Selasa, 08 Agustus 2006 - 09:47:00,  Penulis :
Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah An-Nawawi

Kenalilah Dirimu, Pastikan Tujuan Hidupmu ..!
sumber: asysyariah.com


Selera dan gaya hidup seringkali tak berbanding lurus
dengan penghasilan yang diperoleh. Banyak orang yang
kemudian mengorbankan banyak hal demi berburu
kesenangan sesaat.

Banyak orang beranggapan, hidup memang untuk
dinikmati. Tak heran jika kemudian mereka berprinsip
“yang penting senang” dan bagaimana menciptakan
kehidupan yang “serba ada”. Tak peduli bagaimana
caranya. Harga diri pun siap digadaikan demi memenuhi
selera dan tuntutan gaya hidup yang dianutnya.
Sehingga karena ingin hidup senang, akhirnya terlena
untuk menimbang akibat buruk yang bakal timbul di
kemudian hari. Melupakan urusan diri sendiri padahal
diri ini dituntut memiliki kesiapan bila pada saatnya
harus kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Walhasil, banyak yang dininabobokkan dengan
‘kesenangan’ sehingga seolah tidak ada hari
perhitungan, hisab dan pertanggungjawaban di hadapan
Allah Subhanahu wa Ta'ala. Pelanggaran syariat terjadi
di mana-mana. Zina, homoseks, mabuk-mabukan, pesta
narkoba, judi, dan tindak kriminal lainnya, dilakukan
demi apa yang disebut kesenangan. Bahkan tidak kalah
besar adalah kesyirikan dan kebid’ahan yang dilakukan
untuk mencari sebentuk kesenangan. Andai saja mereka
mau belajar sejarah masa lampau dari para pendahulu
yang telah dibinasakan Allah Subhanahu wa Ta'ala tanpa
sisa karena kejahatan mereka!
Jelasnya, mereka ingin mengejar kesenangan hidup yang
bersifat sementara dan melupakan kesenangan yang abadi
di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Yang pada akhirnya
tidak mendapatkan kedua-duanya, kesenangan dunia
ataupun kesenangan akhirat.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

“Sesungguhnya Qarun termasuk dari kaum Musa, namun ia
berlaku aniaya terhadap mereka. Kami telah
menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang
kunci-kuncinya sungguh sangat berat dipikul oleh
sejumlah orang yang kuat. Ingatlah ketika kaumnya
berkata kepadanya: ‘Janganlah kamu terlalu bangga,
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
selalu membanggakan diri. Dan carilah kepada apa yang
telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat. Jangan kamu melupakan bagian
(kenikmatan) duniawi. Dan berbuat baiklah kepada orang
lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu,
dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan.’ Qarun berkata: ‘Sesungguhnya aku
diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku.’ Apakah
ia tidak mengetahui bahwasanya Allah telah
membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat
daripada dia dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan
tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa
itu tentang dosa-dosa mereka. Maka keluarlah Qarun
kepada kaumnya dalam kemegahannya, orang-orang yang
menghendaki kehidupan dunia pun berkata: ‘Sekiranya
kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada
Qarun. Sesungguhnya ia benar-benar mempunyai
keberuntungan yang besar.’ Orang-orang yang
dianugerahi ilmu berkata: ‘Kecelakaan yang besarlah
bagimu. Pahala Allah adalah lebih baik bagi
orang-orang yang beriman lagi beramal shalih, dan
tidaklah diperoleh pahala itu melainkan bagi
orang-orang yang bersabar.” Maka Kami benamkan Qarun
beserta rumahnya ke dalam bumi. Tidak ada satu
golonganpun yang menolongnya dari adzab Allah. Dan
tidaklah ia termasuk dari orang yang membela dirinya.
Jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan
kedudukan Qarun itu berkata: ‘Aduhai benarlah Allah
melapangkan rizki bagi siapa yang dikehendaki dari
hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya. Kalau Allah tidak
melimpahkan karunia-Nya kepada kita, benar-benar Dia
telah membenamkan kita pula. Aduhai benarlah tidak
beruntung orang-orang yang mengingkari (nikmat
Allah).’ Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk
orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan
berbuat kerusakan di muka bumi dan kesudahan yang baik
itu bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-Qashas:
76-83)
Siapakah yang akan selamat? Merekalah orang-orang yang
bersabar. Yaitu orang-orang yang menahan dirinya untuk
terus di atas ketaatan kepada Allah Subhanahu wa
Ta'ala, menahan diri dari bermaksiat kepada-Nya serta
siap menerima segala ketentuan Allah Subhanahu wa
Ta'ala. Juga orang-orang yang bersabar dari rayuan
dunia dan syahwatnya untuk tersibukkan dari beribadah
kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan menghalangi
mereka dari tujuan mereka diciptakan. Merekalah
orang-orang yang mengutamakan ganjaran di sisi Allah
Subhanahu wa Ta'ala daripada dunia yang fana. (Lihat
Tafsir As-Sa’di hal. 574 )
Sungguh malang nasibmu wahai saudaraku, jika kamu lupa
dan melalaikan akibat perbuatanmu. Hendaknya engkau
segera mencari jalan keluar dari perbuatanmu. Simaklah
firman Allah Subhanahu wa Ta'ala dan camkan baik-baik:

“Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan
keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya
adalah manusia dan batu. Padanya (ada) malaikat yang
keras dan kasar dan mereka tidak bermaksiat kepada
Allah terhadap segala yang diperintahkan dan mereka
melakukan segala apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim:
6)

“Dan aku tidak bisa melepaskan diriku. Sesungguhnya
nafsu itu selalu memerintahkan untuk berbuat jahat
kecuali orang yang mendapatkan rahmat dari Rabbku.
Sesungguhnya Rabbku Maha pengampun lagi Maha
Penyayang.” (Yusuf: 53)

“Apa yang menimpamu berupa kebaikan maka datangnya
dari Allah dan apa yang menimpamu berupa kejahatan
datangnya dari dirimu sendiri.” (An-Nisaa: 79)


“Dan barangsiapa melakukannya maka sungguh dia telah
mendzalimi dirinya sendiri.”(Al-Baqarah: 231)


“Sungguh telah datang kepada kalian hujjah dari Rabb
kalian. Maka barangsiapa melihatnya untuk dirinya
sendiri dan barangsiapa buta darinya atasnya dan aku
bukan sebagai penolong atas kalian.” (Al-An’am: 104)


“Katakan wahai sekalian manusia, telah datang kepada
kalian kebenaran dari Rabb kalian. Maka barangsiapa
mendapatkan petunjuk untuk dirinya dan barangsiapa
yang sesat, maka dia tersesat atas dirinya sendiri dan
Aku bukanlah pembela atas kalian.” (Yunus: 108)
Semua ayat di atas mengingatkan kepada kita akan
pentingnya memperhatikan urusan diri kita sendiri, di
mana jika berhasil maka keberhasilan untuk diri kita
sendiri dan jika merugi itu merupakan hasil usaha
kita, tidak boleh kita mengkambinghitamkan orang lain.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


“Barangsiapa menemukan (ganjaran) kebaikan maka
hendaklah dia memuji Allah dan barangsiapa mendapatkan
selainnya janganlah dia mencela melainkan dirinya
sendiri.”1
Al-Imam Al-Baghawi rahimahullahu di dalam Tafsir-nya
menjelaskan: “Berkata Atha’ dari Ibnu Abbas:
‘Tinggalkanlah segala perkara yang dilarang Allah dan
lakukan segala amal ketaatan’.” Al-Qurthubi
menjelaskan: “Allah memerintahkan untuk menjaga dirimu
dan keluargamu dari api neraka.”
At-Thabari di dalam Tafsir-nya menjelaskan:
“Ajarkanlah orang lain ilmu yang akan bisa menjaga
kalian dari api neraka dan ilmu itu akan menjaga
mereka dari neraka bila mereka mengamalkannya dalam
bentuk mentaati Allah dan melakukan (segala bentuk)
ketaatan (yang lain) kepada Allah.”
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di menjelaskan: “Menjaga
diri artinya konsisten di atas perintah Allah dan
larangannya dengan cara menjauhinya dan bertaubat dari
segala yang akan mendatangkan kemurkaan dari Allah dan
adzab-Nya.” Beliau juga mengatakan: “Apa yang
menimpamu berupa kejelekan karena dirimu artinya
karena dosa-dosa dan usahamu.”
Ketahuilah bahwa jiwa selalu berada dalam salah satu
dari dua keadaan.
Pertama: Sibuk dalam ketaatan kepada Allah Subhanahu
wa Ta'ala.
Kedua: Tersibukkan oleh nafsunya (dari ketaatan kepada
Allah Subhanahu wa Ta'ala).
Karena bila jiwa itu tidak disibukkan, dia akan
menyibukkan. Dan jika didapati ada yang akan
meluruskannya niscaya akan menjadi lurus. (Nasihati
Lin Nisa` hal. 19 karya Ummu Abdillah, putri
Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i)

Bimbinglah Dirimu dan Berjuanglah!
Ibnul Qayyim di dalam Zadul Ma’ad (1/9) mengatakan:
“Jihad memiliki empat tingkatan; yaitu jihad melawan
diri sendiri, jihad melawan setan, jihad melawan
orang-orang kafir, dan jihad melawan kaum munafiqin.
Jihad melawan diri sendiri ada empat tingkatan:
Pertama: Berjihad agar diri ini mau mempelajari
petunjuk dan kebenaran, di mana tidak ada kemenangan
dan kebahagiaan di dalam kehidupan dunia dan akhirat
kecuali dengannya. Dan jika dia tidak memiliki ilmu,
akan celaka dunia dan akhirat.
Kedua: Berjihad agar mau mengamalkan ilmunya setelah
dia berilmu. Sebab bila ilmu tidak dibarengi dengan
amal, jika tidak memudharatkan maka tidak akan
bermanfaat.
Ketiga: Berjihad untuk mendakwahkan ilmunya dan
mengajarkan orang yang tidak mengetahui. Jika dia
tidak mengajarkannya niscaya dia termasuk orang-orang
yang menyembunyikan petunjuk dan keterangan yang telah
diturunkan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Juga, ilmunya
tidak akan bermanfaat dan tidak akan menyelamatkan dia
dari adzab Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Keempat: Berjihad agar bersabar terhadap segala beban
berat dalam dakwah dan dari segala gangguan manusia,
serta menanggung semuanya itu karena Allah Subhanahu
wa Ta'ala.
Jika keempat hal ini secara sempurna ada pada diri
seseorang, niscaya dia termasuk Rabbaniyyun. Karena,
ulama salaf sepakat bahwa seorang yang alim tidak
pantas disebut Rabbani hingga dia mengetahui
kebenaran, mengamalkan dan mengajarkannya kepada orang
yang tidak mengetahui. Barangsiapa belajar dan
mengajarkannya lalu dia mengamalkannya, itulah orang
yang memiliki kedudukan di hadapan seluruh makhluk.”
Dalam kesempatan lain, Ibnul Qayyim (1/6) menjelaskan:
“Tatkala jihad melawan musuh dari luar merupakan
bagian dari (berjihad melawan) musuh dari dalam diri
kita, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam (yang artinya): “Seorang mujahid adalah
orang yang menjihadi dirinya di jalan Allah Subhanahu
wa Ta'ala dan orang yang berhijrah adalah orang yang
meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah
Subhanahu wa Ta'ala”, (berdasarkan hal ini) maka
berjihad melawan diri sendiri lebih didahulukan dari
melawan musuh dari luar diri kita, dan berjihad
melawan diri sendiri merupakan muara dan landasan
perjuangan. Karena barangsiapa tidak berhasil melawan
diri sendiri dalam babak pertama agar dia melaksanakan
segala apa yang diperintahkan dan meninggalkan yang
dilarang serta tidak memeranginya di jalan Allah
Subhanahu wa Ta'ala, dia tidak mungkin melawan musuh
yang datang dari luar. Bagaimana dia akan mampu
melawan musuh dari luar dan melepaskan diri darinya,
sementara musuh yang ada di antara dua lambungnya
mengalahkan dan menguasai dirinya, serta tidak dia
lawan dan perangi di jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala?”

Kiat Menuju Kemenangan Diri
a. Bersemangat mencari ilmu

“Maka berilmulah tentang bahwasanya tidak ada
sesembahan yang benar melainkan Allah dan mintalah
ampun (kepada-Nya ) dari dosamu.” (Muhammad: 19)


“Allah telah mempersaksikan tentang kalimat La ilaha
illallah dan berikut para Malaikat (ikut
mempersaksikan) dan orang-orang yang berilmu,
(bersaksi) dengan penuh keadilan dan tidak ada
sesembahan yang benar melainkan Dia yang Maha Mulia
dan Bijaksana.” (Al-Baqarah: 18)


“Barangsiapa yang Allah inginkan untuk mendapatkan
kebaikan, Allah faqihkan di dalam Agama.”2


“Barangsiapa menempuh jalan dalam rangka menuntut ilmu
maka Allah akan mudahkan jalannya menuju surga.”3


“Menuntut ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim.”4

Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi dan
sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan
dirham, namun mereka mewariskan ilmu. Dan barangsiapa
mengambil warisan tersebut berarti dia telah mengambil
bagiannya yang terbanyak.”5

b. Memanfaatkan waktu luang dan kesehatan yang
diberikan Allah
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

“Demi masa. Sesungguhnya seluruh manusia dalam keadaan
merugi. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal
shalih dan orang-orang yang saling menasihati dalam
kebenaran dan kesabaran.” (Al-‘Ashr: 1-3)

“Sungguh telah beruntung orang-orang yang beriman.
Yaitu orang-orang yang khusyu’ di dalam shalat mereka.
Dan orang yang berpaling dari segala yang melalaikan.”
(Al-Mu`minun: 1-3)


“Dan bersegeralah kalian menuju pengampunan Rabb
kalian dan menuju surga yang luasnya (seluas) langit
dan bumi yang dipersiapkan bagi orang-orang yang
bertakwa.” (Ali ‘Imran: 133)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


“Termasuk kebagusan agama seseorang yaitu dia
meninggalkan segala yang tidak bermanfaat.”6


Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma berkata:
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
“Dua nikmat yang kebanyakan orang melalaikannya:
Nikmat sehat dan waktu luang.”7


Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu ia berkata: telah
bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai dari
pada mukmin yang lemah, akan tetapi setiap (dari
mukmin yang kuat dan lemah) memiliki kebaikan,
bersemangatlah untuk melakukan segala yang bermanfaat
buatmu dan minta tolonglah kepada Allah dan jangan
bermalas-malasan.”8


Dari Abi Bazrah Al-Aslami radhiallahu 'anhu ia
berkata: dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda: “Tidak akan tergelincir kedua kaki pada hari
kiamat sehingga ditanya: “Tentang umurnya di mana dia
habiskan, tentang ilmunya apa yang diperbuat, tentang
hartanya dari mana dia peroleh dan ke mana dia
pergunakan dan tentang jasadnya di mana dia
hancurkan.”9


Dari Abdullah bin ‘Umar radhiallahu 'anhuma ia
berkata: “Rasulullah memegang pundakku lalu berkata:
‘Jadilah kamu di dunia seakan-akan orang asing atau
penelusur jalan.” Ibnu Umar berkata: ‘Bila kamu berada
di sore hari maka jangan kamu menunggu sampai
datangnya pagi hari dan bila kamu berada di pagi hari
jangan menunggu datangnya sore hari dan ambillah
(kesempatan masa sehatmu) sebelum datang (masa)
sakitmu dan hidupmu sebelum datang matimu.”10
c. Berakhlak mulia
Dengarkan pengajaran Luqman kepada anaknya, dalam
firman Allah (yang artinya):
“Sesungguhnya Kami telah memberikan hikmah kepada
Luqman, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah, dan
barangsiapa bersyukur kepada Allah maka sesungguhnya
dia bersyukur untuk dirinya. Dan barangsiapa tidak
bersyukur maka sesungguhnya Allah Maha Kaya dan
Terpuji. Ingatlah ketia Luqman berkata kepada anaknya:
“Hai anakku, janganlah kamu menyekutukan Allah.
Sesungguhnya menyekutukan Allah adalah kedzaliman yang
paling besar.” Dan Kami telah perintahkan kepada
manusia (berbuat baik) kepada kedua orang tuanya (di
mana) ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah
yang bertambah-tambah dan meyapihnya dalam dua tahun.
Bersyukurlah kamu kepada-Ku dan kepada kedua orang
tuamu hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya
memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu
yang kamu tidak memiliki pengetahuan tentangnya, maka
janganlah kamu menaati keduanya dan pergauilah
keduanya di dunia dengan baik dan ikutilah jalan
orang-orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya
kepada-Kulah kembalimu. Maka Aku akan beritahukan
kepadamu apa yang kamu telah kerjakan. Luqman berkata:
‘Hai anakku, sesungguhnya jika ada satu perbuatan
seberat biji sawi berada dalam batu atau ada di langit
atau di bumi, niscaya Allah akan mendatangkan
pembalasannya. Sesungguhnya Allah Maha halus lagi Maha
mengetahui. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah
manusia mengerjakan yang baik dan mencegah dari yang
jelek. Bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu
sesungguhnya yang demikian itu adalah termasuk hal-hal
yang diwajibkan atasmu. Dan janganlah kamu memalingkan
mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah
kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu di dalam
berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya
seburuk-buruk suara adalah suara keledai.” (Luqman:
12-19)

Nasihat Indah Ibnul Qayyim
Barangsiapa tidak mengenal dirinya, mana mungkin dia
mengenal penciptanya. Ketahuilah, Allah telah
menciptakan di dadamu sebuah rumah. Itulah hati. Dan
Allah telah meletakkan di dadamu singgasana untuk
mengilmui Allah yang keagungan-Nya beristiwa` padanya
dan Allah dengan dzatnya istiwa` di atas ‘Arsy-Nya,
berbeda dengan makhluk-Nya. (Bagi Allah) perumpamaan
yang tinggi dalam mengetahui-Nya, mencintai-Nya, dan
mentauhidkan-Nya beristiwa’ di atas ranjang hati, dan
ranjang permadani ridha. Allah letakkan di sebelah
kanan dan kirinya para penjaga syariat-Nya dan
peritah-perintah-Nya. Allah membukakan pintu menuju
surga rahmat-Nya, tenteram bersama-Nya dan benar-benar
berharap ingin berjumpa dengan-Nya.
Allah telah menurunkan hujan dengan siraman
firman-firman-Nya yang dengannya tumbuh wewangian dan
pepohonan yang berbuah segala bentuk ketaatan seperti
bertahlil, bertasbih, bertahmid dan mensucikan Allah.
Allah menjadikan di tengah-tengah kebun tersebut pohon
ma’rifah (pengetahuan) yang memberikan buah sepanjang
masa dengan seijin dari Rabbnya berupa cinta,
bertaubat, takut bergembira dan berusaha mendekatkan
diri kepada-Nya. Allah mengalirkan dari (celah-celah)
pohon tersebut apa yang akan menyiraminya berupa
penggalian firman-firman-Nya, memahaminya, dan
mengamalkan segala wasiat-Nya. Dan Allah
menggantungkan di dalam persinggahan tersebut, lentera
yang meneranginya dengan cahaya pengetahuan dan dengan
keimanan dan mentauhidkannya.
(Lentera) itu bersambung dari pohon yang berbarakah
dan mengandung minyak yang tidak diketahui ujung timur
dan baratnya, hampir-hampir minyaknya akan menerangi
walaupun tidak disentuh api. Kemudian Allah
melingkarinya dengan pagar yang akan mencegah segala
hama perusak yang akan masuk. Barangsiapa mengganggu
kebun, niscaya mereka tidak akan sanggup dan Allah
meletakkan penjaga dari kalangan Malaikat yang akan
menjaganya baik di waktu dia tertidur ataupun terjaga.
Kemudian Allah mengingatkan pemilik kebun dan rumah
tersebut untuk dia tinggal padanya dan selalu
membersihkan tempat tinggalnya serta segala apa yang
akan mengotorinya agar penghuninya ridha (untuk
menempatinya). Ketika dia merasakan ada sesuatu yang
mengotorinya dia berusaha untuk membersihkannya karena
khawatir jika yang menempatinya itu (tidak) mau
tinggal padanya. Aduhai betapa nikmatnya orang yang
tinggal padanya dan tempat tinggal tersebut.”
(Al-Fawa`id hal. 190)
Beberapa faidah:
1. Kenalilah dirimu.
2. Menjaga segumpal daging, yang bila baik akan
menentukan kebaikan anggota jasad dan bila rusak akan
menetukan kerusakan seluruh jasad.
3. Bila kamu menjaga dan menerima segala yang datang
dari Allah niscaya perlindungan dan pemeliharaan-Nya
akan selalu menyertaimu. Wallahu a’lam.

1 HR. Al-Imam Muslim no. 4674 dari shahabat Abu Dzar
radhiallahu 'anhu
2 HR. Al-Imam Al-Bukhari no. 69, 2884, 6768 dan Muslim
no. 1718, 1721 dari shahabat Mu’awiyah bin Abu Sufyan
radhiallahu 'anhuma
3 HR. Al-Imam Muslim no. 4867 dari shahabat Abu
Hurairah radhiallahu 'anhu
4 HR. Ibnu Majah no. 220 dari shahabat Anas bin Malik
radhiallahu 'anhu
5 HR. Al-Imam At-Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah,
Ahmad, dan Ad-Darimi dari shahabat Abu Darda`
radhiallahu 'anhu
6 HR. Al-Imam At-Tirmidzi dan Ibnu Majah. Al-Imam
At-Tirmidzi mengatakan: “Hadits ini gharib dan kami
tidak mengetahui dari hadits Abu Salamah, dari Abu
Hurairah dari Nabi melainkan dari jalan ini saja.”
7 HR. Al-Imam Bukhari no. 5933 dari shahabat Ibnu
Abbas radhiallahu 'anhuma
8 HR. Al-Imam Muslim no. 4816
9 HR. Al-Imam At-Tirmidzi no. 2341 dan diriwayatkan
dari shahabat Abdullah bin Mas’ud dan Abu Sa’id
Al-Khudri radhiallahu 'anhuma
10 HR. Al-Imam Bukhari no. 5937






===================================================================
        Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
=================================================================== 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke