Jawa Pos

 

[ Senin, 14 Desember 2009 ] 


Menjenguk Wanita Korban Kebiadaban Majikan di Arab Saudi 


Anak Lahir di Penampungan, Belum Bertemu sang Ayah 

Beberapa wanita Indonesia yang menjadi korban kebiadaban majikan di Arab Saudi 
menuntut keadilan. Kini mereka ditampung di tempat penampungan WNI bermasalah 
KJRI Jeddah. Salah seorang di antara mereka melahirkan anak di sana. 

BAIHAQI, Jeddah 

--- 

BAYI itu tidur di gendongan ibunya. Saking pulasnya, dia tak bangun ketika 
badannya digoyang-goyang. Ketika pantatnya ditepuk-tepuk, dia sedikit 
menggeliat. Tapi, matanya tetap memejam. Senyumnya sempat mengembang ketika 
pipinya yang montok ditowel sambil namanya dipanggil-panggil.

Ibunya, Keni binti Carda Bodol, ikut tersenyum. Namun, senyum itu segera 
menghilang ketika dia bercerita mengenai kelahiran anaknya itu. Farah Octavia, 
bayinya itu, lahir 16 Oktober lalu ketika Keni sedang memperjuangkan nasib 
akibat kekejaman majikan di Arab Saudi. Hingga sekarang, bayi itu belum pernah 
bertemu dengan ayahnya yang tinggal di Jakarta.

Bayi perempuan tersebut merupakan buah cinta dalam kondisi yang amat 
memprihatinkan. Keni, wanita asal Losari Lor, Losari, Brebes, Jateng, saat itu 
sedang sakit parah akibat siksaan majikan di Arab Saudi. Sekujur tubuhnya 
terbakar. Empat giginya rontok. Bibirnya pecah-pecah. Lidahnya terluka akibat 
sayatan pisau. Dalam kondsi seperti itulah, dia berbagi kasih dengan lelaki 
sejatinya. ''Ya, saya kan punya suami,'' ujarnya dengan senyum yang dipaksakan.

Sebelum anaknya lahir, Keni harus berpisah dengan suaminya, Saifudin. Dia 
difasilitasi pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan kasusnya di Jeddah, Arab 
Saudi. Bulan puasa lalu, ketika sedang hamil tua, dia berangkat ke Jeddah tanpa 
didampingi suami tercinta. Berat, tetapi harus dilakukan demi memperoleh 
keadilan. 

Ketika berpisah, suaminya bekerja di Jakarta. Sekarang Keni tak tahu tempat 
tinggalnya. ''Dia sudah pindah,'' ujar Keni. Komunikasi hanya dijalin lewat 
telepon. Itu pun hanya dalam momen-momen yang amat penting, termasuk ketika dia 
baru melahirkan. ''Bapaknya belum pernah melihat anaknya ini,'' katanya. 
Matanya berkaca-kaca. Pandangannya kemudian dialihkan kepada anaknya itu.

Di Jeddah, Keni menghuni tempat penampungan WNI bermasalah bersama puluhan 
wanita senasib. Mereka kebanyakan tidak dibayar oleh majikan yang telah memeras 
tenaganya. Ada pula yang seperti Keni, dianiaya hingga cacat seumur hidup. 
Sebagian di antara mereka menjadi korban kerakusan seksual. Sudah ada 198 WNI 
di penampungan KJR Jeddah yang dipulangkan dalam sebulan terakhir.

Ketika kloter ketiga yang terdiri atas 100 orang dipulangkan ke tanah air Kamis 
lalu (10 Desember 2009), Keni hanya bisa melepas dengan tatapan kosong. 
Persoalan rekan-rekannya tersebut telah selesai, sedangkan dirinya belum tahu 
sampai kapan harus mengikuti proses hukum di negeri orang.

Wanita itu harus menghadapi tembok keadilan yang selama ini belum pernah 
dijamahnya. Majikannya, Khaled Al-Khuraefi, yang diadukannya, adalah seorang 
mahkamah. Hingga sekarang, baru sepotong proses hukum yang dilalui. ''Saya 
sudah diperiksa. Demikian juga majikan saya,'' katanya kepada koran ini di 
tempat penampungan.

Peristiwa yang dialami Keni bermula ketika dia bekeja sebagai pembantu rumah 
tangga kepada keluarga Khuraefi. Awalnya baik-baiknya saja. Dia diiming-imingi 
gaji SR 800 (sekitar Rp 2 juta) per bulan. Pada bulan pertama dan kedua, gaji 
itu pun lancar.

Menginjak bulan ketiga, persoalan mulai mucul. Istri majikan, Wafa, tidak puas 
atas pekerjaan yang dia lakukan. Dia sering marah-marah. Keni dianggap tidak 
cekatan. Kemurkaan terus memuncak hinga siksaaan demi siksaan ditumpahkan 
kepada Keni. 

Wanita itu menceritakan, setiap dianggap tidak beres, tubuhnya disetrika. Suatu 
ketika bibirnya disayat dengan pisau. Di lain waktu giginya dicongkel. Ujung 
lidahnya ikut terpotong. Dia dipaksa menelan empat gigi bersama ujung lidahnya 
itu. ''Semua masuk ke perut,'' katanya dengan suara tersendat.

Kasus itu terbongkar setelah wanita 29 tahun tersebut dipulangkan ke kampung 
halamannya. Cadar hitam yang dipakaikan majikannya tak bisa menutup peristiwa 
yang dialami sebenarnya. Pemerintah Indonesia turun tangan. Keni dirawat di RS 
Polri Sukanto, Kramat Jati, Jakarta. Setelah tiga bulan, luka-lukanya sembuh. 
Namun, keloid tetap menonjol di bekas luka-lukanya itu. Dalam kondisi seperti 
itu, dia dibawa ke Jeddah untuk menuntut keadilan.

Kamis lalu (10 Desember) ketika dijenguk Direktur Perlindungan WNI dan Badan 
Hukum Indonesia Teguh Wardoyo, Keni memperlihatkan bekas luka-luka tersebut. 
Telinganya sudah berubah bentuk. Bibirnya tak utuh lagi. Keloid menutup hampir 
seluruh tangan, leher, dan sebagian tubuhnya. Giginya masih dibiarkan ompong.

Selama di penampungan, hari-harinya dihabiskan untuk merawat si jabang bayi. 
Hatinya bisa terhibur karena dia tidak sendirian. Bayinya pun sering menjadi 
rebutan pengasuhan rekan-rekannya sesama TKW yang bermasalah. 

Selain Keni, di tempat penampungan berlantai II yang dilengkapi pendingin 
ruangan itu juga ada Kartini. Wanita itu juga menjadi korban kebiadaban 
majikan. Di sekujur tubuhnya terdapat bekas luka bakar. Kondisnya hampir sama 
dengan Keni. Malah, bekas-bekas luka itu belum sepenuhnya sembuh.

Wanita asal Mataram, NTB, itu menceritakan, dirinya disiksa majikan ketika 
bekerja di Jeddah. Selama 4,5 bulan, gajinya 800 real per bulan tak dibayarkan. 
bahkan, sehari-hari dia mendapat penganiayaan berat. Selain diseterika, matanya 
ditusuk dengan kayu. Mata itu masih kelihatan bengkak. Payudaranya juga dilukai 
dengan pisau. ''Saya dibuang di Madinah,'' kisahnya.

Bersama Keni, Kartini juga sedang berjuang menuntut keadilan. Kasusnya 
sama-sama masih diproses di pengadilan. Hari-harinya pun dilalui dengan penuh 
harap. (*)

<<105401large.jpg>>

Kirim email ke