eramuslim - Seorang wanita muda bermata biru dan mengenakan jilbab 
warna merah terang nampak tekun mengikuti pembicaraan tentang Al-
Quran di sebuah perkumpulan warga Muslim, Islamic Society di 
Michiana. Wanita itu, terkadang terlihat tersenyum dan mengangguk-
anggukan kepalanya mendengarkan tiga orang wanita lain yang 
bersamanya sedang berdiskusi tentang Al-Qur'an. Di sela-sela kalimat 
bahasa Inggris yang mereka gunakan, terkadang terdengar kata 'Insha 
Allah', yang artinya 'Jika Allah Mengizinkan.'
 
Wanita muda berkerudung merah itu bernama Brandy Korman. Namun tak 
lama lagi, orang akan mengenalnya dengan nama Zahra Abaza. Korman 
yang baru berusia 21 tahun itu, menggunakan nama Islam, karena memang 
ia baru saja masuk Islam, pada musim semi 2004.
 
Kini Korman tidak lagi mengenakan setelan jeans dan sweaternya. Ia 
mengganti pakaiannya itu dengan baju Muslimah berupa baju panjang dan 
tentu saja jilbab yang kini dikenakannya. Korman bahkan berani 
memutuskan untuk menjadi istri laki-laki asal Mesir, yang selama ini 
belum pernah dikenalnya. Kehidupan yang dijalani Brandy Korman atau 
Zahra Abaza sekarang benar-benar sebuah kehidupan baru dengan 
keimanannya yang baru.
 
Peristiwa serangan 11 September yang menggegerkan rakyat Amerika 
bahkan dunia, menjadi titik awal kehidupan baru Korman. Saat itu, ia 
masih berusia 18 tahun dan seorang pemeluk agama Katolik yang taat. 
Peristiwa 11 September itu mendorongnya pergi ke Penn State 
University, di sana ia mulai mencari tahu tentang agama Islam dan 
kitab suci Al-quran Lewat mesin pencari google di internet, Korman 
mengetik kata 'Islam' dan 'Quran' dan mulai mencari informasi tentang 
dua kata itu.
 
"Saat itu, saya bukan hanya sekedar ingin tahu. Apa yang ada di 
kepala saya, 'agama macam apa yang memerintahkan pemeluknya untuk 
membunuh orang," kata Korman saat ditanya asal-muasal ia ingin 
mengenal Islam.
 
Dari situs internet, Korman beralih ke perpustakaan dan membaca buku-
buku yang memberikan informasi tentang Islam. Korman pun mulai 
membaca isi Al-Quran, 'Ribuan halaman saya baca,' katanya. Setelah 
membaca isinya, anggapan Korman bahwa Islam adalah agama yang 
mengajarkan orang untuk membunuh, justru pudar. Korman mulai memahami 
Islam ajaran Islam yang mengajarkan manusia untuk berserah diri pada 
Allah, yang melarang membunuh orang yang tidak berdosa meski atas 
nama agama, ujar Korman.
 
"Ketika saya membaca isi Al-Quran, saya tidak menemukan hal-hal yang 
tidak saya saya setujui seperti ketika saya membaca Injil," tambah 
Korman. Misalnya soal prinsip Trinitas yang selama ini selalu menjadi 
pertanyaan Korman. 
 
Kegiatan Korman mencari informasi sebanyak-banyaknya soal Islam 
sempat terhambat, karena kesibukan sekolahnya. Dalam seminggu, paling 
hanya beberapa jam saja, Korman kembali menggali informasi tentang 
Islam lewat internet. Apalagi setelah itu, Korman pindah bersama 
ibunya dari Pennsylvania ke South Bend.
 
Di South Bend inilah, Korman kembali giat mempelajari Islam, tepatnya 
sejak akhir Januari kemarin. Korman pun sering bertanya pada sejumlah 
teman kuliahnya yang Muslim di Jurusan Bisnis, Universita Indiana, 
South Bend (IUSB). Saat musim semi, Korman mengirimkan email pada 
teman kuliahnya Osama Abaza, 24 tahun, asal Alexandria, Mesir dan 
menyatakan keinginannya untuk ke masjid.
 
Korman pun mendatangi sebuah masjid milik komunitas Muslim, Islamic 
Society of Michiana di South Bend yang terletak di 3310 Hepler St. Di 
belakang mesjid, Korman berdiri mengamati warga Muslim, laki-laki dan 
perempuan sholat, berdiri, ruku dan sujud. Karena sudah mengetahui 
tentang Islam, Korman merasa nyaman berada di masjid, ia tidak 
melihat atau mendengar ucapan-ucapan yang tidak enak atas 
keberadaannya di sana dari para pengunjung masjid. Setelah itu, 
Korman pun rutin datang ke masjid setiap seminggu sekali bersama 
Abaza dan ia menanyakan banyak hal tentang Islam pada teman kuliahnya 
itu.
 
Abaza sendiri, sedang mempelajari kembali agamanya itu. Sebelum ia 
meninggalkan Mesir menuju AS sekitar 4,5 tahun lalu, Abaza boleh 
dibilang bukan seorang Muslim yang taat. Baru, pada saat tinggal di 
AS, Abaza kembali sering ke masjid. "Saya merasa membutuhkan sesuatu 
di tengah-tengah masyarakat yang terdiri dari berbagai etnis ini. 
Tidak perasaan lain yang lebih baik, selain perasaan memiliki Tuhan," 
kata Abaza. 
 
Sementara itu, Korman, setelah banyak mencari tahu soal Islam dan 
berdiskusi dengan Abaza, sekitar 3 bulan setelah melakukan kunjungan 
ke masjid, ia menyatakan masuk Islam di hadapan 2 saksi.
 
Awal Kehidupan Baru
 
Tak lama setelah Korman masuk Islam, Abaza mengundangnya makan siang 
di restaurant Olive Garden. Saat itu Korman sama sekali tidak 
berfikir bahwa ia sedang kencan, karena Abaza sudah menikah, meski 
dalam proses perceraian. Namun sepanjang makan siang itu, pembicaraan 
Abaza sudah mengarah untuk mengajaknya menikah. Dan itu terbukti 
keesokan harinya, Abaza melamarnya. Korman hanya bisa tercengang dan 
terlihat sedikit takut, biar bagaimanapun ia belum begitu mengenal 
Abaza.
 
Abaza mengatakan, lamarannya adalah hal yang sangat rasional. Dengan 
menikah, ia bisa membantu Korman menjadi seorang Muslimah yang 
diinginkannya sekaligus bisa menjadi pendamping hidupnya, jelas 
Abaza. Korman dan Abaza pun akhirnya menyiapkan pernikahan hanya 
dalam waktu dua minggu. "Kami menginginkan hal yang sama dan kami 
menuju ke arah yang sama," ujar Korman. Korman merasa Abaza bisa 
membimbingnya menjadi Muslimah yang baik. Dia, Abaza, kata Norman, 
juga punya tujuan hidup yang sama, punya anak, membesarkan dan 
mendidiknya sebagai Muslim dan tinggal di luar AS. 
 
Korman dan Abaza pun menikah dengan cara Islam, tepat satu minggu 
setelah Korman masuk Islam. Mereka menyebut pernikahan mereka 
sebagai 'awal' dari hubungan mereka. Mereka memang belum mendaftarkan 
perkawinan mereka secara resmi berdasarkan undang-undang negara 
bagian AS. Rencananya mereka akan mendaftarkannya segera ke Las 
Vegas, namun belum menentukan tanggalnya. Korman dan Abaza kini 
tinggal di sebuah apartemen di Mishawaka.
 
Meski sudah menjadi muslimah, awalnya Korman masih takut mengenakan 
jilbab ke sekolah atau ke tempat kuliahnya. Korman hanya 
mengenakannya kalau pergi ke masjid. Tapi sekarang, Korman mengenakan 
jilbab ke manapun ia pergi. Ia mengaku kadang merasa tidak nyaman 
melihat orang-orang memandang ke arahnya. Ditanya apakah ia senang 
mengenakan jilbab, Korman hanya menjawab,"Saya tidak tahu, tapi Al-
Qur'an mengatakan sebagai Muslimah saya seharusnya mengenakan jilbab."
 
"Jilbab memotivasi anda untuk menjauhi hal-hal yang seharusnya 
dijauhi," tambah Korman. Karena sudah mengenakan jilbab, Korman 
sekarang tidak bisa sembarangan ngobrol dengan laki-laki atau pergi 
ke bar. "Aneh rasanya, pakai jilbab tapi pergi ke bar," ujar Korman 
sambil tertawa.
 
Keputusan Korman masuk Islam, bukan tanpa hambatan. Korman harus 
memberikan banyak penjelasan terutama pada keluarganya. "Ibu saya 
menanyakan, bagaimana bisa saya masuk Islam karena saya bukan berasal 
dari Timur Tengah," kisahnya sambil tersenyum. 
 
Ceritanya lainnya, saat ia pergi ke toko kelontong, kasir di toko itu 
melirik foto di kartu kredit lalu melihat penampilannya yang 
berjilbab. Kasir itu bertanya, "Bagaimana nama anda bisa jadi 
Brandy?" Korman kini sedang memproses pergantian nama depannya dari 
Brandy menjadi Zahra yang dalam bahasa Arab artinya 'Bunga.' 
 
Mengomentari soal agama Islam yang kini menjadi keyakinannya, Korman 
mengatakan,"Buat saya Islam bukan hanya sekedar agama, tapi sudah 
menjadi cara hidup saya. Saya harus mengubah gaya hidup saya, cara 
berpakaian saya."
 
Korman kini tidak lagi merayakan hari Thanksgiving, "Berat memang, 
ketika keluarga saya menghubungi saya tapi saya tidak bisa berkumpul 
bersama mereka. Bukan pesta Thanksgivingnya yang saya rindukan, tapi 
suasana berkumpul bersama keluarga," ujar Korman.
 
Problem Klasik para Mualaf
 
Bagi para mualaf di manapun, perubahan gaya hidup setelah masuk Islam 
masih menjadi persoalan klasik. Biar bagaimanapun, seorang mualaf 
butuh waktu untuk beradaptasi mengikuti ajaran agama barunya dan 
meninggalkan kebiasaan lamanya. Korman juga mengalaminya. Ia 
mengatakan, tetap akan mengunjungi keluarganya yang kini sudah pindah 
ke Florida, hari Natal ini.
 
"Saya datang bukan untuk merayakan Natal, tapi untuk menjaga tali 
ikatan kekeluargaan," kata Korman. Buat Korman, persoalannya bukan 
hanya harus meninggalkan kebiasaan lamanya. Ia juga merasa perjalanan 
masih sangat panjang untuk menjadi seorang Muslim. Untuk itu, setiap 
hari Kamis ia belajar studi Al-Qur'an dan minta suaminya Abaza 
menggunakan bahasa Arab sehari-hari sesering mungkin.
 
Korman tetap meyakini bahwa Islam tidak mengajarkan umatnya untuk 
membunuh orang yang tidak berdosa. Di sisi lain, Korman juga 
menyatakan ketidaksetujuannya dengan kebijakan pemerintah AS yang 
memborbardir orang di seluruh dunia atas nama kebebasan dan 
demokrasi, tulis Korman dalam emailnya. (ln/southbend tribune)

Kirim email ke