Bapak wahyu yth,

adik saya (perempuan) telah bercerai selama 5 tahun namun skrg dia
sudah menikah lagi, pernikahan dgn suami pertamanya dikaruniai 1 putri
yg sekarang di asuh dgn neneknya (ibu kami) krn sejak bercerai adik
saya bekerja diluar kota jd anak tsb sudah terbiasa dgn neneknya dan pd
wkt adik saya menikah lg anak tsb tdk mau ikut dgn adik saya.

Dan selama 5 tahun itu mantan suaminya tidak pernah menafkahi anaknya
(hanya memberi uang pd saat lebaran saja) jd yg membiayai anak itu
adalah adik saya dan suami keduanya.Pada pernikahan pertama ada harta
gono gini yg sampai saat ini blm di bagi berupa tanah, dulu adik saya
dan mantan suaminya telah sepakat bahwa tanah tsb adalah hak milik anak
mrk, namun skrg mantan suaminya itu hendak menjual tanah itu dan
hasilnya di bagi 2 (antara dia dan adik saya) tanpa ingat sedikitpun
akan hak anaknya.

Dengan terpaksa adik saya menyetujuinya, dan untuk membalas perlakuan
mantan suami yg seenaknya, adik saya hendak menuntut nafkah lampau
untuk anaknya (yg selama 5thn tdk dipenuhi) lewat jalur hukum,
pertanyaan saya :

1. apakah menuntuk hak nafkah lampau bisa dilakukan lewat jalur hukum
(pengadilan agama), sedangkan pd saat perceraian dulu adik saya (lupa)
tdk menuntut nafkah untuk anaknya krn pd saat itu yg terpikir hanya
cpt2 bisa cerai (yg menuntut cerai adalah adik saya), dan bila bisa
bagaimana caranya?


2. bila tidak bisa lewat pengadilan agama, apakah bisa melaporkan
mantan suami tsb ke polisi, tapi saya bingung atas dasar apa (apa bisa
atas dasar menelantarkan anak), atau bagaimana..?


3. mantan suami adik saya itu (setelah cerai) skrg sudah diangkat jd
PNS depag, dapatkah adik saya membuat surat permohonan lgsg pd kntr
mantan suaminya untuk memotong hak (tunjangan) anak dari gaji mantan
suami tsb. krn diminta secara kekeluargaaan sudah tdk mempan lg


Demikian, semoga bapak dapat memberi opini dan jalan keluar terbaik
buat adik dan keponakan saya tercintaSJA

JAWAB

Terima kasih telah menghubungi saya :

Pasal 41 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan :

Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah : a. Baik ibu atau
bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya,
semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan
mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya;b. Bapak
yang bertanggung-jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan
yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat
memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut
memikul biaya tersebut;

Perhatikan ketentuan Pasal 41 huruf (b), berdasarkan ketentuan tersebut
diatas dapat diartikan bahwasanya tuntutan perceraian dengan tuntutan
pemenuhan nafkah anak adalah 2 hal yang berbeda jadi, bisa saja
tuntutan pemenuhan nafkah anak diajukan terpisah dari tuntutan cerai.

Ketentuan ini sejalan dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Dalam Pasal 26 ayat (1) UU No. 23/ 2002 ditegaskan,
Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk : a. mengasuh,
memelihara, mendidik, dan melindungi anak;b. menumbuh kembangkan anak
sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; danc. mencegah terjadinya
perkawinan pada usia anak-anak.

Pasal 30-nya dikatakan : (1) Dalam hal orang tua sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26, melalaikan kewajibannya, terhadapnya dapat dilakukan
tindakan pengawasan atau kuasa asuh orang tua dapat dicabut.(2)
Tindakan pengawasan terhadap orang tua atau pencabutan kuasa asuh
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui penetapan
pengadilan.

Sesuai dengan ketentuan di atas jelas dan tegas untuk meminta tanggung
jawab mantan suami atas pemenuhan nafkah anak harus dilakukan dengan
terlebih dahulu mengajukan gugatan mengenai hal tersebut ke Pengadilan.

Mengupayakan pemenuhan kewajiban mantan suami untuk memberi nafkah anak
bisa juga dilakukan melalui jalur hukum pidana. Untuk hal ini terlebih
dahulu harus mengupayakan laporan polisi bahwa mantan suami telah
melakukan penelantaran anak. Dalam UU Perlindungan Anak, dikatakan
penelantaran anak apabila si orang tua melakukan tindakan atau
perbuatan mengabaikan dengan sengaja kewajiban untuk memelihara,
merawat, atau mengurus anak sebagaimana mestinya. Dengan tidak
memberikan nafkah sudah cukup dikategorikan sebagai penelantaran anak.

Pasal 13 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyatakan :

(1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak
lain mana pun yangbertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat
perlindungan dari perlakuan: a. diskriminasi;b. eksploitasi, baik
ekonomi maupun seksual;c. penelantaran;d. kekejaman, kekerasan, dan
penganiayaan;e. ketidakadilan; danf. perlakuan salah lainnya. (2) Dalam
hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk
perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan
pemberatan hukuman.

Pasal 77 huruf (b) UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
menegaskan bahwasanya Setiap orang yang dengan sengaja melakukan
tindakan penelantaran terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami
sakit atau penderitaan, baik fisik, mental, maupun sosial, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Ya, anda dapat membuat pengaduan secara lisan atau tertulis mengenai
tindakan mantan suami kepada atasannya.

--
Posting oleh NM. WAHYU KUNCORO, SH ke Konsultasi Hukum Gratis pada
8/23/2009 08:33:00 PM

Kirim email ke