Kepada Pak Wahyu,
Saya Jhi, saya mau bertanya tentang masalah penjualan rumah warisan.
4 tahun yg lalu ayah kami meninggal dan mewariskan sebuah rumah yang
cukup besar kepada kami (ibu dan 3 orang anak semua muslim). Masalahnya
salah satu saudara kami yang tinggal di rumah tersebut tidak ingin
menjualnya dengan cara tidak mau menandatangani apapun dokumen2 yang
berkaitan dengan jual-beli. Jalan musyawarah sudah kami tempuh tetapi
saudara saya tersebut tetap tidak mau bekerjasama.
Kami sudah berupaya mencari tahu bagaimana jalan keluar dari masalah
ini, diantaranya ada yang menyarankan ke pengadilan agama. Tapi kami
masih bingung karena keputusan pengadilan agama setahu saya hanya
mengatur pembagian hak waris, tidak mengatur legalitas jual-beli karena
proses jual-beli tetap harus melibatkan seluruh ahli waris.
Pertanyaan saya :

1. Bagaimana jalan/proses hukum yang harus kami tempuh sehingga rumah
warisan tersebut dapat segera terjual tanpa masalah di kemudian hari.
2. Bagaimana jika nantinya sertifikat (atas nama ayah) di salahgunakan
oleh saudara saya tersebut (dijaminkan), apakah melanggar hukum ?

Terima kasih atas bantuannya.
JAWAB :
Terima kasih telah menghubungi saya ....
1) Pasal 49 Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas
Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama menyatakan
sebagai berikut :
"Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang
beragama Islam di bidang:
a. perkawinan;b. waris;c. wasiat;d. hibah;e. wakaf;f. zakat;g. infaq;h.
shadaqah; dani. ekonomi syari'ah"
Dalam Pasal 50-nya ditegaskan sebagai berikut :
(1) Dalam hal terjadi sengketa hak milik atau sengketa lain dalam
perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, khusus mengenai objek
sengketa tersebut harus diputus lebih dahulu oleh pengadilan dalam
lingkungan Peradilan Umum.
(2) Apabila terjadi sengketa hak milik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) yang subjek hukumnya antara orang-orang yang beragama Islam, objek
sengketa tersebut diputus oleh pengadilan agama bersama-sama perkara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49.
Dalam penjelasan Pasal 49 khususnya penjelasan huruf (b) Undang-Undang
No. 3 Tahun 2006 dijelaskan bahwasanya yang dimaksud dengan “waris”
adalah penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai
harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan
melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut, serta penetapan
pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang
menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris.
Dalam penjelasan Pasal 50 ayat (2) Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 pada
pokoknya menjelaskan bahwasanya Pengadilan Agama berwenang sekaligus
memutuskan sengketa milik atau keperdataan lain yang terkait dengan
objek sengketa yang diatur dalam Pasal 49 apabila subjek sengketa
antara orang orang yang beragama Islam.
Berdasarkan ketentuan diatas, penafsiran Anda yang pada pokoknya
menyatakan "hanya mengatur pembagian hak waris, tidak mengatur
legalitas jual-beli karena proses jual-beli tetap harus melibatkan
seluruh ahli waris" adalah penafsiran yang kurang tepat. Dalam masalah
yang Anda hadapi, Pengadilan Agama memang tidak dapat melakukan
legalitas penjualan objek waris tetapi dapat memerintahkan kepada
pemegang objek waris untuk menyerahkan hak waris seseorang atau
beberapa orang ahli waris.
Bagaimana caranya ?
Pasal 188 Kompilasi Hukum Islam menyatakan :
"Para ahli waris baik secara bersama-sama atau perseorangan dapat
mengajukan permintaan kepada ahli waris yang lain untuk melakukan
pembagian harta warisan. Bila ada di antara ahli waris yang tidak
menyetujui permintaan itu, maka yang bersangkutan dapat mengajukan
gugatan melalui Pengadilan Agama untuk dilakukan pembagian harta
warisan."
Jadi berdasarkan ketentuan hukum di atas, yang Anda harus lakukan
adalah mengajukan permohonan fatwa waris berikut penetapan bagian waris
masing-masing ahli waris dan meminta Pengadilan Agama untuk
memerintahkan ahli waris yang menolak penjualan objek waris tersebut
untuk menyerahkan bagian waris dari Anda sebagai penggugat.
Dalam prakteknya, penyerahan tersebut dapat dilakukan berdasarkan
penjualan atau penawaran harga sesuai dengan nilai bagian waris yang
seharusnya diterima Anda sebagai ahli waris.
Bilamana, meskipun telah ada perintah Pengadilan Agama untuk
menyerahkan bagian waris tersebut ternyata tetap tidak dijalankan oleh
si penguasa objek waris, tentunya hal tersebut sudah masuk dalam ranah
hukum pidana. Si penguasa objek waris dapat Anda tuntut tindak pidana
penggelapan (Pasal 372 KUHPidana).
Atau opsi lain yang dapat dilakukan adalah meminta Pengadilan Agama
untuk menyita objek waris dimaksud sebagai jaminan yang nantinya dapat
dilakukan penjualan didepan umum (lelang).
2) Dengan adanya penetapan bagian waris masing-masing ahli waris dan
ternyata sertifikat objek waris disalahgunakan tanpa seijin ahli waris
yang lain, tentunya hal tersebut jelas dan tegas merupakan tindak
pidana penipuan dan penggelapan.

--
Posting oleh NM. WAHYU KUNCORO, SH ke Konsultasi Hukum Gratis pada
9/29/2009 08:51:00 PM

Reply via email to