http://www.suarapembaruan.com/index.php?modul=news&detail=true&id=13145
2010-01-18 Pansus Century, Kuda Perang atau Keledai? Toto Sugiarto Publik berharap proses dalam Pansus Hak Angket Century menjadi arena peperangan menumpas korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Harapannya, anggota Pansus memiliki semangat membara, berperang melawan perilaku merugikan negara, sehingga berproses seperti larinya kuda perang yang mengeluarkan api dari gesekan telapak kakinya, dan menghamburkan debu dari derap langkahnya yang gesit. Apakah analogi tersebut telah tergambar dalam langkah-langkah Pansus yang hampir sampai pada puncaknya tersebut? Dipanggilnya Pimpinan PPATK, Pimpinan BPK, Wakil Presiden Boediono dan mantan pimpinan BI lainnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, serta Raden Pardede, memperlihatkan proses telah berjalan. Secara prosedural, telah terjadi tanya-jawab antara anggota Pansus dan pihak-pihak yang diselidiki. Namun, apakah peperangan telah terjadi? Apakah proses yang terlihat seperti panggung drama yang mungkin tanpa skrip ini telah mengarah pada tujuan yang diharapkan, yaitu membongkar korupsi, kejahatan perbankan, dan penyalahgunaan wewenang? Adalah wajar jika publik membuncahi pansus dengan impian indah, karena selain memegang kekuasaan dan kewenangan luar biasa besar, langkah mereka tidak dimulai dari titik nol. BPK telah terang benderang mengindikasikan terjadinya korupsi, penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran aturan dalam penanganan Bank Century. Bagi BPK, kejanggalan telah terlihat sejak embrio Bank Century. Bank Indonesia terkesan memperlakukan secara khusus embrio yang cacat tersebut. Perubahan peraturan BI dari PBI No 10/26/PBI/2008 menjadi PBI No 10/30/ PBI/2008 yang mengubah persyaratan bank yang mengajukan permohonan FPJP yang sebelumnya wajib memiliki CAR minimum 8% menjadi hanya CAR positif, mengesankan adanya upaya BI memuluskan Bank Century tetap mendapat kucuran dana. Meski dikatakan Wapres Boediono bahwa PBI itu berlaku umum, namun momentumnya jelas, kebijakan tersebut diarahkan untuk menyelamatkan bank dengan asset di bawah satu persen dari asset seluruh bank di Indonesia tersebut. Keputusan dampak sistemik sehingga bank century mendapat dana penyertaan modal sementara (PMS) yang mencapai Rp 6,7 triliun, Keputusan KSSK lemah, karena hanya berdasar pada analisa kualitatif dampak psikologi pasar. Karena berangkat dari indikasi pelanggaran yang terang-benderang, hampir mustahil keputusan akhir Pansus akan berupa tidak terbuktinya berbagai pelanggaran tersebut. Langkah Pansus Beberapa langkah Pansus Century dapat dikatakan sebagai langkah yang berhasil. Pansus berhasil membuka beberapa hal yang sebelumnya berupa misteri. Keterangan Ketua BPK yang menjelaskan bahwa Bank Century cacat sejak lahir, telah menyibak misteri terluar. Ketika rapat dengan Burhanuddin Abdullah, terungkap tentang dampak sistemik. Burhanuddin menjelaskan bahwa terdapat 15 buah bank berdampak sistemik dan Century tidak termasuk di dalamnya. Akhirnya, keterangan Jusuf Kalla mematahkan premis bahwa Bank Century adalah bank berdampak sistemik yang selalu digembar-gemborkan oleh Warpes Boediono dan Menkeu Sri Mulyani. Pandangan Jusuf Kalla, yang didahului pandangan Burhanuddin Abdullah, persis menempatkan kebijakan yang telah diambil KSSK, yaitu melakukan bailout, sebagai kebijakan yang salah dan merugikan keuangan negara. Di balik keberhasilan tersebut, kinerja Pansus jauh dari optimal. Dalam setiap rapat, pertanyaan-pertanyaan anggota Pansus secara umum terkesan tidak tajam. Anggota Pansus terkesan tidak berminat mengejar keterangan pihak-pihak yang sedang diselidiki, banyak pertanyaan hanya datar saja. Ketika Wapres Boediono mengatakan bahwa PBI yang telah berubah itu berlaku untuk semua bank, tidak ada pertanyaan lanjutan yang menegaskan bahwa dari sisi momentum, meskipun perubahan PBI berlaku untuk semua, namun, kebijakan tersebut ditujukan untuk membuat Bank Century dapat menerima FPJP. Derap langkah yang tidak menimbulkan "api" mencerminkan semangat yang tidak optimal untuk memenangkan peperangan. Setiap langkah terlihat dibuat sedemikian rupa sehingga harmoni tetap tercipta. Ketika pertanyaan agak keras dilancarkan salah seorang anggota Pansus, seperti terhadap Sri Mulyani, anggota Pansus lain langsung meredam. Alih-alih seperti pasukan perang yang siap mengalahkan musuh, anggota Pansus lebih terlihat seperti sekelompok penari yang sedang menarikan tarian yang lemah-lembut. Agresif dan keras hanya terlihat di berapa bagian tarian. Fenomena lain yang muncul dari langkah-langkah Pansus adalah kesia-siaan. Imbauan agar Wapres Boediono dan Menkeu Sri Mulyani non-aktif adalah tindakan yang tidak ada gunanya. Alih-alih positif bagi pencapaian tujuan, malah melebarkan dan mengaburkan fokus perhatian. Jika dipakai analogi, Kuda perang atau keledaikah yang diperankan Pansus di panggung drama politik parlemen episode mendatang? Rakyat tentu berharap, kuda perang lah yang muncul, kuda perang yang siap menunaikan amanah membongkar kasus Century demi mencapai tujuan akhir memberantas korupsi dan penyalahgunaan jabatan. Banyak wakil rakyat lebih mengutamakan kepentingan politik pribadi. Sesungguhnya, mereka dalam keadaan merugi. Mereka membuang kesempatan yang tidak akan terulang untuk menuliskan namanya dengan tinta emas, dalam buku sejarah Indonesia dan peradaban manusia. Jika mereka mengetahui, dengan sadar mereka akan berupaya sekuat tenaga dan pikiran, menuliskan diri sebagai bagian penting dari sekelompok "kuda perang" yang berjuang memberantas korupsi dan penyalahgunaan jabatan. Penulis adalah Direktur Eksekutif Soegeng Sarjadi Syndicate