Ada yang menarik dari perjumpaan presiden Perancis dan Amerika Serikat di New York disela-sela pertemuan organsisasi masyarakat Eropa, enam pekan lalu. Sebuah koran Yahudi, Maarev, mengutip para pejabat Israel, mengungkapkan ada sejumlah bukti yang menguatkan beberapa kemungkinan jika negaranya berinisiatif menyerang pusat aktifitas nuklir Iran. Ketika itu Chirac tak bisa menyembunyikan keterkejutannya saat Bush menegaskan "bila itu memang benar akan menyerang, saya mengerti apa yang terjadi". Jika isu tersebut benar, ini pertanda Israel tidak cuma duduk manis di kursi belakang dan mengesampingkan file proyek nuklir Iran milik koalisi Barat seperti digemborkan AS dan Israel selama ini. Kemudian asumsi Beberapa asumsi kemudian timbul, misalnya: ada 'kebersamaan langkah' diantara kedua negara, ada deal 'salingpengertian' untuk menggolkan target dan sasaran, atau ada kerjasama rahasia untuk menabuh genderang perang. Beberapa para pengamat militer meyakini bahwa kemampuan militer Barat jauh lebih besar daripada kemampuan militer Israel karena banyaknya target serangan yang harus dijangkau dalam satu waktu. Alasan lain karena gempuran terhadap satu target harus dilakukan beberapa kali untuk menegaskan bahwa serangan telah mengenai sasaran. Media massa Timur Tengah bahkan menegaskan akibat kekalahannya dalam perang 40 hari melawan Lebanon, Israel menagih Paman Sam agar melipatgandakan bantuan senjata pengebor dan bom-bom penghancur. Harian Ahram yang terbit di Kairo menulis "jika permintaan itu terkabul, mereka dengan mudah dapat meluluhlantakkan beberapa target di atas kedalaman lima lapis persenjataan di bawah tanah Hizbullah serta menghancurkan seluruh infrastruktur kelompok Syiah itu." Namun ternyata bom-bom itu nyata-nyata sudah berada di genggaman Israel saat ini. Bush tak pernah ragu mengirimkan segala bentuk senjata -apapun saja bentuknya-, karena misi ditangani sendiri oleh Israel. Sebab Bush sudah kadung menderita dengan situasi sulit di Irak dan didera cobaan berat menghadapi Korea Utara yang tetap bandel melancarkan tes nuklir. Segala kemungkinan bisa terjadi. Lebih dari segala 'kemungkinan' itu ialah tindakan nyata Ehud Olmert yang langsung merombak kabinetnya dengan merekrut Avigdor Lieberman, tokoh kanan radikal dari Partai Yisrael Beitenu (FYI: Lieberman saat ini juga mengetuai Native Agency yang bertanggungjawab atas hubungan Israel dan komunitas Yahudi di bekas negara-negara Uni Sovyet). Lieberman dipercaya Olmert khusus untuk menangani "urusan-urusan strategis" menghadapi masalah ambisi nuklir Iran. Lieberman yang baru bergabung pada pemerintahan Olmert pada Oktober lalu itu kemudian menuntut tindakan militer terhadap Iran "sebelum nasi jadi bubur". Prediksi akan terjadinya perang baru di timur tengah antara Isral dan Iran semakin kuat setelah Olmert menegaskan berulang-ulang bahwa proyek nuklir Iran merupakan ancaman utama eksistensi Israel. Benar-benar Ancaman Seperti diungkapkan media, program pengayaan uranium Iran menggunakan alat sentrifugal (alat pengurai) P-1 yang berputar pada kecepatan supersonik untuk mengurai elemen yang terkandung dalam biji uranium. Namun sebagaimana dikatakan Ahmadinejad, Iran hanya melakukan penelitian dan pengembangan alat pengurai atom yang dapat membuat uranium murni yang digunakan sebagai sumber energi. Kendati begitu, uranium murni pun dapat menjadi bahan dasar untuk bom atom yang kecepatannya 2-3 kali lebih cepat daripada alat pengurai P-1 yang dikhawatirkan pihak Barat. Jika semua ini benar, maka wajar jika pemerintah Israel merasa terancam. Boleh jadi karena inilah Amerika terus-menerus memprotesnya. Di tengah protes AS, Israel, dan negara-negara Barat, Iran malah mengembangkan sebuah rudal pintar. Saat ini Iran berhasil mengujicoba satu lagi rudal supermodern buatannya yang diberinama Thaqeb. Rudal ini diluncurkan di tengah berlanjutnya latihan perang bersandi Pukulan Zulfiqar pada bulan Agustus lalu. Rudal ini berkecepatan tinggi, berdaya destruktif besar, dan bisa diluncurkan dari kapal selam. Bukan ini saja Iran melakukan unjuk kebolehan. Di tahun 2004, pemerintah Iran pernah memberitakan sedang mempersiapkan sebuah versi dari peluru kendali Shahab-3. Shahab-3 adalah sebuah misil balistik jarak-menengah (MRBM) dengan jarak 1300 km, yang dapat mencapai Israel dalam waktu sekejap. Menurut para pakar pertahanan, peluru kendali ini dapat menjangkau Israel atau pangkalan-pangkalan AS di kawasan Teluk. Israel Tak Mau Kalah Ternyata Israel sudah jauh hari mempersiapkan segala sesuatunya untuk menghabisi Iran. The Sunday Times, pada bulan Maret lalu, dalam laporannya mengungkapkan, Israel telah membuat rencana rahasia untuk menyerang secara gabungan udara dan darat ke Iran untuk menggagalkan ambisi nuklir Teheran jika tekanan diplomasi gagal menghalangi Republik Islam tersebut. Untuk mensukseskan misinya itu, Israel akan kembali menggelar 'operasi Osirak'. Operasi ini pernah dilancarkan Israel ketika berperang dengan Irak pada tahun 1981 dengan sasaran fasilitas nuklir Irak dengan serbuan udara spektakuler. Israel ketika itu mengerahkan sejumlah pesawat tempurnya, dengan melewati beberapa negara Arab musuhnya dan memupuskan harapan Bagdad untuk memiliki senjata nuklir ketika itu. Operasi Osirak mendulang sukses karena manuver-manuvernya mampu mengecoh lawan tanpa disadari. Inti keberhasilannya terletak pada tipuan radar sehingga formasi pesawat-pesawat tempur Israel dideteksi sebagai pesawat komersial berbadan lebar oleh petugas-petugas lalulintas udara Arab Saudi dan Suriah. Kunci keberhasilan lainnya, Israel sudah mempersiapkan operasi intelijen jauh sebelumnya dan memberikan tuntunan yang diberikan agen-agen Israel yang sudah berada di wilayah Irak. Operasi inilah yang akan digunakan pada perang Israel-Iran kali ini. Jenis pesawat-pesawat tempur yang akan digunakan-pun sama dengan ketika operasi Osirak, yakni pesawat F-15 yang berjangkauan jauh dan berkemampuan membawa bom dalam jumlah besar. Jika ini terjadi, maka laporan The Sunday Times tampak menjadi sesuatu yang serius. Kementerian Intelijen Iran bahkan mengungkapkan: pihaknya berhasil membongkar jaringan spionase nuklir sehingga memperkuat kebenaran dugaan Israel akan melakukan operasi Osirak jilid kedua. Karena isu ini termasuk sangat sensitif, Zaef Sheif (seorang analis strategi Israel) merasa cemas akan semakin meluasnya sentimen anti Iran, dimulai dari Ehud Olmert (perdana menteri), Bitres (menteri pertahanan), Lieberman (menteri bidang strategi), Shaul Mofaz (menteri komunikasi), hingga Ehud Barak jika bergabung dalam kabinet bentukan Lieberman. Kali ini mereka yakin perang menghadapi Iran tidak akan sesembrono perang melawan Libanon, karena kegagalan penyelesaian militer menghadapi nuklir Iran bisa jadi akan membalikkan semua parameter dan akan berbalik pada proyek nuklir Israel sendiri yang akhirnya akan menggiring pada kompromi-kompromi wilayah. Melihat segala hukum posibilitas yang melihat segala sesuatu dengan kacamata 'mungkin', maka bisa jadi perang Israel-Iran sangat dekat. Tapi kapankah itu terjadi? Tanyakan pada Olmert yang merancang. # Taufik Munir http://religiusta.multiply.com/
--------------------------------- Cheap Talk? Check out Yahoo! Messenger's low PC-to-Phone call rates. [Non-text portions of this message have been removed]