http://hariansib.com/?p=131240#more-131240

"KEAJAIBAN DUNIA" DI TELUK BALIKPAPAN
Posted in Pumpunan by Redaksi on Juli 20th, 2010 
Oleh Iskandar Zulkarnaen

Provinsi Kalimantan Timur selama ini dikenal karena mempunyai sejumlah kawasan 
konservasi yang memiliki keanekaragaman hayati (bio-diversity) luar biasa. 
Sebut saja, misalnya, Taman Nasional Kayan Mentarang yang menjadi taman 
nasional terluas di Indonesia mencapai 1,2 juta hektare yang menyimpan 
keanekaragaman hayati untuk hutan tropis ekosistem dataran tinggi terlengkap di 
Pulau Borneo.


Kawasan itu melintasi dua wilayah administratif sekitar 60 persen wilayahnya di 
Kabupaten Malinau dan sisanya di Kabupaten Nunukan. Aktivitas penjarahan hutan 
dan penyelundupan kayu mengancam kawasan itu karena berbatasan langsung dengan 
Sabah dan Serawak, Malaysia Timur. Kawasan ini tidak hanya menjadi penting bagi 
ekologis akan tetapi juga ilmu pengetahuan, khususnya bidang sejarah dan 
arkeologi karena sejumlah kawasan ditemukan situs manusia purba termasuk 
"lungun" batu atau peti mati bertangkup seperti perahu.


Di Kaltim juga terdapat kawasan konservasi Bukit Gajah Berau yang berdasarkan 
penelitian primatolog baru-baru ini menunjukan strategisnya kawasan itu, yakni 
menjadi habitat yang memiliki populasi Orangutan (Pongo pygmaeus) terbanyak 
ketimbang Taman Nasional Kutai (TNK). Semua daerah di Kaltim (14 kabupaten dan 
kota) terdapat sejumlah kawasan konservasi yang memiliki keunikannya 
masing-masing. Namun, sayangnya rata-rata mengalami kerusakan sangat parah. 
Salah satu contoh adalah kasus yang menimpa TNK, padahal kawasan itu 
disebut-sebut sebagai "benteng terakhir hutan tropis basah dataran rendah di 
Kaltim.


Dari luas total TNK mencapai 198.000 Ha, ternyata luas yang tersisa akibat 
berbagai kasus antara lain bencana kebakaran hutan dan lahan, penjarahan hutan 
dan pembukaan lahan ilegal menyebabkan kawasan suaka alam yang ada sejak 
Kesultanan Kutai itu kini hanya 4.500 Ha.


Di tengah-tengah pasimistis terhadap upaya pelestarian alam di Kaltim, salah 
satu faktornya adalah kesan saling lempar tanggung jawab antara pemerintah 
daerah dengan pemerintah pusat, seorang peneliti asing mengungkapkan 
keanekaragaman hayati luar biasa di Teluk Balikpapan.
Keunikan yang diungkapkan Stanislav Lhota, ilmuwan dari Departemen Zoologi, 
Universitas South Bohemia Republik Chechnya itu bak menyingkap tirai di depan 
mata bahwa ada kawasan konservasi yang dekat kawasan perkotaan namun seperti 
terlupakan. Kawasan Teluk Balikpapan terletak hanya beberapa kilometer dari 
pusat Kota Balikpapan, jadi tidak seperti rata-rata kawasan konservasi di 
daerah lain di Kaltim yang biasanya jauh dari pusat kota.


Stanislav Lhota mengungkapkan bahwa kelestarian alam pada perairan Teluk 
Balikpapan menjadi sangat strategis karena ternyata masih ditemukan Duyung 
(Dugon dugon), padahal ada anggapan masyarakat umum bahwa mamalia laut itu 
sudah punah di kawasan selatan Kaltim.
"Saat ini duyung di Teluk Balikpapan dalam kondisi terancam. Ancaman utama 
adalah hilangnya padang lamun yang merupakan pakan utama duyung. Padang Lamun 
menghilang karena sedimentasi dan polusi kimia," kata menerangkan.


Ia memaparkan bahwa sebenarnya keberadaan satwa laut paling langka di Indonesia 
pada Teluk Balikpapan diketahui beberapa tahum silam oleh para ilmuwan. "Pada 
1996 telah diusulkan bahwa dugong telah punah di Kalimantan. Tapi empat tahun 
kemudian, pada tahun 2000 ditemukan kembali oleh Yayasan RASI (Rare Aquatic 
Species Indonesia) di Teluk Balikpapan," imbuh dia.
Ancaman utama bagi kelestarian Duyung, katanya menambahkan adalah padang lamun 
menghilang di Teluk Balikpapan diduga akibat terjadinya sedimentasi dan polusi 
kimia. Salah satu sumbernya adalah hadirnya perusahaan perkebunan sawit, PT. 
Agro Indomas di Kelurahan Pemaluan dan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara.


Perusahan tersebut telah menanam sawit di sepanjang pesisir dan tepian sungai 
dan anak sungai, padahal sesuai peraturan di Indonesia tindakan perusahaan itu 
adalah ilegal untuk menanam sawit di zona penyangga di sepanjang pantai dan 
tepi sungai.


Pesut dan Bekantan
Kelestarian Teluk Balikpapan tersebut menjadi begitu penting di mata ilmuwan 
dari Republik Chehnya itu karena menyimpan "keajaiban dunia", yakni bukan hanya 
terdapat Duyung namun juga ditemukan Pesut Mahakam dan menjadi kawasan penting 
bagi bekantan, yakni mewakiliki lima persen dari populasi primata langka 
tersebut di dunia.


Ada anggapan bahwa Pesut Mahakam selama ini hanya terdapat pada tiga belahan 
dunia, yakni Sungai Mahakam, Sungai Irawady dan Sungai Mekong. Satwa ini 
diketahui sebelumnya hidup pada ekosistem air tawar (sungai). Ternyata, Pesut 
Mahakam berhasil juga ditemukan di Teluk Balikpapan padahal dengan ekosistem 
air asin (laut). Satwa langka yang menjadi maskot Kaltim itu ternyata juga 
kemudian ditemukan di Sungai Malinau (Kaltim). Populasi Pesut di Teluk 
Balikpapan sekitar 60-140 ekor. Muara Tempadung merupakan habitat yang sangat 
penting bagi pesut, sebagai daerah pencarian ikan dan migrasi.


Tidak jauh berbeda dengan nasib Duyung, Pesut Mahakam di Teluk Balikpapan 
terancam baik oleh nelayan, aktivitas kapal-kapal perusahaan, serta kegiatan 
pembangunan pelabuhan perusahaan batu bara dan pengeboran pipa perusahaan 
Migas. Pengeboran pipa Migas diperkirakan bisa menimbulkan kerusakan permanen 
pada telinga pesut. Padahal indra ini bermanfaat dalam menentukan lokasi 
mencari makanan.


"Pesut mencari dan menangkap ikan dengan cara echolocation (sonar) dan jika 
telinga mereka rusak mereka tidak dapat menemukan makanan. Kegiatan pengeboran 
pipa sangat berbahaya bagi pesut," katanya.
Pada fase konstruksi dermaga seharusnya perusahaan wajib untuk menggunakan 
"bubble jaket" atau "bubble curtain" (tirai gelembung) dan program monitoring 
pesut selama konstruksi pelabuhan. Tirai gelembung berfungsi sebagai saringan 
suara dan secara signifikan mengurangi gangguan pesut serta ikan," kata ilmuwan 
yang juga menggemari fotografi itu.
Selain itu, monitoring pesut di lokasi pemasangan dan pipa harus memastikan 
bahwa operasi pancang berhenti kapan saja ketika pesut muncul dalam radius 500 
m. Perhatian juga diperlukan supaya tidak mengganggu Pesut selama waktu operasi 
perusahaan. Ia menilai bahwa seharusnya Kapal harus tidak diizinkan untuk masuk 
atau meninggalkan dermaga selama waktu Pesut terantisipasi melewati Pulau 
Balang dan mencari ikan di Muara Tempadung.


Keberadaan Pesut Mahakam di pesisir selatan Kalimantan Timur itu sebenarnya 
bukan hanya yang baru karena sudah diketahui oleh peneliti dari Belanda serta 
anggota tim Proyek Pesisir beberapa tahun silam. Namun, pemerintah pusat maupun 
pemerintah selama ini agaknya kurang begitu perduli dengan upaya-upaya untuk 
pelestarian lingkungan di kawasan pesisir Balikapapan dan Panajam Paser Utara 
itu. Stanislav Lhota menyarankan agar semua pemerintah daerah (Pemkot 
Balikpapan) konsisten dalam menjalankan berbagai program lingkungan sesuai 
peraturan di Indonesia.


Lima Persen Populasi
Kerusakan lingkungan baik pada perairan maupun daratan di Teluk Balikpapan 
ternyata akan membawa dampak luas bagi upaya menjaga keanekaragaman hayati di 
kawasan itu karena ternyata kawasan hutan mangrovenya menjadi habitat Bekantan 
(Nasalis larvatus) dengan populasi cukup banyak.


Hasil survei Stanislav Lhota sejak 2006 menemukan di Teluk Balikpapan terdapat 
populasi Bekantan mencapai 1.400 ekor. Artinya, lengkap sudah "keajaiban dunia" 
di kawasan Teluk Balikpapan karena hadirnya 1.400 ekor Bekantan (sekitar 1.000 
ekor di pesisir Kabupaten Penajam Paser Utara dan 400 ekor di pesisir 
Balikpapan) mencerminkan populasi lima persen dari total satwa langka itu di 
berbagai belahan dunia.


Ia memaparkan bahwa di berbagai belahan dunia terdapat 25.000 populasi bekatan. 
Jika perkiraan ini benar, itu berarti bahwa bekantan di Teluk Balikpapan 
mewakili lima persen dari seluruh populasi di seluruh dunia. Kawasan lain yang 
menjadi habitat satwa ini umumnya di pesisir Pulau Borneo, antara lain Sabah 
dan Sarawak (Malaysia) dan Brunei Darussalam. Ancaman hutan bagi primata langka 
itu adalah kian menyusutnya hutan bakau di Teluk Balikpapan, anatara lain 
dampak dari mega-proyek pembangunan Jembatan Pulau Balang. Kegiatan itu akan 
mengisolasi bakau pesisir dari Hutan Lindung Sungai Wain (Hutan Lindung Sungai 
Wain) yang menjadi habitat Bekantan.


Hadirnya sejumlah perusahaan sawit dan batu bara di kawasan itu menjadi salah 
satu faktor yang menjadi ancaman serius bagi Bekantan akibat pembukaan lahan 
mangrove baik untuk pembangunan pabrik, lahan usaha dan dermaga. Direktur 
Ekskutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kaltim, Isal Wardhana 
menilai bahwa perlu sikap tegas pemerintah dalam upaya pelestarian Teluk 
Balikpapan yang menyimpan keanekaragaman hayati luar biasa itu. "Tidak ada 
alasan bagi pemerintah daerah maupun pusat untuk saling lempar tanggung jawab 
dalam pelestarian kawasan itu dengan dalih ketidakjelasan masalah wewenang," 
papar dia.


Ia menilai bahwa tidak ada alasan pemerintah untuk menggunakan dalih saling 
lempar tanggung jawab atas wewenang dalam pengelolaan lingkungan karena 
peraturan untuk sektor ekologis itu kini sudah lengkap, mulai dari UU No. 5 
Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP 
(Peraturan Pemerintah) No. 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan 
Pelestarian Alam (Lembaran Negara Tahun 1998 No. 132 dan Tambahan Lembaran 
Negara No. 3776).


"Kini sudah ada UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan 
Lingkungan Hidup, masalahnya tinggal kemauan pemerintah untuk menerapkan bagi 
berbagai pihak atau kegiatan yang merusak lingkungan," katanya. Ia menambahkan 
bahwa pemerintah mungkin saja selama ini berdalih mengalami hambatan serius 
untuk mengamankan hutan dan kawasan konservasi dengan alasannya wilayahnya 
susah terjangkau karena berada di pedalaman dan perbatasan. "Namun, kini tidak 
ada alasan lagi untuk segera menyelamatkan Teluk Balikpapan karena kenyataannya 
kawasan ini berada di depan mata," ujar dia menambahkan.


Tampaknya, jika pemerintah tidak mampu mengatasi ancaman kerusakan lingkungan 
di Teluk Balikpapan yang menjadi habitat berbagai jenis satwa langka di dunia, 
khususnya Duyung, Pesut Mahakam dan Bekantan maka dalam beberapa tahun ke depan 
kawasan yang menyimpan "keajaiban dunia" itu tinggal menjadi kenangan

<<postheaderend.gif>>

Kirim email ke