Selamat Siang Pak Wahyu, maaf mengganggu kesibukan Bapak,

Saya mau tanya tentang pemutusan kontrak kerja karyawan outsourcing
bidang penyedia jasa tenaga kerja, apabila berakhirnya kontrak
perusahaan outsourcing tersebut dengan perusahaan pemberi kerja
(perusahaan induk).
Sebagai informasi bahwa, karyawan perusahaan outsuorcing diikat dengan
Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) dan telah bekerja selama
12 bulan. Dan perusahaan outsourcing tersebut akan melakukan
pembayarkan hak-hak karyawannya akibat berakhirnya kontrak perusahaan
outsourcing tersebut dengan perusahaan pemberi jasa sebagai berikut :
1. Pesangon : 2 x Upah sebulan (Gaji Pokok + Tunjangan Tetap.)
2. Komp. Perumahan dan Kesehatan : 15% dari Pesangon
3. Tunjangan Cuti Tahunan : 1 x Upah Sebulan (Gaji Pokok + Tunjangan
Tetap.)
4. THR : Proporsional (dihitung berdasarkan jumlah bulan setelah
pemberian THR lebaran sebelumnya.)
Yang ingin saya tanyakan adalah :
- Apakah pembayaran hak-hak karyawan yang dilakukan oleh perusahaan
outsoucing di atas dibenarkan menurut aturan ketenaga kerjaan yang
berlaku?
- Adakah kaitannya PHK yang dilakukan perusahaan Outsourcing tersebut
dengan Undang-undang No. 13 tahun 2003 khususnya pasal 163 ayat. 2,
mengingat pekerjaan yang telah dilakukan oleh perusahaan outsourcing
(pertama) belum selesai sehingga Perusahaan Pemberi Kerja (perusahaan
induk) melakukan tender lagi namun pemenangnya adalah perusahaan
outsourcing lainnya (kedua) dan sebahagian besar karyawan perusahaan
outsourcing pertama melanjutkan bekerja dengan perusahaan outsourcing
kedua. Terima kasih.
Hormat saya,
Muk
Jawab :
Pasal 163 ayat (2) UU No. 13 Tahun 2003 menyatakan, Pengusaha dapat
melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena
perubahan status, penggabungan, atau peleburan perusahaan, dan
pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh di perusahaannya, maka
pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan
Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan
dalam Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan
dalam Pasal 156 ayat (4).

Dari isi ketentuan diatas, meskipun dalam bagian penjelasan Pasal 163
sdh dikatakan cukup jelas, dapat dipahami bahwasanya ketentuan Pasal
163 adalah PHK dalam hal perusahaan melakukan merger atau akuisisi dan
perusahaan dengan status baru tersebut tidak mau menerima karyawan yang
lama. Jadi dikaitkan dengan persoalan yang Bapak ajukan, asumsi saya,
penghitungan PHK dengan dasar Pasal 163 adalah tidak tepat, baik secara
hukum maupun berdasarkan faktanya. Kenapa ? karena perusahaan tersebut
tetap ada (berdiri) dan status perusahaan tidak mengalami perubahan.

Oleh karena status perusahaan tidak berubah, tetapi karena perusahaan
tidak mendapat orderan yang baru mungkin seharusnya PHK yang dilakukan
harus mendasarkan pada ketentuan Pasal 164 ayat (3) UU No. 13 Tahun
2003 tentang PHK dengan alasan efisiensi.

"Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap
pekerja/buruh karena
perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun
berturut-turut atau bukan
karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan
efisiensi, dengan
ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali
ketentuan Pasal
156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan
Pasal 156 ayat (4)"


--
Posting oleh NM. WAHYU KUNCORO, SH ke Konsultasi Hukum Gratis pada
8/12/2010 05:05:00 PM

Kirim email ke