Refleksi : Bagaimana kalau perusahaan atau pengusaha mempunyai partai politik untuk melindungi dan memperjuangkan kepentingannya? Bukankah dengan begitu tidak dibutuhkan biaya negara.
http://www.suarapembaruan.com/index.php?detail=News&id=18988 2010-06-09 Wacana Pembatasan Jumlah Partai Politik Parpol Jangan Dibiayai Negara [JAKARTA] Dana partai politik (parpol) tak perlu bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau daerah (APBN/APBD). Tujuannya agar parpol memiliki kemandirian. Di sisi lain, parpol tidak menginginkan pencantuman saldo awal sebagai salah satu syarat pendirian parpol. Demikian rangkuman wawancara SP dengan sejumlah perwakilan parpol yang duduk di DPR, Selasa (8/6) malam dan Rabu (9/6) pagi. Parpol diminta pendapatnya mengenai pembatasan jumlah parpol dengan pengetatan persyaratan pendirian parpol baru. Menurut Sekretaris Fraksi Partai Golkar (FPG), Ade Komarudin, perbaikan kualitas parpol akan membawa Indonesia memasuki tahap konsolidasi demokrasi karena itu pengetatan syarat parpol adalah keharusan. Tujuannya pengetatan bukan hanya untuk membatasi munculnya partai baru tetapi lebih pada kewajiban yang seharusnya dilakukan parpol terhadap masya-rakat. Partai besar mendukung wacana pembatasan jumlah partai politik (parpol) di Indonesia dengan memperketat syarat pendirian parpol. "Demokrasi kita dari 1997 sampai sekarang masih tetap berkutat dengan transisi. Kapan kita bisa masuk tahap konsolidasi demokrasi kalau tidak melakukan perubahan. Salah satunya lewat penyederhanaan dan perbaikan kualitas parpol denan memperketat syarat pendirian parpol," katanya. Ade menegaskan, parpol didirikan bukan hanya untuk ikut Pemilu atau Pilkada, tetapi menjadi wadah aspirasi dan juga memberi pendidikan politik bagi rakyat. Namun, yang terlihat sekarang, banyak parpol muncul saat pemilu. Setelah itu, tidak terdengar apa yang dilakukan sebagai parpol baik dalam peta politik maupun di tengah- tengah masyarakat.Dia mengatakan, sebelum masuk pada pembahasan revisi UU Parpol, seluruh parpol harus menyepakati satu hal yaitu membawa Indonesia memasuki tahap konsolidasi demokrasi. Setelah itu, baru syarat-syarat parpol bisa diatur dengan berlandaskan pada peningkatan kualitas. "Misalnya, besaran parliamentary threshold berapa atau syarat lainnya," kata Ade.Sedangkan Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDI-P Arief Wibowo mengatakan, peningkatan syarat pendirian parpol sangat penting untuk mendapatkan parpol yang kuat dan kokoh ke depan.Hal senada juga dikatakan Ketua DPP PKS, Mahfudz Siddiq. Menurutnya, ketentuan yang paling penting diperketat bukan syarat parliamentary threshold, tapi syarat partai politik untuk mengikuti pemilu. Misalnya, partai dalam undang-undang bersifat nasional, itu berarti untuk ikut pemilu parpol harus punya kepengurusan di setiap provinsi dan kabupaten/kota," kata Mahfudz. Selain itu, harus ada jeda waktu pendirian parpol sebelum ikut pemilu. Selama jeda itu parpol harus menjalankan fungsi dan tugasnya seperti melakukan pendidikan politik, komunikasi politik, advokasi politik bagi masyarakat dan sebagainya. "Jeda waktunya paling tidak lima tahun. Jadi kalau hari ini orang bikin parpol, dia baru bisa ikut pemilu periode berikutnya, bukan berdirinya satu atau dua tahun sebelum pemilu," ujar Mahfudz. Dia menambahkan, dari sisi kepengurusan partai politik juga harus jelas. Artinya, tidak hanya sekadar memasukan nama alias di atas kertas, tetapi dicatat oleh Kementerian Dalam Negeri. Pengalaman Pemilu kemarin kan bisa disebut crash programme, satu tahun menjelang pemilu baru bikin partai. Itu yang kemudian banyak partai-partai berguguran di tengah jalan," katanya. Sementara itu, Ketua DPP Partai Hanura Teguh Samudera mengatakan, jika konsisten dengan reformasi yang ingin menumbuhkembangkan demokrasi di Indonesia maka tidak perlu ada pembatasan parpol. Hal itu dinilai dapat melanggar hak asasi manusia (HAM)."Ada kekhawatiran partai besar, kekuasaannya akan tergoyah. Publik sudah bosan dengan karakternya yang kurang perhatian terhadap rakyat," ujarnya. Apalagi, tambahnya, dengan adanya batasan yang sekarang berlaku maka jumlah massa mengambang masih sekitar 30 persen. Mengenai persyaratan untuk mendirikan parpol yang diusulkan masuk dalam revisi UU Parpol, sepanjang bisa diterima secara akal sehat dan proses demokratisasi hak rakyat terakomodasi maka tidak menjadi masalah. Dukungan Secara terpisah, pakar politik dari Universitas Indonesia, Boni Hargens menyatakan cara efektif mengurangi jumlah parpol, selain menaikkan PT, juga memperketat syarat pendiriannya. Misalnya, setiap parpol harus memiliki deposito ratusan miliar sampai triliunan rupiah, memiliki kepengurusan minimal di 80 persen dari jumlah provinsi, serta mencantumkan ideologi parpol, yakni kanan, tengah, atau kiri. Untuk menciptakan iklim demokrasi yang kondusif dan stabil, lanjutnya, diperlukan aturan baru mengenai partai lokal, sehingga di tingkat nasional cukup ada lima parpol dan partai kecil lainnya dialihkan menjadi partai lokal yang bernaung pada satu partai nasional. Senada dengannya, pengamat politik Cecep Hidayat mengatakan pemerintah mesti memperketat syarat pendirian parpol. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas parpol. "Setelah reformasi bergulir, banyak parpol baru yang secara fakta tidak siap untuk menjadi parpol. Demokrasi sudah dibisniskan," katanya. Beberapa langkah untuk memperketat pendirian parpol adalah jumlah anggota yang diperbesar dan PT juga dinaikkan. Penyederhanaan sistem kepartaian sangat penting, sehingga parpol yang dipilih mempunyai kompetensi untuk menangkap, menyalurkan aspirasi, dan menjalankan komitmen politik rakyat. Rektor Universitas Islam Negeri Jakarta, Komarudin Hidayat menyatakan perlu ada pembatasan jumlah parpol supaya demokrasi berjalan dengan baik. Sebab, yang terpenting adalah aturan bahwa parpol harus memiliki gagasan yang jelas dan mewakili aspirasi rakyat, sehingga jumlahnya langsung dibatasi cukup 10 parpol saja. [J-11/D-12/NOV/W-12]