http://www.mediaindonesia.com/read/2009/10/10/99074/70/13/Buruknya-Penanganan-Bencana


Buruknya Penanganan Bencana 


Kamis, 08 Oktober 2009 00:00 WIB     
SUDAH lebih dari sepekan bencana gempa di Sumatra Barat terjadi, tapi sejumlah 
persoalan besar masih saja bermunculan. Mulai kurangnya stok bahan makanan dan 
obat-obatan, amburadulnya koordinasi, hingga tersendatnya distribusi bantuan. 
Berbagai persoalan semacam itu bukan hanya muncul di Sumatra Barat. Setiap ada 
bencana, setiap kali itu pula bangsa ini buruk dalam menanganinya. 

Padahal, sudah ada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan 
Bencana. Isi UU itu tergolong lengkap dan komprehensif karena sudah mengatur 
tentang kelembagaan dari pusat sampai ke daerah, penanganan prabencana, saat 
bencana, pascabencana, hingga sanksi denda dan penjara. 

Lewat UU itu pemerintah membentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) 
pada 2008 dan Badan Penanggulangan Daerah. Badan yang bersifat operasional 
nondepartemen setingkat menteri itulah yang bertanggung jawab acap kali muncul 
musibah bencana. BNBP menggantikan Badan Koordinasi Penanggulangan Bencana dan 
Penanganan Pengungsi yang ada sebelumnya. 

Kepala BNPB kini dijabat Syamsul Ma'arif dengan 19 anggota pengarah, sembilan 
di antaranya dipilih dari kalangan profesional oleh DPR melalui fit and proper 
test pada Februari lalu. Mereka adalah Sugimin Pranoto, Sudibyakto, Sarwidi, 
Thabrani, I Nyoman Kandun, KRT Adikoesoemo Prasetyo, Didik Eko Budi Santoso, 
Zainuddin Maliki, dan Agus Hasan Sulistiono Reksoprodjo. 

Sayangnya, kendati sudah ada UU dan badan operasional, bangsa ini tetap saja 
gagap dalam mengatasi bencana. Faktor penyebabnya lagi-lagi lantaran buruknya 
komitmen dan implementasi UU. Sebutlah misalnya perkara anggaran. Anggaran yang 
digelontorkan kepada BNPB hanya Rp100 miliar pada 2009 dan Rp172 miliar pada 
APBN 2010, dengan anggaran cadangan sebesar Rp3 triliun. 

Padahal, bencana di Aceh, Yogyakarta, dan kini di Sumatra Barat, memperlihatkan 
skala kerusakan yang sangat besar dan meluas. Lebih dari itu, kebutuhan dana 
tidak saja ketika terjadi bencana, tapi juga diperlukan sebelum dan sesudah 
bencana. Itu semua jelas membutuhkan dana yang lebih besar. 

Buruknya komitmen pemerintah tidak cuma di pusat. Sekalipun undang-undangnya 
telah terbit pada 2007, dan BNPB telah dibentuk 2008, Badan Penanggulangan 
Daerah Sumatra Barat, contohnya, baru terbentuk Juli 2009. Umurnya baru tiga 
bulan ketika gempa terjadi di Padang dan Padang Pariaman. Akibatnya, badan itu 
belum memiliki anggaran sendiri dan sudah pasti organisasi yang masih bayi itu 
tertatih-tatih menghadapi bencana yang hebat. 

Pelajaran yang harus dipetik ialah selain perlu meningkatkan anggaran, 
pemerintah juga harus segera membentuk badan-badan penanggulangan bencana di 
semua wilayah yang memiliki tingkat kerawanan bencana yang tinggi, baik di 
tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Namun, apakah gunanya semua badan itu 
bila koordinasi buruk? Jadi, yang juga tak kalah penting adalah meningkatkan 
mutu koordinasi sehingga bantuan dapat disalurkan dengan cepat, utuh, dan 
merata di semua wilayah bencana. 

Kirim email ke