Refleksi : 6 jam telepon Bandar mati, apakah situasinya mirip cerita dalam film klasik berjudul "6 Jam di Jokja".
Apakah sebelumnya tidak dipikirkan akan ada kemungkinan kejadian ini dan oleh karena itu harus ada cadangan agar komunikasi tidak terputuskan? Ataukah pihak petinggi perusahaan telopon kurang tidak diberikan gula-gula, jadi diminta dengan cara halus?. http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=860fa0a2331017c10d37a13691f6041c&jenis=c81e728d9d4c2f636f067f89cc14862c&PHPSESSID=93f0ef3bef516783bccd2ec5ec8ad297 Telepon Bandara Cengkareng Mati 6 Jam Jumat, 21 Mei 2010 | 14:01 WIB Jakarta - Saluran telepon di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, mati selama 6 jam. Akibat kasus ini bandara tidak bisa menerima panggilan telepon. Untungnya insiden matinya telepon itu tidak mengakibatkan kecelakaan pesawat. "Ya, saluran telepon mati sejak pukul 01.00 WIB dan baru normal pukul 07.00 WIB," kata Corporate Secretary PT Angkasa Pura II, Sudaryanto, Jumat (21/5). Akibat insiden ini bandara sama sekali tidak bisa mendengar suara dari lawan bicara alias mati sama sekali. "Pada dasarnya operasional tidak masalah, tapi seharusnya tidak boleh terjadi di bandara. Bandara itu kan seperti istana, VVIP," imbuhnya. Meski tidak terjadi suatu insiden akibat matinya telepon ini, dia berharap peristiwa ini tidak terjadi lagi. "Harusnya tidak boleh mati, ini menyangkut penerbangan," katanya. Pendapat senada disampaikan pengamat perhubungan, Agus Pambagio. Insiden ini sangat disayangkan karena perlakuan terhadap bandara sama seperti objek vital lainnya seperti Istana Negara. "Telekomunikasi ini terkait jaringan navigasi, traffic penerbangan dan keselamatan penerbangan," kata Agus, Jumat (21/5). Menurut dia, matinya saluran telepon berkait juga dengan keselamatan pendaratan dan keberangkatan pesawat yang melibatkan nyawa ribuan penumpang. "Kalau sampai mati bisa ribet. Bagaimana mengatur lalu lintas penerbangan? Kita bisa kena larangan terbang," katanya. Menurut Agus, bandara merupakan objek vital yang sudah sepantasnya dijaga secara luar biasa hingga saluran komunikasinya tidak terganggu. "Bandara seperti istana negara, tidak boleh sarana seperti telepon mati. Bagaimana nanti radar di bandara bisa berfungsi?" tanyanya. Akibat insiden ini, PT Angkasa Pura II melayangkan protes ke PT Telkom. Alasannya insiden itu dikhawatirkan bisa mengakibatkan peristiwa fatal seperti kecelakaan pesawat. "Kami melayangkan surat meminta penjelasan. Seharusnya tidak boleh pelayanan di Bandara mati," kata Sudaryanto. Sudaryanto juga menepis tudingan kalau matinya sambungan telepon itu karena pihak bandara belum membayar tagihan telepon. "Kami sudah bayar," tegasnya. Dia memastikan bahwa matinya sambungan telepon itu sepenuhnya bukan kesalahan pihak bandara. "Itu kesalahan Telkom, secara teknis ada di Telkom," katanya. Sementara itu Vice President Public and Marketing Communication, PT Telkom, Eddy Kurnia ketika dihubungi pukul 11.00 tadi mengaku belum mendapat laporan insiden itu. "Saya belum mendapat laporan mengenai informasi itu. Akan saya laporkan segera setelah ada data akurat yang masuk," ujarnya.dtc