Assalamu'alaikum wa rohmatullohi Ta'ala wa barokatuhu
 
Bagai Api Melalap Kayu Bakar            
Written by Abu Harun            
        

Kesuksesan dan keberhasilan yang didapatkan seseorang terkadang menimbulkan
rasa dengki bagi orang lain, baik itu temannya, tetangganya, karib
kerabatnya, maupun ... diri kita sendiri. Demikianlah, sifat dengki hampir
menjangkiti semua orang, kecuali orang-orang yang dirahmati oleh Allah
subhana wa ta'ala. Tentu saja, sebagai seorang Muslim yang mengharapkan
wajah Allah di jannah-Nya kelak, kita perlu melatih diri secara kontinu dan
konsisten, untuk membuang jauh-jauh sifat dengki dari diri kita. Sebab,
Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda:

''Jauhilah olehmu sekalian sifat dengki, karena dengki itu memakan kebaikan
seperti api melalap kayu bakar.'' (HR. Abu Dawud, no. 4257)

Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi dalam Ensiklopedi Muslim menyebutkan bahwa
ada dua jenis dengki. Pertama, dengki dengan maksud mengharapkan musnahnya
nikmat harta, ilmu, kedudukan, dan kekuasaan dari orang lain. Sebagai
gantinya, dia berharap mendapatkan semua itu. Kedua, dengki dengan maksud
mengharapkan musnahnya semua nikmat tadi dari orang lain, meskipun dia tidak
berharap mendapatkannya. Dua jenis dengki ini adalah haram hukumnya. Jadi,
seseorang tidak boleh merasa dengki terhadap orang lain. Allah subhanahu wa
ta'ala berfirman:

''Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang
telah Allah berikan kepadanya?'' (An-Nisa': 54)

''Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan
kalian kepada kekafiran setelah kalian beriman, karena dengki yang (timbul)
dari diri mereka sendiri.'' (Al-Baqarah: 109).

''Dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki.'' (Al-Falaq: 5).

Kecaman Allah subhanahu wa ta'ala di atas menunjukkan akan keharaman dan
larangan darinya. Rasulullah shalallahu alaihi wa salam juga secara tegas
melarang kita dari sifat dengki ini:

''Kalian jangan saling membenci, jangan saling dengki, jangan saling
membelakangi, jangan saling memutus hubungan, namun jadilah kalian sebagai
saudara-saudara wahai hamba-hamba Allah. Seorang Muslim tidak halal
mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari'' (muttafaqun alaih).

Dengki berbeda dengan gibthah yaitu berharap mendapatkan nikmat ilmu, harta,
dan kesehatan badan seperti yang dimiliki oleh orang lain tanpa mengharapkan
nikmat tersebut hilang dari pemiliknya, karena Rasulullah shalallahu alaihi
wa salam bersabda:

''Tidak boleh dengki kecuali kepada dua orang, orang yang diberi harta oleh
Allah kemudian memenangkannya atas kerakusannya di jalan yang benar, dan
orang yang diberi hikmah oleh Allah kemudian memutuskan persoalan dengannya,
dan mengajarkannya.'' (HR. Al-Bukhari).

Yang dimaksud dengan hikmah pada hadits di atas adalah Al-Qur'an dan
As-Sunnah.

Buah Kedengkian

Kedengkian akan menyebabkan timbulnya keinginan atau harapan agar nikmat
yang ada pada seseorang itu hilang, dengan demikian jika nikmat itu hilang
dari diri seseorang maka orang tadi akan berbahagia. Sebaliknya, jika nikmat
itu tetap ada, maka dia akan bersedih. Sikap seperti ini adalah salah satu
perangai buruk orang-orang munafik.

Selain itu, kedengkian akan membuahkan berbagai sikap jahat kepada orang
yang didengki. Seperti tidak menegurnya, memutuskan hubungan dengannya,
memalingkan wajah sebagai ungkapan untuk merendahkan, menyebarkan aibnya,
dan hal-hal yang berkaitan dengan usaha untuk menjatuhkan orang yang
didengkinya. Sikap-sikap seperti ini tentu saja tidak layak bagi seorang
muslim.

Jika Kita Jadi Sasaran Dengki

Nikmat yang diberikan oleh Allah kepada kita sedikit banyak akan menimbulkan
kedengkian. Semakin banyak nikmat, akan semakin besar pulalah kedengkian
orang lain kepada kita. Syaikh Abdul Malik Al-Qasim dalam Bagaimana Menjaga
Hati menjelaskan bagaimana semestinya sikap kita. Berikut ini uraian beliau:


Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
''Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang
lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.'' (Ali Imran: 134).

Para ahli ilmu mengatakan bahwa menurut ayat ini ada tiga tahapan dalam
menyikapi dengki, sikap pemula, sikap pertengahan, dan sikap untuk
memperoleh kebaikan, yaitu: pertama, barangsiapa yang diperlakukan tidak
baik, hendaklah ia menahan diri. Sikap ini adalah tahapan yang paling
rendah, maka ia harus menahan amarahnya tanpa disertai dendam. Kedua, yang
lebih baik dari menahan marah adalah memaafkan kesalahan orang lain, dengan
mengharap kebaikan dari Allah subhanahu wa ta'ala, yang mana sikap ini
timbul dari kesucian jiwa. Ketiga, melakukan apa yang Allah sukai yaitu
kebajikan dengan bersikap baik terhadap orang-orang yang dengki dalam bentuk
silaturahmi, mengunjunginya, menghormatinya, atau memberinya hadiah.

Di samping itu, seorang muslim juga hendaknya memiliki sikap-sikap lainnya
dalam menghadapi kedengkian orang-orang yang mendengki, yaitu:

1. Mengembalikan segala urusan kepada Allah subhanahu wa ta'ala dan taubat
dari sagala perbuatan dosa, karena sesungguhnya perlakuan orang-orang yang
tidak menyukainya terhadap dirinya, adalah karena dosa-dosa yang ia perbuat.
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

''Dan apa saja yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan
tanganmu sendiri.'' (Asy Syura: 30)

2. Bertawakal kepada Allah, karena sesungguhnya barangsiapa yang bertawakal
kepada Allah maka Allah akan mencukupi keperluannya. Tawakal adalah faktor
yang paling kuat untuk melindungi seorang hamba dari sesuatu yang tidak
mampu ia cegah, yang berupa penganiayaan dan kedzaliman manusia. Allah
subhanahu wa ta'ala berfirman:

''Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan
mencukupkan (keperluan)-nya.'' (Ath-Thalaq: 3)

3. Memohon perlindungan kepada Allah serta membaca doa-doa dan dzikir-dzikir
yang disyariatkan, karena Allah subhanahu wa ta'ala telah memerintahkan Nabi
shalallahu alaihi wa salam untuk berlindung kepada Allah dari kejahatan
orang yang dengki ketika ia mendengki.

4. Merendahkan diri di hadapan Allah dengan disertai permohonan agar Allah
menjaga dan memelihara kita dari kejahatan musuh-musuh dan orang-orang yang
mendengki.

5. Bersikap adil kepada orang yang mendengki dan tidak berbuat buruk
terhadapnya untuk membalas keburukannya, tetap memenuhi hak-haknya serta
tidak berbuat aniaya terhadapnya karena perbuatannya.

6. Berbuat baik kepadanya, dan jika semakin besar kejahatan dan
kedengkiannya maka semakin berbuat baiklah kita kepadanya, dengan demikian
sikap kita terhadapnya adalah nasihat untuknya.

7. Bersikap kasih sayang kepadanya, mudah-mudahan Allah memberi petunjuk
kepadanya dan menjaga kita dari kejahatannya.

Para Salaf dalam Memandang Dengki

Marilah kita melihat bagaimana para salaf, generasi awal umat ini, memandang
dengki. Mu'awiyah berkata: ''Tidak ada sifat jahat yang lebih bijaksana
daripada kedengkian, yang mana kedengkian itu akan membunuh orang yang
dengki sebelum kedengkian itu sampai kepada orang yang didengkinya.'' Beliau
juga berpesan kepada anaknya: ''Wahai anakku, jauhilah sifat dengki, karena
sesungguhnya kedengkian itu akan menimpa pada dirimu sendiri sebelum menimpa
pada musuhmu.''

Ibnu Sirin berkata: ''Aku tidak pernah mendengki seorang manusia pun karena
urusan duniawi, sebab jika ia termasuk ahli Surga, mengapa pula aku
mendengkinya karena urusan duniawi, padahal urusan duniawi adalah hina di
Surga? Dan jika ia termasuk ahli Neraka, mengapa pula aku mendengkinya
karena urusan duniawi padahal ia akan menuju ke neraka?''

Abdullah bin Al-Mu'taz berkata: ''Orang yang mendengki adalah orang yang
marah terhadap orang yang tidak berdosa, bakhil terhadap sesuatu yang tidak
ia miliki, dan mencari sesuatu yang tidak akan ia peroleh.''

Dari Sufyan bin Dinar, ia berkata: Aku berkata kepada Abu Basyar:
''Beritahukan kepadaku tentang apa yang dilakukan orang-orang sebelum
kita.'' Abu Basyar berkata: ''Mereka melakukan pekerjaan yang ringan akan
tetapi mereka mendapat pahala yang banyak''. Sufyan berkata: ''Mengapa bisa
demikian?'' Abu Basyar menjawab: ''Karena hati mereka bersih.''

Seperti itulah sikap mereka, generasi yang masih dekat dengan cahaya
nubuwah. Sungguh jauh dengan keadaan kita saat ini.

Agar Hati Tidak Terjangkiti Dengki

Syaikh Abdul Malik Al-Qosim memberikan beberapa resep agar hati kita tidak
terjangkiti dengki, yaitu:

1. Ikhlas

Dari Zaid bin Tsabit radhiallahu 'anhu ia berkata: Rasulullah shalallahu
alaihi wa salam bersabda:
''Ada tiga hal yang mana hati seorang mukmin tidak akan merasakan dengki,
yaitu: ikhlas beramal, memberi nasehat kepada para pemimpin, tetap
berjama'ah bersama barisan kaum muslimin, karena doa mereka melindungi siapa
yang ada di belakang mereka.'' (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Al-Hakim).

Sebagaimana diketahui bahwa barangsiapa yang mengikhlaskan agamanya untuk
Allah subhanahu wa ta'ala, maka ia tidak akan memendam di dalam dirinya
perasaan terhadap sausdara-saudaranya sesama muslim kecuali kasih sayang
yang murni. Ia akan bergembira jika mereka mendapatkan kesenangan dan ia
akan sedih jika mereka tertimpa musibah, baik dalam urusan dunia maupun
akhirat.

2. Ridha kepada Allah dan hatinya penuh dengan keridhaan

Tentang sikap ridha ini, Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata: ''Ia akan
membukakan pintu keselamatan bagi yang melakukannya, karena keridhaan itu
dapat menjadikan jiwa seseorang bersih dari kecurangan, iri dan dengki, dan
sesungguhnya tidak ada orang yang dapat lolos dari siksaan Allah kecuali
mereka yang datang kepada Allah dengan hati yang bersih. Adalah mustahil
hati menjadi bersih bila disertai kebencian dan tidak ada keridhaan, semakin
besar keridhaan seseorang maka semakin bertambah bersihlah hatinya. Iri,
dengki dan curang adalah perbuatan yang selalu mengiringi kemarahan,
sementara hati yang bersih dan baik selalu mengiringi keridhaan. Begitu pula
dengan dengki, ia adalah buah dari kemarahan, sebagaimana hati yang bersih
adalah buah dari sikap ridha.

3. Membaca Al-Qur'an dan Menghayatinya

Membaca Al-Qur'an adalah obat dari segala macam penyakit, orang yang
terhalang dari rahmat Allah subhanahu wa ta'ala adalah orang yang tidak
berobat dengan Al-Qur'an, Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

''Katakanlah: Al-Qur'an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang
yang beriman.'' (Fushshilat: 44).

Dan allah juga berfirman:
''Dan kami turunkan dari Al-Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat
bagi orang-orang yang beriman.'' (Al-Isra': 82).

Berkata Ibnul Qoyyim rahimahullah tentang ayat ini: ''Yang benar adalah
bahwa kata 'dari' di dalam ayat ini adalah untuk menerangkan macam atau
jenis dan bukan menunjukkan uangkapan 'sebagian'''. Allah juga berfirman:

''Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabbmu dan
penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada.'' (Yunus: 57).

Maka Al-Qur'an merupakan formula penyembuhan yang sempurna untuk berbagai
penyakit hati maupun tubuh, dan sekaligus sebagai obat penyakit dunia maupun
penyakit akhirat.

4. Ingat Hisab di Akhirat

Kita harus ingat akan perhitungan amal dan siksaan yang akan didapat oleh
mereka yang menyakiti kaum muslimin yang disebabkan oleh keburukan jiwa dan
perangainya, yaitu berupa iri, dengki, menggunjing, mengadu domba,
mengolok-olok, dan sebagainya.

5. Do'a

Hendaknya seorang hamba selalu berdoa kepada Allah subhanahu wa ta'ala agar
menjadikan hatinya bersih terhadap saudara-saudaranya, dan juga berdoa untuk
kebaikan dirinya. Inilah jalan yang ditempuh oleh orang-orang shalih.

''Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka
berdoa: 'Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang
telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan
kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman Ya Rabb kami,
sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang'.'' (Al-Hasyr: 10)

6. Bersedekah

Karena sedekah dapat membersihkan hati dan mensucikan jiwa, oleh karena itu
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman kepada Nabi Muhammad shalallahu alaihi
wa salam:

''Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka.'' (At-Taubah: 103).

Nabi shalallahu alaihi wa salam bersabda:
''Obatilah orang yang sakit di antara kamu dengan bersedekah.''

Sesungguhnya orang sakit yang lebih berhak untuk diobati adalah yang
menderita penyakit hati, dan hati yang paling berhak untuk itu adalah hati
kita sendiri yang ada dalam diri kita.

7. Menjalin Ukhuwah Islamiyah

Kita harus ingat bahwa orang yang kita tiupkan racun kedalam dirinya adalah
saudara muslim, bukan orang Yahudi, bukan pula Nashrani. Kita dan saudara
kita yang muslim telah disatukan dalam ikatan Islam, mengapa pula kita
menyakitinya?.

8. Menyebarkan Ucapan Salam

Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu ia berkata: Rasulullah shalallahu alaihi
wa salam bersabda: 
''Demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, sesungguhnya kalian
tidak akan masuk Surga hingga kalian beriman, dan kalian belum dikatakan
beriman (dengan sempurna) sebelum kalian saling mencintai, maukan aku
tunjukkan kepada kalian suatu perbuatan yang jika kalian lakukan, maka
kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam diantara kalian.'' (HR
Muslim).

Berkata Ibnu Abdil Barr rahimahullah: ''Hadits ini menunjukkan bahwa salah
satu keutamaan mengucapkan salam adalah dapat menghilangkan rasa saling
membenci dan dapat menciptakan rasa saling mencintai.''

Kisah Penutup

Untuk menutup pembahasan masalah ini, ada satu kisah menarik yang bisa
dijadikan sebagai ibrah bagi kita. Dari Anas bin Malik radhiallahu 'anhu ia
berkata: Saat itu kami sedang duduk bersama Rasulullah shalallahu alaihi wa
salam, lalu beliau bersabda: ''Akan muncul kepada kalian sekarang ini
seseorang dari penghuni Surga.''

Lalu datanglah kepada kami seorang pria dari golongan kaum Anshar yang
janggutnya basah kena air wudhu dan kedua alas kakinya dibawa oleh tangannya
yang sebelah kiri. Keesokan harinya beliau bersabda dengan sabda yang
serupa, lalu datang orang itu lagi sebagaimana datang pertama kali. Begitu
pula pada hari ketiga beliau bersabda dengan sabda yang sama pula, lalu
datang orang itu seperti keadaan pertama.

Kemudian ketika Nabi shalallahu alaihi wa salam berdiri, maka Abdullah bin
Amr bin 'Ash mengikuti orang tersebut (untuk melihat apa yang dikerjakan
agar dapat diteladani). Abdullah berkata (kepada orang tersebut): ''Sungguh
aku bertengkar dengan ayahku, lalu aku bersumpah tidak akan masuk ke rumah
selama tiga hari, jika engkau mempersilahkanku menginap di rumahmu selama
itu, maka akan aku lakukan''. Ia menjawab: ''Ya''.

Anas berkata: ''Selanjutnya Abdullah menginap di rumahnya selama tiga malam
berturut-turut untuk memperhatikan apa yang dilakukan orang itu. Abdullah
bin Amr tidak pernah melihatnya bangun malam, hanya saja jika ia terjaga
atau membalikkan badan dalam tidurnya ia menyebut nama Allah subhanahu wa
ta'ala, dan bertakbir kepada Allah lalu sampai ia bangun untuk shalat
Shubuh. Abdullah berkata: ''Hanya saja aku tidak pernah mendengar darinya
kecuali yang baik.''

Setelah berlalu tiga hari, dan aku hampir mencela perbuatannya
(memperhatikan orang tersebut), aku berkata: ''Wahai hamba Allah, sebenarnya
aku dan ayahku tidak bertengkar, tidak juga saling mendiamkan, tapi aku
mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda tentangmu sampai
tiga kali: 'Akan muncul kepada kalian sekarang ini seseorang dari penghuni
Surga', lalu engkaulah yang muncul saat itu, maka aku ingin di rumahmu agar
aku bisa melihat perbuatanmu sehingga aku bisa meneladaninya, namun aku
tidak melihatmu melakukan banyak amal, lalu apa sebenarnya yang menjadikan
dirimu seperti apa yang disabdakan Rasulullah shalallahu alaihi wa salam
tentangmu?''

Orang itu menjawab: ''Tidak ada yang aku lakukan kecuali seperti apa yang
engkau lihat.'' Abdullah berkata: Ketika aku hendak pergi ia memanggilku dan
ia berkata: ''Aku tidak melakukan apa-apa kecuali seperti apa yang kamu
lihat, hanya saja aku tidak pernah menemukan dalam diriku kebencian terhadap
seorang pun di antara kaum muslimin dan tidak pernah mendengki kepada
seeorang karena kebaikan yang Allah berikan kepadanya'', maka berkata
Abdullah: ''Itulah yang menyebabkan kamu seperti apa yang Rasulullah
sabdakan, dan sikap seperti itulah yang tidak mampu kami lakukan.'' (HR
Ahmad)

Maraji':
1. Abdul Malik Al-Qosim, Bagaimana Menjaga Hati, Penerbit Darul Haq.
2. Abu Bakr Jabir Al-Jazairi, Ensiklopedi Muslim, Penerbit Darul Falah. 
        
Wassalamu'alaikum wa rohmatullohi Ta'ala wa barokatuhu
 






===================================================================
        Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
=================================================================== 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke