sumber :http://suaramerdeka.com/harian/0601/15/nas04.htm

MUI TOLAK KERAS PENERBITAN MAJALAH PLAYBOY

JAKARTA - Setelah Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Hasyim Muzadi 
dan juru bicara Majelis Mujahidin Indonesia Fauzan Al Anshari menolak terbitnya 
majalah Playboy versi Indonesia, kini giliran Majelis Ulama Indonesia (MUI) 
menolak dengan keras rencana itu. Alasannya, majalah yang akan terbit bulan 
Maret 2006 itu hampir dipastikan berbau porno. 

Padahal, MUI sudah mengeluarkan fatwa tentang haramnya pornografi. Sementara 
itu, Rancangan Undang-Undang (RUU) Pornografi dan Pornoaksi belum selesai dan 
hingga kini masih dibahas di DPR RI.

Demikian dikatakan Ketua MUI, merangkap Ketua Komisi Fatwa, KH Ma'ruf Amin 
kepada Suara Merdeka, semalam. 

Menurut Amin, majalah yang menonjolkan aurat tidak sepantasnya dijual di 
Indonesia. ''Saya sangat tidak setuju dengan rencana itu, karena sudah hampir 
pasti itu majalah porno. Karena itu, MUI akan mengajukan protes agar majalah 
itu tidak diterbitkan dan dihentikan penerbitannya. Silakan jika akan dijual di 
Amerika Serikat atau negara-negara sekuler lainnya,'' katanya.

Sekalipun majalah tersebut rencananya hanya akan dijual kepada segmen tertentu, 
dan beberapa kalangan menganggap ''ketelanjangan'' yang ada dalam majalah versi 
aslinya merupakan seni, Amin tetap menganggap hal tersebut sudah di luar batas.

''Bagaimanapun juga, segala sesuatu harus ada batasnya. Hak asasi saja ada 
batasnya, apalagi kalau sampai menyinggung perasaan orang-orang yang beragama. 
Tap MPR No 2/2001 tentang Etika Berbangsa dan Bernegara pun belum dicabut. 
Padahal, rencana penerbitan majalah itu berlawanan dengan Tap MPR tersebut,'' 
ujarnya dengan nada meninggi.

Amin yakin, majalah tersebut akan menabrak fatwa MUI tahun 2001 tentang 
haramnya pornografi dan pornoaksi. Karena itu, tutur dia, MUI akan bereaksi 
jika Playboy sampai diterbitkan. Selain itu, Amin memperkirakan, majalah 
tersebut juga bertentangan dengan konsep RUU Pornografi dan Pornoaksi yang 
sedang dibahas di DPR.

Lihat Dahulu

Sementara itu, anggota Komisi VIII (bidang agama, sosial, dan pemberdayaan 
perempuan) Tiurlan Basaria Hutagaol merasa perlu melihat terlebih dahulu format 
dan materi Playboy. Dia akan menolak jika majalah itu ternyata hanya memamerkan 
aurat. Apalagi kriteria yang ditetapkan dalam RUU Pornografi dan Pornoaksi 
sudah ditetapkan.

''Kita kan belum tahu apa isi dari majalah itu. Kalau isi majalahnya hanya 
saru-saruan, seperti buka paha, dada dan pusar, sudah pasti itu termasuk 
pornografi dan pornoaksi. Kalau itu sampai terjadi, maka kita akan 
menolaknya,'' tegas politikus dari Partai Damai Sejahtera itu.

Namun, karena belum ada UU yang mengatur pornografi dan pornoaksi, Tiurlan 
mengaku, DPR belum bisa mengambil tindakan tegas. Namun, jika majalah tersebut 
bisa merusak moral, perlu diwaspadai. 

''Batasannya seperti apa, itu masih dalam penggodokan. Pada periode lalu, RUU 
yang dianggap RUU Malaikat itu mentok karena dianggap terlalu ketat. Karena 
itu, pada periode ini perlu lebih dimatangkan, hal-hal apa yang memang perlu 
diterbitkan menjadi UU,'' jelasnya.

Sekalipun saat ini belum ada UU yang mengatur pornografi dan pornoaksi, setiap 
media harus memperbaiki dan menyesuaikan materi yang disajikannya. Dia 
berharap, majalah itu hanya namanya saja yang Playboy, namun isinya sama sekali 
berbeda dengan versi aslinya.

''Kalau UU-nya sudah terbit, UU itu berlaku surut. Jika majalah ini hanya 
akal-akalan dan sengaja terbit pada saat belum ada UU, dia akan kena pasal,'' 
tandasnya. (sas-48v) 





===================================================================
        Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
=================================================================== 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke