalam hal persambungan sanad hadis juga terdapat kelemahan. Di 
antaranya, seperti diakui sendiri oleh al-Bukhari, di dalamnya ada hadis yang 
muallaq, mursal, bahkan munqathi` (terputus).
Juga, ada perawi hadis yang tidak tsiqah, bahkan dituduh majhul (tidak 
diketahui identitasnya), dianggap kadzab (berbohong), dan lainnya.

Bisa disebutkan beberapa contoh perawi hadis yang diketahui tidak tsiqah atau 
lemah dalam Shahih Bukhari itu?
Misalnya, Asbath Abu al-Yasa` al-Bashri. Ia tidak diketahui identitasnya atau 
majhul, dan menyalahi riwayat orang-orang tsiqah.
Lalu, ada Ismal bin Mujalad, seorang perawi yang dlaif (lemah) dan tidak 
termasuk orang yang kuat hafalannya.
Kemudian, ada Hisyam bin Hajir, Ahmad bin Yazid bin Ibrahim Abu al-Hasan 
al-Harani, dan Salamah bin Raja' sebagai perawi dlaif. Begitu juga, dengan Ubay 
bin Abbas, dikenal sebagai perawi yang tidak kuat hafalannya dan munkir 
al-Hadits.

Selain kedua contoh hadis yang ditengarai palsu tadi, apalagi contoh hadis yang 
diduga palsu dalam kitab al-Jami' al-Shahih tersebut?
Selain ada hadis yang bertentangan dengan Alquran maupun hadis Nabi sendiri dan 
tidak sesuai dengan fakta sejarah, juga diragukan hadis yang banyak 
mengungkapkan tentang masa depan. Misalnya, tentang ungkapan, 'Alaikum Bi 
sunnati wa sunnati khulafa`ur rasyidin (Ikutlah kalian akan sunahku dan sunah 
khulafa`ur rasyidin). Bagaimana mungkin Rasulullah SAW mengucapkan hadis ini, 
padahal saat itu belum ada khulafa`ur rasyidin. Khalifah yang empat itu baru 
ada setelah Rasulullah SAW wafat.
Fathurrahman, seorang peneliti hadis mengungkapkan, dirinya tidak mau sama 
sekali menerima hadis-hadis Nabi Saw yang menyatakan tentang peristiwa masa 
depan. Istilahnya seperti ramalan.
Saya pribadi, masalah ini masa bisa diterima. Sebab, memang ada yang sesuai dan 
ada pula yang tidak.

Dalam penelitian Anda, ada berapa banyak hadis yang tidak sahih dalam jumlahnya?
Secara spesifik, saya tidak menyebutkan berapa jumlah hadis palsu atau lemah di 
dalam kitab tersebut. Namun, al-Daruquthni menyatakan, terdapat sekitar 110 
hadis palsu di dalam kitab tersebut dari sejumlah 6.000-an hadis. Muhammad 
al-Ghazali menyebutkan lebih banyak lagi.
Beberapa di antara hadis yang kami nilai lemah dan palsu, yakni tentang hadis 
masalah poligami, tentang kehidupan dalam rumah tangga, tentang pernikahan. 
Misalnya, di dalam hadis riwayat Bukhari disebutkan, Rasulullah SAW menikahi 
Maimunah pada saat berihram.
Ini bertentangan dengan hadis Nabi sendiri yang melarang melakukan pernikahan 
selama masa haji atau berihram. Kemudian, pernyataan Rasulullah menikahi 
Maimunah pada waktu ihram itu juga bertentangan dengan hadis yang ditulis 
al-Bukhari di dalamnya kitabnya itu, yang menyatakan Rasulullah menikahi 
Maimunah ketika usai bertahalul.

Dari hasil penelitian Anda, bisa ditarik kesimpulan bahwa tidak semua hadis 
dalam Shahih Bukhari benar-benar sahih?
Ya. Tidak semuanya bisa dikatakan sahih. Sebab, Bukhari sendiri ada yang 
disebutkannya hadis mursal, hasan, dan lain sebagainya.
Ketidaklayakan disebut sebagai hadis sahih itu meliputi adanya pertentangan 
atau ketidaksesuaian dengan nas Alquran dan Sunnah Mutawatirah. Materi hadis 
bertentangan dengan keadaan dan Sirah Nabawiyah (sejarah hidup Nabi), 
bertentangan dengan fakta sejarah, adanya materi hadis yang mengandung prediksi 
atau ramalan dan bersifat politis, serta mengandung fanatisme kesukuan.

Lalu, bagaimana sikap umat untuk menggunakan hadis-hadis yang terdapat dalam 
Shahih Bukhari itu?
Saran saya, umat Islam hendaknya berhati-hati setiap akan menggunakan atau 
mengamalkan sebuah hadis Nabi. Sebab, sahih menurut perawi hadis A, belum tentu 
sahih menurut perawi hadis B. Demikian pula yang lainnya. Telitilah kembali 
sebelum menggunakan dan mengamalkannya.
Bagi para mubalig, kami menyarankan, hendaknya tidak asal mengutip hadis. 
Jangan selalu mengatakan bahwa itu hadis Nabi. Padahal, sesungguhnya bukan. 
Rasul menyatakan, barang siapa yang berbohong atas namaku maka tempatnya di 
neraka. Man Kadzdzaba alayya muta'ammidan fal yatabawwa' maq'adahu minan nar.
Telitilah kembali hadis-hadis yang ada sebelum diamalkan. Sudah benarkah itu 
hadis Nabi SAW. Jangan asal termuat dalam Shahih Bukhari, lalu diklaim sahih. 
Tanyakan pada yang lebih paham tentang hadis.




Kirim email ke