Refleksi : Pajak ditunggakkan karena pembukuan tidak beres diakibatkan 
berkas-berkas perusahaan dimakan rayap? Dapat dimaafkan KPK, sebab lagi 
mengganti nama menjadi Komisi Pembela Koruptor. 

Jawa Pos
[ Sabtu, 10 Oktober 2009 ] 


Beberapa BUMN Punya Tunggakkan Pajak Total Rp 19,3 T 

Target Setoran Terancam Meleset 

JAKARTA - Sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ternyata memiliki tunggakan 
pajak yang sangat besar. Jika ditotal, sampai saat ini jumlahnya mencapai 19,3 
triliun. Secara tidak langsung kondisi itu turut menjadi penyebab seretnya 
pencapaian target setoran pajak yang hingga akhir tahun nanti harus bisa 
terealisasi sebesar Rp 577,38 triliun.

Dirjen Pajak Departemen Keuangan Mochamad Tjiptardjo mengatakan, tunggakan 
pajak korporasi sampai saat ini mencapai Rp 22 triliun. Rinciannya, sebesar Rp 
19,3 triliun merupakan tunggakan BUMN besar, sedangkan yang Rp 3,7 triliun 
tunggakan pajak non-BUMN. "Semuanya akan kita kejar," Ujarnya saat paparan 
kinerja pajak di Kantor Ditjen Pajak kemarin (9/10). 

Menurut Tjiptardjo, tunggakan tersebut merupakan akumulasi beberapa periode 
atas pembayaran PPh dan PPN (Pajak Pertambahan Nilai). "Alasannya macam-macam, 
di antaranya soal cash flow perusahaan,'' katanya. Sayang, Tjiptardjo enggan 
membeber secara rinci nama-nama perusahaan pelat merah yang menunggak pajak 
sebesar itu. "Pokoknya BUMN yang besar-besar," katanya. 

Namun, dia sempat menyebut beberapa nama, di antaranya Pertamina, PT KAI 
(Kereta Api Indonesia), serta Garuda. ''Kalau Garuda, saya tidak tahu info 
terakhir sudah bayar atau belum. Tapi, sebelumnya Garuda termasuk yang 
menunggak," sebutnya. 

Sementara itu, besarnya tunggakan juga menyebabkan realisasi setoran pajak tak 
kunjung memenuhi target. Hingga September 2009, jumlahnya baru menyentuh Rp 
377,86 triliun atau meleset 6 persen dari target rencana setoran 
Januari-September yang sebesar Rp 401,47 triliun. 

Jika dibandingkan dengan target penerimaan pajak dalam APBN-P 2009 yang sebesar 
Rp 577,38 triliun, maka realisasi saat ini baru mencapai 65,44 persen. ''Ini 
memang sudah lampu kuning,'' ujar Tjiptardjo.

Data final yang direkap Ditjen Pajak menyebutkan, pajak netto (tanpa Pajak 
Penghasilan/PPh migas) hingga akhir September mencapai Rp 339,37 triliun. Angka 
tersebut turun 4,9 persen dibandingkan realisasi pada periode sama 2008 yang 
sebesar Rp 357,15 triliun. Sedangkan realisasi setoran pajak bruto (plus PPh 
migas) sebesar Rp 377,86 triliun atau turun 8,4 persen dibandingkan realisasi 
periode sama 2008 yang sebesar Rp 412,82 triliun. 

Tjiptardjo mengakui, imbas resesi perekonomian global masih menjadi faktor 
signifikan yang membuat seretnya penerimaan pajak, seiring dengan penurunan 
kegiatan bisnis. ''Kondisi perekonomian pada 2008 dan 2009 jelas beda. Apalagi, 
jika melihat total pajak yang termasuk PPh migas, harga minyak pada awal 2008 
dan saat ini jauh beda,'' katanya. 

Bvencana alam beruntun yang menimpa beberapa wilayah di Indonesia, seperti 
gempa di Jawa Barat dan Sumatera Barat, juga turut menjadi faktor yang mengerem 
kinerja sektor pajak. ''Tentu saja, kalau hotel ambruk, pabrik, pasar, dan toko 
roboh, maka kegiatan ekonomi akan terhenti dan otomatis potensi pajak juga 
hilang. Hitungan kasar Kanwil Pajak Sumbar, potensi hilangnya penerimaan pajak 
mencapai kisaran Rp 100 hingga 150 miliar,'' paparnya. (owi/fat)

Kirim email ke