Refleksi : Kalau dana ini berada di seberang jalan (Bank Mutiara), mengapa 
dibutuhkan waktu hampir sekian lama baru diketahui?  Jadi pertanyaannya ialah : 
Apakah uang yang ditransfer adalah recehan dan oleh karena itu sulit dicari 
tahu sumbernya dan penerimanya mempunyai ribuan konto dengan berbagai nama. 

Jangan-jangan sengaja ditaruh atas dasar kongklikong untuk bisa dinyatakan 
bahwa sebahagian duit  BC sudah ditemukan, jadi penguasa rezim bersih dosa di 
mata umum.

http://www.suarapembaruan.com/index.php?detail=News&id=19719

2010-06-18
LPS: Dana Century Rp 3,5 T Kembali


SP/Alex Suban
Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Firdaus Djaelani (kanan) 
didampingi Kepala Divisi Penjaminan LPS Poltak L Tobing berdialong dengan 
jajaran redaksi Suara Pembaruan dan Investor Daily di kantor Redaksi Investor 
Daily, Jakarta, kamis (17/6)

[JAKARTA] Potensi dana eks pemegang saham Bank Cen-tury -kini menjadi Bank 
Mutiara- yang bisa ditarik kembali mencapai Rp 3,5-4 triliun. Dengan demikian, 
bila kelak Bank Mutiara dijual, nilainya bisa melebihi suntikan dana Lembaga 
Penjamin Simpanan (LPS) senilai Rp 6,7 triliun. Hal itu diungkapkan CEO LPS 
Firdaus Djaelani saat berkunjung ke redaksi Investor Daily di Jakarta, Kamis 
(17/6).


Firdaus menjelaskan, LPS dan manajemen Bank Mutiara telah menginventarisasi 
dana lebih dari Rp 7 triliun milik eks pemegang saham Century. Mereka adalah 
Robert Tantular dengan dana senilai Rp 2-3 triliun yang tersimpan di dalam 
negeri serta Rafat Ali Rizvi dan Hesham Al-Warraq Rp 3 triliun yang berada di 
luar negeri. Selain itu, terdapat dana Rp 1,3 triliun di Dresdner Bank.
"LPS menargetkan separuh dana milik para eks pemegang saham tersebut bisa 
ditarik kembali sehingga ekuitas Bank Mutiara bisa mencapai Rp 4 triliun," kata 
Firdaus. Dengan asumsi harga bank dua kali dari ekuitas, maka hasil penjualan 
Bank Mutiara sudah bisa menutup dana yang disuntikkan oleh LPS ke Bank Century 
sebesar Rp 6,7 triliun.


Dana-dana tersebut kini telah diblokir dan berada dalam sengketa perdata maupun 
pidana. Khusus kekayaan milik Rafat dan Hesham di lu- ar negeri senilai Rp 3 
triliun, Pemerintah Indonesia telah menjalin kerja sama dengan 13 negara 
melalui perjanjian mutual legal assistance. Pemerintah 13 negara tersebut telah 
memblokir dana Rafat dan Hesham. Untuk dapat mencairkan dana itu, Rafat dan 
Hesham yang menjadi tersangka harus dinyatakan bersalah melalui vonis 
pengadilan. Keduanya kini tengah menjalani sidang secara in absentia di Jakarta.


LPS, kata Firdaus, membuka pintu damai jika Hesham dan Rafat hendak membayar 
kerugian Bank Century.  Firdaus mengungkapkan pula, meski ada perbaikan laba 
dalam dua bulan terakhir, tingkat kredit bermasalah (NPL) Bank Mutiara masih 
tinggi. NPL bruto masih 34,5% sedangkan NPL netto sebesar 5,6%. LPS selaku 
pemilik 99% lebih saham Mutiara mendesak manajemen untuk menurunkan NPL yang 
tinggi.

Kevakuman Payung Hukum
Pada bagian lain, Firdaus Djaelani mengungkapkan adanya kevakuman payung hukum 
bila terjadi bank kolaps seperti Bank Century. Hal ini mengingat UU Jaring 
Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) yang telah dibahas pemerintah dan DPR belum 
juga rampung.
Hal itu menimbulkan konsekuensi adanya keraguan dari pihak otoritas untuk 
menentukan sikap jika ada bank yang kolaps. Firdaus menyatakan, pihak otoritas 
tak mau disalahkan lagi seperti pada kasus penyelamatan Bank Century.


Dalam kondisi normal atau tidak krisis, pemerintah masih bisa menggunakan UU 
LPS untuk menyelamatkan bank yang bangkrut. Tapi, bila kolapsnya bank terjadi 
pada saat krisis, mau tidak mau harus menggunakan UU JPSK. Menurut Firdaus, 
seandainya di Indonesia terjadi krisis dan ada bank gagal bersifat sistemik, 
langkah darurat yang akan dilakukan adalah mengubah draf RUU JPSK menjadi 
perppu.


Menyinggung tentang rencana pendirian Otoritas Jasa Keuangan, Firdaus 
menegaskan, LPS sangat berkepentingan OJK segera dibentuk. Sebab, dengan adanya 
pengawasan bank oleh lembaga independen seperti OJK, akan semakin banyak 
informasi detail soal bank yang bisa dihimpun LPS. "Informasi ini sangat 
penting bagi LPS untuk mengetahui profil risiko bank-bank yang kita jamin," 
katanya.


Firdaus mengakui pendirian OJK akan menambah beban perbankan. Sebab, ada 
kemungkinan bank harus membayar iuran atau premi atas pengawasan yang dilakukan 
OJK. "Mungkin tarif preminya seperempat dari premi yang harus dibayar bank ke 
LPS sebesar 2 permil," ungkapnya. [ID/M-6]

Reply via email to