Imam Bukhari

Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia .


Imam Bukhari adalah ahli hadits yang termasyhur diantara para ahli hadits
sejak dulu hingga kini bersama dengan Imam Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi,
An-Nasai dan Ibnu Majah bahkan dalam kitab-kitab Fiqih dan Hadits, Hadits
hadits beliau memiliki derajat yang tinggi. Sebagian menyebutnya dengan
julukan Amirul Mukminin fil Hadits (Pemimpin kaum mukmin dalam hal Ilmu
Hadits). Dalam bidang ini, hampir semua ulama di dunia merujuk kepadanya.

Nama lengkapnya cukup panjang: Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin
Ibrahim bin Al-Mughirah bin Badrdizbah Al-Ju'fiy Al Bukhari. Karena lahir
di Bukhara, Uzbekistan, Asia Tengah. Ia dikenal sebagai Bukhari. Lahir 13
Syawal 194 H (21 juli 810 M). Taklama setelah lahir, beliau kehilangan
penglihatannya

Bukhari dididik dalam keluarga ulama yang taat beragama. Dalam kitab
As-Siqat, Ibnu Hibban menulis bahwa ayahnya dikenal sebagai orang yang
wara' dalam arti berhati hati terhadap hal hal yang bersifat syubhat
(ragu-ragu) hukumnya terlebih lebih terhadap hal yang haram. Ayahnya
adalah seorang ulama bermadzhab Maliki dan merupakan mudir dari Imam
Malik, seorang ulama besar dan ahli fikih. Ayahnya wafat ketika Bukhari
masih kecil.

Bukhari berguru kepada Syekh Ad-Dakhili, ulama ahli hadits yang masyhur di
Bukhara . pada usia 16 tahun bersama keluarganya, ia mengunjungi kota suci
terutama Mekkah dan Madinah, dimana dikedua kota suci itu dia mengikuti
kuliah para guru besar hadits. Pada Usia 18 tahun dia menerbitkan kitab
pertama Kazaya Sahabah wa Tabi'in, hafal kitab-kitab hadits karya Mubarak
dan Waki bin Jarrah bin Malik. Bersama gurunya Syekh Ishaq, menghimpun
hadits hadits shahih dalam satu kitab, dimana dari satu juta hadits yang
diriwayatkan 80.000 perawi disaring menjadi 7275 hadits.

Bukhari diakui memiliki daya hapal tinggi, yang diakui kakaknya Rasyid bin
Ismail. Sosoknya yang kurus tidak tinggi tidak pendek kulitnya agak
kecoklatan, ramah dermawan dan banyak menyumbangkan hartanya untuk
pendidikan.

Penelitian Hadits
Untuk mengumpulkan dan menyeleksi hadits shahih, Bukhari menghabiskan
waktu selama 16 tahun untuk mengunjungi berbagai kota guna menemui para
perawi hadits, mengumpulkan dan menyeleksi haditsnya. Diantara kota-kota
yang disinggahinya antara lain Bashrah, Mesir, Hijaz (Mekkah, Madinah),
Kufah, Baghdad sampai ke Asia Barat. Di Baghdad, Bukhari sering bertemu
dan berdiskusi dengan ulama besar Imam Ahmad bin Hanbali. Dari sejumlah
kota-kota itu, ia bertemu dengan 80.000 perawi. Dari merekalah beliau
mengumpulkan dan menghafal satu juta hadits.

Namun tidak semua hadits yang ia hapal kemudian diriwayatkan, melainkan
terlebih dahulu diseleksi dengan seleksi yang sangat ketat diantaranya
apakah sanad (riwayat) dari hadits tersebut bersambung dan apakah perawi
(periwayat/pembawa) hadits itu terpercaya dan tsiqqah (kuat). Menurut Ibnu
Hajar Al Asqalani, akhirnya Bukhari menuliskan sebanyak 9082 hadis dalam
karya monumentalnya Al Jami'al-Shahil yang dikenal sebagai Shahih Bukhari.

Banyak para ahli hadits yang berguru kepadanya seperti Syekh Abu Zahrah,
Abu Hatim Tirmidzi, Muhammad Ibn Nasr dan Imam Muslim.

Karya Imam Bukhari antara lain Al-Jami' ash Shahih yang dikenal sebagai
Shahih Bukhari, Al-Adab al Mufrad, At Tharikh as Shaghir, At Tarikh Al
Awsat, At Tarikh al Kabir, At Tafsir Al Kabir, Al Musnad al Kabir, Kitab
al `Ilal, Raf'ul Yadain fis Salah, Birrul Walidain, Kitab Ad Du'afa, Asami
As Sahabah dan Al Hibah.

Diantara guru guru beliau dalam memperoleh hadits dan ilmu hadits antara
lain Ali ibn Al Madini, Ahmad bin Hanbali, Yahya bin Ma'in, Muhammad ibn
Yusuf Al Faryabi, Maki ibn Ibrahim Al Bakhi, Muhammad ibn Yusuf al
Baykandi dan ibn Rahwahih. Selain itu ada 289 ahli hadits yang haditsnya
dikutip dalam kitab Shahih-nya

Dalam meneliti dan menyeleksi hadits dan diskusi dengan para perawi. Imam
Bukhari sangat sopan. Kritik-kritik yang ia lontarkan kepada para perawi
juga cukup halus namun tajam. Kepada Perawi yang sudah jelas kebohongannya
ia berkata, "perlu dipertimbangkan, para ulama meninggalkannya atau para
ulama berdiam di dari hal itu" sementara kepada para perawi yang haditsnya
tidak jelas ia menyatakan "Haditsnya diingkari". Bahkan banyak
meninggalkan perawi yang diragukan kejujurannya. Dia berkata "Saya
meninggalkan 10.000 hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang perlu
dipertimbangkan dan meninggalkan hadits hadits dengan jumlah yang sama
atau lebih, yang diriwayatan oleh perawi yang dalam pandanganku perlu
dipertimbangkan".

Banyak para ulama atau perawi yang ditemui sehingga Bukhari banyak
mencatat jati diri dan sikap mereka secara teliti dan akurat. Untuk
mendapatkan keterangan yang lengkap mengenai sebuah hadits, mencek
keakuratan sebuah hadits ia berkali-kali mendatangi ulama atau perawi
meskipun berada di kota-kota atau negeri yang jauh seperti Baghdad, Kufah,
Mesir, Syam, Hijaz seperti yang dikatakan beliau "Saya telah mengunjungi
Syam, Mesir dan Jazirah masing-masing dua kali, ke Basrah empat kali
menetap di Hijaz selama enam tahun dan tidak dapat dihitung berapa kali
saya mengunjungi Kufah dan Baghdad untuk menemui ulama-ulama ahli hadits."

Disela-sela kesibukannya sebagai sebagai ulama, pakar hadits, ia juga
dikenal sebagai ulama dan ahli fiqih, bahkan tidak lupa dengan kegiatan
kegiatan olahraga dan rekreatif seperti belajar memanah sampai mahir,
bahkan menurut suatu riwayat, Imam Bukhari tidak pernah luput memanah
kecuali dua kali.

Di Naisabur, Bukhara, Samarkand dan Wafatnya Beliau
Kebesaran akan keilmuan beliau diakui dan dikagumi sampai ke seantero
negeri negeri Islam. Di Naisabur, tempat asal imam Muslim seorang Ahli
hadits yang juga murid Imam Bukhari dan yang menerbitkan kitab Shahih
Muslim, kedatangan beliau pada tahun 250 H disambut meriah, juga oleh guru
Imam Bukhari Sendiri Muhammad bin Yahya Az-Zihli

. Dalam kitab Shahih Muslim, Imam Muslim menulis. "Ketika Imam Bukhari
datang ke Naisabur, saya tidak melihat kepala daerah, para ulama dan warga
kota memberikan sambutan luar biasa seperti yang mereka berikan kepada
Imam Bukhari". Namun kemudian terjadi fitnah yang menyebabkan Imam Bukhari
meninggalkan kota itu dan pergi ke kampung halamannya di Bukhara.
Seperti halnya di Naisabur, di Bukhara beliau disambut secara meriah.
Namun ternyata fitnah kembali melanda, kali ini datang dari Gubernur
Bukhara sendiri, Khalid bin Ahmad Az-Zihli yang akhirnya Gubernur ini
menerima hukuman dari Sultan Uzbekistan Ibn Tahir.

Tak lama kemudian, atas permintaan warga Samarkand sebuah negeri tetangga
Uzbekistan , Imam Bukhari akhirnya menetap di Samarkand ,. Tiba di
Khartand, sebuah desa kecil sebelum Samarkand , ia singgah untuk
mengunjungi beberapa familinya. Namun disana beliau jatuh sakit selama
beberapa hari. Dan Akhirnya meninggal pada tanggal 31 Agustus 870 M (256
H) pada malam Idul Fitri dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Beliau
dimakamkan selepas Shalat Dzuhur pada Hari Raya Idul Fitri.

-- 

Reply via email to