Assalamualaikum Wr.Wb.,

Sedikit menambahkan mengenai informasi MLM.

Saya mengutip dari buku ajar mata kuliah Hukum Perikatan Islam,
yang diterbitkan oleh Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Adapun buku ajar ini dibuat oleh para dosen pengajar Hukum Perikatan Islam 

Fakultas Hukum UI.

Semoga bermanfaat.

Wassalamualaikum Wr. Wb.



==========================================


"Bahri, Syamsul " <[EMAIL PROTECTED]> 
Sent by: daarut-tauhiid@yahoogroups.com
05/06/2007 04:38 PM

To
<daarut-tauhiid@yahoogroups.com>
cc

Subject
RE: [daarut-tauhiid] Mohon Informasi






Semoga bermanfaat


Re: BISNIS - MLM

27 October 2005 * 3:26PM +0800

by TAUFIQUR RAHMAN

Rasanya sudah beberapa kali dibahas tentang MLM dari sisi syariah. 

Berikut kami lampirkan kembali tulisan tentang hukum syara' MLM : 

==================================================================================================
 


Hukum Dua Akad dan Makelar dalam Praktek MLM 

Mengenai status MLM, maka dalam hal ini perlu diklasifikasikan berdasarkan 
fakta masing-masing. Dilihat dari aspek shafqatayn fi shafqah, atau 
bay'atayn fi bay'ah, maka bisa disimpulkan: 

1. Ada MLM yang membuka pendaftaran member, yang untuk itu orang yang akan 


menjadi member tsb harus membayar sejumlah uang tertentu untuk menjadi 
member - apapun istilahnya, apakah membeli posisi ataupun yang lain - 
disertai membeli produk. 

Pada waktu yang sama, dia menjadi referee (makelar) bagi perusahaan dengan 
cara merekrut orang, maka praktek MLM seperti ini, jelas termasuk dalam 
kategori hadits : shafqatayn fi shafqah, atau bay'atayn fi bay'ah. 

Sebab, dalam hal ini, orang tsb telah melakukan transaksi jual-beli dengan 
pemakelaran secara bersama-sama dalam satu akad. Maka, praktek seperti ini 
jelas diharamkan sebagaimana hadits di atas. 

2. Ada MLM yang membuka pendaftaran member, tanpa harus membeli produk, 
meski untuk itu orang tsb tetap harus membayar sejumlah uang tertentu 
untuk menjadi member. 

Pada waktu yang sama membership (keanggotaan) tsb mempunyai dampak 
diperolehnya bonus (point), baik dari pembelian yang dilakukannya di 
kemudian hari maupun dari jaringan di bawahnya, maka praktek ini juga 
termasuk dalam kategori shafqatayn fi shafqah, atau bay'atayn fi bay'ah. 

Sebab, membership tsb merupakan bentuk akad, yang mempunyai dampak 
tertentu. Dampaknya, ketika pada suatu hari dia membeli produk - meski 
pada saat mendaftar menjadi member tidak melakukan pembelian - dia akan 
mendapatkan bonus langsung. 

Pada saat yang sama, ketentuan dalam membership tadi menetapkan bahwa 
orang tsb berhak mendapatkan bonus, jika jaringan di bawahnya aktif, meski 
pada awalnya belum. 

Bahkan ia akan mendapat bonus (point) karena ia telah mensponsori orang 
lain untuk menjadi member. Dengan demikian pada saat itu ia menandatangani 
dua akad yaitu akad membership dan akad samsarah (pemakelaran). 

3. Pada saat yang sama, MLM tsb membuka membership tanpa disertai 
ketentuan harus membeli produk, maka akad membership seperti ini justru 
merupakan akad yang tidak dilakukan terhadap salah satu dari dua perkara, 
zat dan jasa. 

Tetapi, akad untuk mendapad jaminan menerima bonus, jika di kemudian hari 
membeli barang. Kasus ini, persis seperti orang yang mendaftar sebagai 
anggota asuransi, dengan membayar polis asuransi untuk mendapatkan jaminan 
P.T. Asuransi. 

Berbeda dengan orang yang membeli produk dalam jumlah tertentu, kemudian 
mendapatkan bonus langsung berupa kartu diskon, yang bisa digunakan 
sebagai alat untuk mendapatkan diskon dalam pembelian selanjutnya. 

Sebab, dia mendapatkan kartu diskon bukan karena akad untuk mendapatkan 
jaminan, tetapi akad jual beli terhadap barang. 

Dari akad jual beli itulah, dia baru mendapatkan bonus. Dan karenanya, MLM 
seperti ini juga telah melanggar ketentuan akad syar'i, sehingga hukumnya 
tetap haram. 

Ini dilihat dari aspek shafqatayn fi shafqah, atau bay'atayn fi bay'ah, 
yang jelas hukumnya haram. Adapun dilihat dari aspek samsarah 'ala 
samsarah, maka bisa disimpulkan, semua MLM hampir dipastikan mempraktekkan 
samsarah 'ala samsarah (pemakelarah terhadap pemakelaran). Karena justru 
inilah yang menjadi kunci bisnis multilevel marketing. 

Karena itu, dilihat dari aspek samsarah 'ala samsarah, bisa dikatakan MLM 
yang ada saat ini 

tidak ada yang terlepas dari praktek ini. 

Padahal, sebagaimana yang dijelaskan di atas, praktek samsarah 'ala 
samsarah jelas bertentangan dengan praktek samsarah dalam Islam. 

Maka, dari aspek yang kedua ini, MLM yang ada saat ini, prakteknya jelas 
telah menyimpang dari syariat islam. Dengan demikian hukumnya haram. 

Kesimpulan 

Inilah fakta, dalil-dalil, pandangan ulama' terhadap fakta dalil serta 
status tahqiq al-manath hukum MLM, dilihat dari aspek muamalahnya. 

Analisis ini berpijak kepada fakta aktivitasnya, bukan produk barangnya, 
yang ikembangkan dalam bisnis MLM secara umum. 

Jika hukum MLM dirumuskan dengan hanya melihat atau berpijak pada 
produknya - apakah halal ataukah haram - maka hal itu justru meninggalkan 
realita pokoknya, karena MLM 

adalah bentuk transaksi (akad) muamalah. 

Oleh karenanya hukum MLM harus dirumuskan dengan menganalisis keduanya, 
baik akad (transaksi) maupun produknya. Mengenai akad (transaksi) maupun 
produknya. 

Adapun dari aspek produknya, memang ada yang halal dan haram. 

Meski demikian, jika produk yang halal tsb diperoleh dengan cara yang 
tidak syar'i, maka akadnya batil dan kepemilikannya juga tidak sah. 

Sebab, kepemilikan itu merupakan izin yang diberikan oleh pembuat syariat 
(idzn 

asy-syari') untuk memanfaatkan zat atau jasa tertentu. 

Izin syara' dalam kasus ini diperoleh, jika akad tsb dilakukan secara 
syar'i, baik dari 

aspek muamalahnya, maupun barangnya. 

Dengan melihat analisis di atas maka sekalipun produk yang 
diperjual-belikan adalah halal, akan tetapi akad yang terjadi dalam bisnis 
MLM adalah akad yang melanggar ketentuan syara' baik dari sisi shafqatayn 
fi shafqah (dua akad dalam satu transaksi) atau samsarah 'ala samsarah 
(pemakelaran atas pemakelaran); pada kondisi lain tidak memenuhi ketentuan 
akad karena yang ada adalah akad terhadap jaminan mendapat diskon dan 

bonus (point) dari pembelian langsung; maka MLM yang demikian hukumnya 
adalah haram. 

Namun, jika ada MLM yang produknya halal, dan dijalankan sesuai dengan 
syariat Islam; tidak melanggar shafqatayn fi shafqah (dua akad dalam satu 
transaksi) atau samsarah 'ala samsarah (pemakelaran atas pemakelaran). 

Serta ketentuan hukum syara' yang lain, maka tentu diperbolehkan. 

Masalahnya adakah MLM yang demikian ?! 

---------------------------------------------------------- 

*) Drs. Hafidz Abdurrahman, MA , menyelesaikan S-1 di IKIP Malang jurusan 

bahasa Asing-Arab, menyelesaikan S-2 di University of Malaya, Malaysia, 

program studi Islamic Studies. 

Assyajaah 

MLM dalam literatur Fiqh Islam masuk dalam pembahasan Fiqh Muamalah atau 
bab Buyu' (Perdagangan). MLM adalah menjual/memasarkan langsung suatu 
produk baik berupa barang atau jasa kepada konsumen. 

Sehingga biaya distribusi barang sangat minim atau sampai ketitik nol. MLM 
juga menghilangkan biaya promosi karena distribusi dan promosi ditangani 
langsung oleh distributor dengan sistem berjenjang(pelevelan). 

Dalam MLM ada unsur jasa, artinya seorang distributor menjualkan barang 
yang bukan miliknya dan ia mendapatkan upah dari prosentasi harga barang 
dan jika dapat menjual sesuai target dia mendapat bonus yang ditetapkan 
perusahaan. 

Dalam MLM banyak sekali macamnya dan setiap perusahaan memiliki 
spesifikasi tersendiri. Oleh karena itu kami akan memberi jawaban yang 
bersifat batasan-batasan umum sebagai panduan bagi umat Islam yang akan 
terlibat dalam bidang MLM. 

Allah SWT berfirman: 

Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba"(QS Al Baqarah 275). 

Tolong menolonglah atas kebaikan dan taqwa dan jangan tolong menolong atas 


dosa dan permusuhan" (QS Al Maidah 2). Rasulullah SAW bersabda: 

Perdagangan itu atas dasar sama-sama ridha".(HR al-Baihaqi dan Ibnu 

Majah). 

Umat Islam terikat dengan persyaratan mereka"(HR Ahmad, Abu Dawud dan 

al-Hakim 

Diantara hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menjalankan bisnis MLM 
antara lain adalah : 

Masalah Transparansi 

Transparansi penentuan biaya untuk menjadi anggota dan alokasinya harus 
dapat dipertanggungjawabkan. Penetapan biaya pendaftaran anggota yang 
tinggi tanpa memperoleh kompensasi yang diperoleh anggota baru sesuai atau 
yang mendekati biaya tsb adalah celah dimana perusahaan MLM mengambil 
sesuatu tanpa hak. 

Transparansi termasuk dalam masalah peningkatan anggota pada setiap 
jenjang (level) dan kesempatan untuk berhasil pada setiap orang. 

Juga peningkatan posisi bagi setiap orang dalam profesi memang terdapat 
disetiap usaha. Sehingga peningkatan level dalam sistem MLM adalah suatu 
hal yang dibolehkan selagi dilakukan secara transparan, tidak menzhalimi 
fihak yang ada di bawah, setingkat maupun di atas. 

Hak dan kesempatan yang diperoleh sesuai dengan prestasi kerja anggota. 

Seorang anggota atau distributor biasanya mendapatkan untung dari 
penjualan yang dilakukan dirinya dan dilakukan down line-nya. 

Perolehan untung dari penjualan langsung yang dilakukan dirinya adalah 
sesuatu yang 

biasa dalam jual beli, adapun perolehan prosentase keuntungan diperolehnya 
disebabkan usaha down line-nya adalah sesuatu yang dibolehkan sesuai 
perjanjian yang disepakati bersama dan tidak terjadi kedholiman. 

Bukan Money Game 

MLM adalah sarana untuk menjual produk (barang atau jasa), bukan sarana 
untuk mendapatkan uang tanpa ada produk atau produk hanya kamuflase. 

Sehingga yang terjadi adalah Money Game atau arisan berantai yang sama 
dengan judi. 

Produk yang ditawarkan jelas kehalalannya 

Produk yang ditawarkan jelas kehalalannya, karena anggota bukan hanya 
konsumen barang tsb tetapi juga memasarkan kepada yang lainnya. 

Sehingga dia harus tahu status barang tsb dan bertanggung-jawab kepada 
konsumen lainnya. 

Legalisasi Syariah 

Alangkah baiknya bila seorang muslim menjalankan MLM yang sudah ada 
legalisasi syariahnya. Yaitu perusahaan MLM yang tidak sekedar 
mencantumkan label dewan syariah, melainkan yang fungsi dewan syariahnya 
itu benar-benar berjalan. 

Sehingga syariah bukan berhenti pada label tanpa arti. Artinya, kalau kita 
datangi kantornya, maka ustaz yang mengerti masalah syariahnya itu ada dan 
siap menjelaskan letak halal dan haramnya. 

Bukan Milik Musuh Islam 

Seorang muslim sebaiknya menghindari diri dari menjalankan perusahaan non 
Islam, apalagi milik yahudi, yang keuntungannya justru digunakan untuk 
MEMBUNUH saudara kita di belahan bumi lainnya. 

Meski pun pada dasarnya kita boleh bermumalah dengan non muslim, selama 
mereka mau bekerjasama yang menguntungkan dan juga tidak memerangi umat 
Islam. 

Tetapi memasarkan produk yahudi di masa ini sama saja dengan berinfaq 
kepada musuh kita untuk membeli peluru yang merobek jantung umat Islam. 

Menjaga Diri Dari Berdusta 

Hal yang paling rawan dalam pemasaran gaya MLM ini adalah dinding yang 
teramat tipis dengan dusta dan kebohongan. Biasanya, orang-orang yang 
diprospek itu dijejali dengan beragam mimpi untuk jadi milyuner dalam 
waktu singkat, atau bisa punya rumah real estate, mobil built-up mahal, 
apartemen mewah, kapal pesiar dan ribuan mimpi lainnya. 

Dengan rumus hitung-hitungan yang dibuat seperti masuk akal, akhirnya 
banyak yang terbuai dan meninggalkan profesi sejatinya atau yang kita 
kenal dengan istilah 'pensiun dini'. 

Apalagi bila objeknya itu orang miskin yang hidupnya senin kamis, maka 
semakin menjadilah mimpi di siang bolong itu, persis dengan mimpi menjadi 
tokoh-tokoh dalam dunia sinetron TV yang tidak pernah menjadi kenyataan. 

Dan simbol-simbol kekayaan seperti memakai jas dan dasi, pertemuan di 
gedung mewah atau kemana-mana naik mobil seringkali menjadi jurus 
pemasaran. 

Dan sebagai upaya pencitraan diri bahwa seorang distributor itu sudah 
makmur sering terasa dipaksakan. Bahkan istilah yang digunakan pun bukan 
sales, tetapi manager atau general manager atau istilah-istilah keren lain 
yang punya citra bahwa dirinya adalah orang penting di dalam perusahaan 
mewah kelas international. 

Padahal ujung-ujungnya hanya jualan obat. Kami tidak mengatakan bahwa trik 
ini haram, tetapi cenderung terasa mengawang-awang yang bila masyarakat 
awam kurang luas wawasannya, bisa tertipu. 

Tidak Ngawur Dalam Menggunakan Dalil 

Yang harus diperhatikan pula adalah penggunaan dalil yang tidak pada 
tempatnya untuk melegalkan MLM. Seperti sering kita dengar banyak orang 
yang membuat keterangan 'palsu' bahwa Rasulullah SAW itu profesinya adalah 
pedagang atau menjual sesuatu. 

Ini jelas eksploitasi sirah Rasulullah SAW yang perlu diluruskan. 

Yang benar adalah bahwa sebelum diangkat menjadi Nabi pada usia 40, 
Muhammad itu memang pernah berdagang ..pun ketika masih kecil pernah 
diajak berdagang. 

Namun setelah menjadi nabi, beliau tidak lagi menjadi pedagang. 

Ma'isyah beliau adalah dari harta rampasan perang / ghanimah, bukan dari 
hasil jualan atau menawarkan barang dagangan, juga bukan dengan sistem 
MLM. 

Lagi pula kalaulah sebelum jadi nabi beliau pernah berdagang, jelas-jelas 
sistemnya bukan MLM. Dan Khadidjah ra itulah Up-linenya beliau sebagaimana 
Maisarah juga bukan downline-nya. Terkait dengan itu, ada juga yang 
berdalih bahwa sistem MLM merupakan sunnah nabi. Mereka mengaikannya 
dengan dakwah berantai / berjenjang yang dilakukan oleh Rasulullah SAW di 
masa itu. 

Padahal apa yang dilakukan beliau itu tidak bisa dijadikan dalil bahwa 
sistem penjualan berjenjang itu adalah sunnah Rasulullah SAW. 

Sebab ketika melakukan dakwah berjenjang itu, Rasulullah SAW tidak sedang 
berdagang 

dengan memberikan barang /jasa dan mendapatkan imbalan materi. Jadi tidak 
ada transaksi muamalat perdangan dalam dakwah berjenjang beliau. Kalau pun 
ada reward, maka itu adalah pahala dari Allah SWT yang punya pahala tak 
ada habisnya, bukan berbentuk uang pembelian. 

Tetap Menjaga Keseimbangan Produktifitas Ummat 

Juga perlu diperhatikan bahwa bila semua orang akan dimasukkan ke dalam 
jaringan MLM yang pada hakikatnya menjadi sales menjualkan produk sebuah 
industri, maka akan matilah jiwa kreatifitas dan produktifitas ummat. 

Sebab di belakang sistem MLM itu sebenarnya adalah industri yang 
mengeluarkan produk secara massal. 

Padahal umat ini butuh orang-orang yang mampu berkreasi, mencipta, 
melakukan aktifitas seni, menemukan hal-hal baru, mendidik, memberikan 
pelayanan kepada ummat dan pekerjaan pekerjaan mulia lainnya. Kalau semua 
potensi umat ini tersedot ke dalam bisnis pemasaran, maka matilah 
kreatifitas umat dan mereka hanya sibuk di satu bidang saja 

yaitu : BERJUALAN produk sebuah industri. 

Etika Penawaran 

Salah satu hal yang paling 'mengganggu' dari sistem pemasaran langsung 
adalah metode pendekatan penawarannya itu sendiri. Karena memang disitulah 
ujung tombak dari sistem penjualan langsung dan sekaligus juga disitulah 
titik yang menimbulkan masalah. 

Biasanya para distibutor selalu dipompakan semangat untuk mencari calon 
pembeli. 

Istilah yang sering digunakan adalah prospek. Sering hal itu dilakukan 
dengan tidak pandang bulu dan suasana. Kejadiannya adalah seorang teman 
lama yang sudah sekian tahun tidak pernah berjumpa, tiba-tiba menghubungi 
dan berusaha mengakrabi sambil memubuka pembicaraan masa lalu yang 
sedemikian mesra. Kemudian melangkah kepada janji bertemu. 

Tapi begitu sudah bertemu, ujung-ujungnya menawarkan suatu produk yang 
pada dasarnya tidak terlalu dibutuhkan. 

Hanya saja karena kawan lama, tidak enak juga bila tidak membeli. Karena 
si teman ini menghujaninya dengan sekian banyak argumen mulai dari 
kualitas produk yang terkadang sangat fantastis, termasuk peluang 
berbisnis di MLM tsb yang intinya mau tidak mau harus beli dan jadi 
anggota. 

Apalagi dengan adanya iming-iming bonus yang terkesan wah, yaitu bila 
seorang mampu menjaring downline sekian banyak, maka akan dapat mobil 
mewah, liburan ke eropa, kapal pesiar dan seterusnya. 

Bahkan ada yang mengiming-imingi untuk berhenti bekerja dan pensiun dini, 
lalu cukup jadi 

sales produk MLM itu bisa dapat penghasilan puluhan juta sebulan. 

Wah, yang ini lumayan provokatif. Tapi apakah memang para calon 
distributor itu sudah paham betul sistem permainannya agar mendapat hadiah 
fantastis itu ?

Pada saat mewarkan dengan sejuta argumen inilah seorang distributor bisa 
bermasalah. 

Demikian Jama'ah PE ( Pengajian Email ) ...

Uraian dari Akh Taufiqur Rahman , semoga antum banyak mendapat manfaat 
dari-nya .

-----Original Message-----
From: daarut-tauhiid@yahoogroups.com [mailto:
[EMAIL PROTECTED] Behalf Of Arief
Sent: Thursday, May 31, 2007 4:04 PM
To: daarut-tauhiid@yahoogroups.com
Subject: [daarut-tauhiid] Mohon Informasi

Assalamu`alaikum wr wb.

Saudaraku yang membaca email ini, saya mohon diberitahukan hukumnya orang 
yang mencari nafkah dengan menjalani salah satu bisnis multi level 
marketing. Karena klo dilihat secara seksama, kita mendapatkan hasil yang 
lebih bukan semata-mata karena hasil jerih payah kita sendiri melainkan 
dibantu juga dengan jerih payah down line (keringat orang lain) di bawah 
kita. Saya tunggu informasi hukumnya. Terima kasih.

Wasalamu`alaikum wr wb.

Arief 

[Non-text portions of this message have been removed]

 

Kirim email ke