KEBAHAGIAAN SPIRITUAL

  Kebahagiaan spiritual adalah kebahagiaan tertinggi dalam kehidupan seseorang. 
Inilah kebahagiaan yang menyentuh jiwa paling dalam pada diri seseorang. 
Sumbernya berlimpah, dan lebih tahan lama. Bahkan ada yang menyebutnya sebagai 
kebahagiaan yang abadi.


  Sebagaimana jenis kebahagiaan individual dan sosial, kebahagiaan spiritual 
ini pun fitrah seorang manusia. Bahkan fitrah yang paling substansial. Paling 
mendasar. Inilah fitrah yang jika tidak tercapai bakal menyebabkan seseorang 
menjadi gelisah dan merasa hampa.


  Dalam istilah agama, interaksi spiritual ini disebut sebagai ibadah. Kata 
Allah di dalam Al-Qur’an, manusia memang diciptakan sebagai makhluk ibadah. 
Dengan kata lain, fitrah manusia sebenarnya adalah makhluk ibadah. Siapa saja 
yang tidak beribadah bakal gelisah dan tak bermakna.


  Ibadah bukan hanya bermakna shalat, puasa, zakat atau haji. Akan tetapi lebih 
luas dari itu. Segala perbuatan dan aktivitas kita sehari-hari bisa bermakna 
ibadah ketika kita mengaitkannya dengan Allah. Makan, tidur, bekerja, 
beristirahat, bahkan aktivitas seksual pun bisa bermakna ibadah.


  QS. Adz Dzaariyaat (51): 56-58
  Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah 
kepadaKu.


  Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak 
menghendaki supaya mereka memberi Aku makan.


  Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi 
Sangat Kokoh.


  Rentetan ayat di atas adalah penegas dari Allah, bahwa seluruh manusia ini 
diciptakan sebagai makhluk ibadah. Bahkan juga termasuk jin. Mereka yang tidak 
beribadah, berarti menyalahi fitrahnya.


  Namun harus diingat, bahwa semua itu bukan untuk kepentingan Allah. Melainkan 
untuk kepentingan kita sendiri. Allah tidak butuh apa-apa dari kita. Karena itu 
Dia menegaskan pada ayat berikutnya, bahwa Allah tidak butuh diberi makan atau 
rezeki apa pun. Justru sebaliknya, Allah-lah yang memberi rezeki kepada seluruh 
makhlukNya. Ia tidak bergantung kepada makhluk, sebaliknya makhluklah yang 
bergantung kepadaNya...


  Inilah substansi kebahagiaan spiritual itu. Dengan berinteraksi dan beribadah 
kepadaNya, maka manusia berhubungan dengan sumber segala kebutuhannya. Mulai 
dari yang paling mendasar sampai kepada yang paling artifisial. Mulai dari yang 
paling fisikal, sampai kepada yang paling bersifat kejiwaan alias psikikal.


  Bahkan makna interaksi itu jauh lebih mendalam dari sekadar jiwa-raga karena 
ia telah menyentuh dimensi ruh ilahiah yang bersemayam di dalam diri kita. Dzat 
yang berasal dari Allah itu ‘bertemu kembali’ dengan Allah di dalam interaksi 
peribadatan kita. Itulah kebahagiaan yang sejati...


  Ibarat makhluk telah kembali ke habitatnya. Atau orang bepergian yang telah 
kembali ke rumahnya. Yang muncul adalah kententraman dan kebahagiaan. Atau, 
bagai sepasang kekasih yang lama berpisah, dicengkeram kerinduan, lantas 
bertemu kembali. Sebuah kerinduan yang terobati.


  Kebahagiaan spiritual adalah kebahagiaan hakiki di bagian terdalam jiwa dan 
ruh kita. Ini bisa kita peroleh dimana saja, kapan saja, dan dari sumber apa 
saja.


  Aktivitas makan-minum misalnya, bisa memiliki makna individual, sosial, 
ataupun spiritual. Bergantung kepada bagaimana kita memaknainya. Ketika kita 
mengaitkan makan-minum dengan keberadaan dan peranan Allah dalam hidup kita, 
maka kegiatan itu pun menjadi bermakna spiritual. Kebahagiaan yang kita peroleh 
adalah kebahagiaan spiritual.


  Sebaliknya, kalau makan-minum itu hanya kita anggap sebagai kegiatan 
memasukkan zat-zat gizi ke dalam tubuh, atau sekadar menghalau rasa lapar dan 
haus, atau malah cuma bersenang-senang belaka, maka kegiatan itu pun menjadi 
bermakna sangat individual.


  Kalau pemahaman ini kita perluas, kita akan merasakan bahwa kegiatan rumah 
tangga atau hubungan-hubungan seksual kita juga bisa bermakna ibadah, dan 
memperoleh kebahagiaan yang sangat mendalam...


  Apa yang kita bahas dalam bab ini akan menjadi landasan bagi kita untuk 
membahas lebih jauh dan mendalam berbagai persoalan rumah tangga yang menjadi 
sorotan diskusi kita kali ini. Karena ternyata banyak di antara kita yang tidak 
memahami konsep dasar kehidupan yang Islami itu sehingga terjebak kepada 
pemahaman yang keliru. Termasuk dalam melakukan praktek poligami...


Kirim email ke