Dear Pak Wahyu,
Saya ingin konsultasi sedikit mengenai Sertifikat HGB, kami berencana
membeli sebidang kavling dari pembeli pertama tetapi dikatakan bahwa
kami tidak akan menerima Sertifikat HGB yang Asli, Sertifikat HGB asli
tersebut masih atas nama developer dan akan tetap disimpan di developer
sampai kami berencana untuk membangun, maka kami wajib mengurusnya
menjadi atas nama kami / SHM.
yang saya mau tanyakan :
apakah memang developer tidak memiliki kewajiban untuk memecah
sertifikat tersebut atas nama kami ? apakah kami selaku pembeli tidak
mendapat Sertifikat HGB dikatakan aman ?
yang kedua : di dalam PPJB disebutkan bahwa dalam waktu 1 tahun dari
tanggal penandatanganan tersebut kavling harus dibangun, tetapi di
tangan pembeli pertama selama kurang lebih 7 tahun, tidak dibangun,
yang mau saya tanyakan, apakah pasal di PPJB ini nantinya akan
menyulitkan kami sebagai pembeli kedua ? karena kami memang berencana
untuk tidak membangun dalam waktu dekat.
yang ketiga : PBB asli yang akan diserahkan oleh Pembeli pertama hanya
satu tahun , yang ada hanya bukti setoran melalui transfer BCA selama 5
tahun terakhir, apakah hal ini boleh ? (tidak memiliki PBB asli 5 tahun
terakhir)
trima kasih atas konsultasinyayuli
Jawab :
Terima kasih telah menghubungi saya ...
Pasal 24 huruf a UU No. 24 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman
menegaskan bahwasanya dalam membangun lingkungan siap bangun selain
memenuhi ketentuan pada Pasal 7, badan usaha dibidang pembangunan
perumahan wajib melakukan pematangan tanah, penataan penggunaan tanah,
penataan penguasaan tanah, dan penataan pemilikan tanah dalam rangka
penyediaan kaveling tanah matang; Artinya, mendasar pada ketentuan
tersebut maka Setelah diterbitkannya HGB induk, maka pengembang wajib
melakukan pemecahan HGB Induk menjadi HGB per kavling yang nantinya
akan diatasnamakan kepada masing-masing pembeli di setiap kavling.
Jadi, memang pada lazimnya Anda akan menerima sertifikat HGB dari
pengembang. Bahwa kemudian sertifikat HGB tersebut hendak ditingkatkan
menjadi hak milik, tentunya itu merupakan kewajiban si konsumen namun
demikian adakalanya proses peningkatan status kepemilikan tersebut
dibantu oleh developer/ pengembang (tergantung pada kebijakan
perusahaan pengembang).
Terkait dengan kondisi Anda selaku pembeli kedua, mungkin ada baiknya
Anda mencari informasi terlebih dahulu terhadap status kavling yang
akan Anda beli tersebut, sehingga dengan demikian Anda akan terhindar
dari hal-hal yang merugikan.
Terkait dengan perjanjian (PPJB), karena Anda bukan pihak yang
menandatangani, sekali lagi, Anda pertanyakan terlebih dahulu kepada
developer. Terkait dengan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dapat
dijelaskan PBB adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan
atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang
Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
nomor 12 Tahun 1994. PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam
arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu
bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subyek (siapa yang membayar)
tidak ikut menentukan besarnya pajak. Siapa saja yang menjadi Subyek
Pajak PBB ? orang pribadi atau badan yang secara nyata:
- mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;- memperoleh manfaat atas
bumi, dan atau;- memiliki bangunan, dan atau;- menguasai bangunan, dan
atau;- memperoleh manfaat atas bangunan.
Jadi, berdasarkan keterangan di atas dan dikaitkan dengan uraian
masalah, asumsi saya, si penjual belum dikatakan sebagai orang yang
memiliki hak atas kavling tersebut mengingat status jual belinya belum
sempurna (baru ada PPJB, belum memiliki HGB). Oleh karena belum dapat
dikatakan sebagai subjek yang memiliki hak atas tanah dan bangunan,
tentunya PBB atas tanah dimaksud, kemungkinan, belum keluar atau data
tanah dimaksud masih dalam daftar yang lama

--
Posting oleh NM. WAHYU KUNCORO, SH ke Konsultasi Hukum Gratis pada
5/22/2010 03:56:00 AM

Kirim email ke