===================== ============================ THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] Seri : "Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme Indonesia." ===================== ============================ [Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration & Pruralism Indonesia Quotient] Memperingati Hari anti Korupsi 9 Desember 2009 dan Hari HAM 10 Desember 2009 "Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia." WAYANG KULIT Boediono, Yudhistira, atau Prabu Baka... Di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (16/12), Panitia Khusus Hak Angket Bank Century DPR mulai menjalankan tugasnya mengungkap ”kebenaran” penyelamatan Bank Century dengan suntikan dana Rp 6,7 triliun. Badan Pemeriksa Keuangan adalah pihak pertama yang didengar keterangannya. Sementara itu, di depan Istana Wakil Presiden di Jalan Medan Merdeka Selatan, mahasiswa dengan berbagai bendera organisasi melakukan aksi menuntut Wapres Boediono mundur sementara. Teriakan pengunjuk rasa sayup-sayup terdengar di kamar kerja Wapres. Namun, Boediono tidak di sana. Pada saat yang sama, seusai membuka Festival Dalang Bocah Tingkat Nasional 2009, ia asyik menikmati pergelaran wayang kulit berjudul Pembebasan Eka Cakra. Lakon itu dimainkan selama 22 menit oleh dalang cilik kelas I SMP asal Desa Cakul, Kecamatan Jongko, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, Wuwus Nanang Galih Carito. Boediono mengaku sejak kecil menggemari wayang kulit. Ia terlihat tenang menyaksikan suguhan wayang kulit itu. Ia juga sempat bercerita, sejak kecil di kota kelahirannya, Blitar, Jatim, dia rajin menonton wayang. Ketika itu tidak ada hiburan yang murah kecuali wayang kulit. ”Setiap pagi saya dibangunkan oleh ayah, sekitar pukul 02.00, untuk menonton wayang. Ayah saya melarang apabila menonton wayang semalam suntuk. Jadi, saya menonton ketika hari mulai terang,” katanya. Lemah lembut Menurut Ketua Umum Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) Pusat Ekotjipto, Boediono menjadikan Yudhistira (Puntadewa) sebagai ikon dalam kehidupan sehari-harinya. Yudhistira adalah putra tertua Pandawa, ikon kebaikan dan kebenaran yang lemah lembut serta berhati-hati jika berbicara. Yudhistira tak pernah menginjak tanah, terkecuali berbohong. Humas Pepadi Pusat Bambang Asmoro menjelaskan, lakon Pembebasan Eka Cakra berkisah soal kejahatan dan angkara murka yang dikalahkan kebaikan budi. Epos ini mengisahkan negeri yang dikuasai raksasa pemakan manusia, Prabu Baka. Setiap hari di negeri Eka Cakra, rakyat harus menyiapkan seorang manusia sebagai santapan Prabu Baka. Tiba giliran keluarga Demang Widrapa harus menyerahkan korban. Seluruh anggota keluarga itu ingin berkorban sehingga mereka kesulitan untuk menentukannya. Di tengah kesulitan itu, Pandawa berkunjung dan bermalam di rumah Widrapa. Masalah ini diketahui Pandawa. Dewi Kunti, ibu Pandawa, meminta Yudhistira mengutus Bima (Bratasena) menjadi korban untuk menggantikan keluarga Widrapa. Bima yang memiliki senjata kuku Pancanaka justru bisa membunuh Prabu Baka. ”Cerita ini bermakna tolong-menolong dan balas budi. Angkara murka bisa dikalahkan oleh kebenaran dan kebaikan,” ujar Bambang. ”Prabu Baka adalah simbol keserakahan. Yudhistira yang mengutus Bratasena adalah simbol kebaikan dan kebenaran,” tuturnya. Apakah kisah itu terkait kisah Boediono yang kini terbelit kasus Bank Century? ”Wah, itu urusan politik. Jangan dikaitkan dengan pewayangan,” kata Bambang. (har), Kompas, 19/12/09] --------- Belajar dari kasus kebijakkan ekonomi yang dampaknya menguras energi dan waktu para pejabat publik negeri ini, bahkan sebelum 100 hari kerja terlewati. Menuju Indonesia sejahtera, maju dan bermartabat. Best Regards, Retno Kintoko
Alarm Gempa [ERDBEBEN Alarm] Sedia Bibit Ikan Patin SONETA INDONESIA <www.soneta.org> Retno Kintoko Hp. 0818-942644 Aminta Plaza Lt. 10 Jl. TB. Simatupang Kav. 10, Jakarta Selatan Ph. 62 21-7511402-3