Sumber : www.taushiyah-online.com

  Tentu banyak di antara kita yang telah mengetahui bahwa di hari raya ini, 
umat Islam menyembelih hewan kurbannya dalam rangka ketaatan kepada Allah ‘azza 
wa jalla. Akan tetapi, bagi para wanita muslimah, sesungguhnya hari raya ini 
tidak sekedar pergi untuk shalat ‘ied, kemudian menunggu daging hasil 
sembelihan dan meramunya menjadi makanan yang lezat. Ada hal-hal lain yang 
perlu dilakukan, sehingga hari raya ini penuh makna dalam usaha kita meraih 
pahala-Nya. Semoga hari raya tahun ini menjadi hari raya yang lebih baik dengan 
amalan-amalan yang sesuai tuntunan nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa 
sallam. Aamiin ya mujibas saailin…

Berpuasa di Sembilan Hari Pertama Bulan Dzulhijjah
  Mulai dari awal bulan Dzulhijjah, ternyata telah ada amalan yang disunnahkan 
untuk kita kerjakan. Hal ini telah nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam contohkan 
sebagaimana terdapat dalam hadits,

  Ãäøó ÇáäøÈíø Õáì Çááå Úáíå æ Óáã ßÇä íÕõæã ÚÇÔõæÑÇÁó æ ÊÓúÚÇð ãä Ðíú ÇáÍÌøóÉö 
æ ËáÇËÉò ÃíøÇãò ãä ÔóåÑò
  “Bahwasannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa ‘Asyuro` dan (juga 
berpuasa) sembilan hari di bulan Dzulhijjah serta tiga hari di setiap 
bulannya.” (HR. Abu Dawud: 2437, lihat Shahih Sunan Abi Dawud 2/78)

  Namun, apabila amalan ini terasa berat, maka seseorang dapat mencukupkan diri 
dengan puasa pada tanggal 9 Dzulhijjah. Puasa ini dikenal pula dengan nama 
puasa Arafah karena pada tanggal tersebut, orang yang sedang menjalankan haji 
berkumpul di Arafah untuk melakukan runtutan amalan yang wajib dikerjakan pada 
saat berhaji yaitu ibadah wukuf.
  Walau ibadah puasa ini hukumnya sunnah (jika mengerjakan mendapat ganjaran 
dan jika meninggalkan tidak mendapat hukuman), namun amat disayangkan jika kita 
sebagai muslimah melewatkan kesempatan untuk menghapuskan dosa-dosa selama dua 
tahun, yaitu setahun sebelumnya dan setahun sesudah puasa Arafah. Hal ini 
berdasarkan sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

  íñßóÝøöÑõ ÇáÓøóäÉ ÇáãóÇÖòíóÉó æ ÇáÈóÇÞòíóÉó
  “(Puasa Arafah akan) menghapus dosa-dosa kecil setahun yang lalu dan setahun 
yang akan datang.” (HR. Muslim: 1162)

  Takbir, Tahlil dan Tahmid
  Amalan lainnya yang dapat dikerjakan adalah membaca takbir, tahlil dan tahmid 
pada sepuluh hari di awal bulan Dzulhijjah, baik di jalan-jalan, maupun di 
pasar-pasar. Tentu saja, karena kita adalah seorang muslimah, maka takbir, 
tahlil dan tahmid ini dilakukan dengan suara lirih. Dalil disyari’atkannya 
takbir, tahlil dan tahmid ini adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

  áöíóÔúåóÏõæÇ ãóäóÇÝöÚó áóåõãú æóíóÐúßõÑõæÇ ÇÓúãó Çááøóåö Ýöí ÃóíøóÇãò 
ãøóÚúáõæãóÇÊò Úóáóì ãóÇ ÑóÒóÞóåõã ãøöä ÈóåöíãóÉö ÇáúÃóäúÚóÇãö ÝóßõáõæÇ ãöäúåóÇ 
æóÃóØúÚöãõæÇ ÇáúÈóÇÆöÓó ÇáúÝóÞöíÑó
  “…dan hendaklah kalian berdzikir (menyebut) nama Allah pada hari-hari yang 
sudah ditentukan…” (QS. Al-Hajj [22]: 28)

  Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu mengatakan bahwa yang dimaksud “..hari-hari yang 
sudah ditentukan…” pada ayat di atas adalah sepuluh hari pertama di bulan 
Dzulhijjah.
  Dan pada ayat yang lain, Allah berfirman,

  æóÇÐúßõÑõæÇú Çááøåó Ýöí ÃóíøóÇãò ãøóÚúÏõæÏóÇÊò Ýóãóä ÊóÚóÌøóáó Ýöí íóæúãóíúäö 
ÝóáÇó ÅöËúãó Úóáóíúåö æóãóä ÊóÃóÎøóÑó ÝóáÇ ÅöËúãó Úóáóíúåö áöãóäö ÇÊøóÞóì 
æóÇÊøóÞõæÇú Çááøåó æóÇÚúáóãõæÇ Ãóäøóßõãú Åöáóíúåö ÊõÍúÔóÑõæäó
  “… Dan sebutlah nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan…” (QS. 
Al-Baqarah [2]: 203)

  Yaitu pada hari tasyrik, yaitu tanggal 11, 12 dan 13 bulan Dzulhijjah.
  Adapun takbir, tahlil dan tahmid, maka tidak ada lafal khusus yang shahih 
dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun, terdapat riwayat dari sebagian 
sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti Ibnu Mas’ud radhiallahu 
‘anhu pernah mengucapkan:

  Çááå ÃßÈÑ Çááå ÃßÈÑ¡ áÇ Åáóåó ÅáÇøó Çááåõ¡ æ Çááåõ ÃßÈÑ¡ Çááåõ ÃßÈÑõ æ áöáøåö 
ÇáÍóãÏõ
  “Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, tidak ada ilah yang berhak diibadahi 
kecuali hanya Allah semata. Dan Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, dan segala 
puji hanya bagi Allah.” (HR. Ibnu Abi Syaibah (II/168) dengan sanad shahih)
  Ibnu ‘Abbas juga pernah mengucapkan

  Çááå ÃßÈÑ Çááå ÃßÈÑ Çááå ÃßÈÑ æ áöáøåö ÇáÍóãÏõ Çááå ÃßÈÑ æÃÌóáøõ Çááå ÃßÈÑõ 
Úóáìó ãÇ åóÏóÇ äÇ
  “Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, segala puji hanya bagi 
Allah. Allah Mahabesar lagi Mahaagung. Dan Allah Mahabesar atas petunjuk yang 
telah diberikan kepada kita.” (HR. Ibnu Abi Syaibah (II/168) dengan sanad 
shahih).

  Yang perlu diingat saudariku, dalam melakukan takbir, tahlil dan tahmid ini 
dikerjakan secara sendirian. Artinya, takbir tersebut tidak dipimpin oleh 
seseorang dengan maksud agar menyuarakan takbir secara serempak. Karena telah 
ada contoh dari sifat takbir tersebut, yaitu dilakukan secara sendirian, maka 
kita tidak boleh membuat sifat takbir yang baru dengan anggapan itu baik karena 
sebuah ibadah tidak bisa diukur dengan akal semata.
  Tidak Memotong Rambut dan Kuku bagi yang Berkurban

  Adapun bagi seseorang yang hendak berkurban, maka sejak masuk bulan 
Dzulhijjah sampai hewan kurbannya disembelih hendaknya tidak memotong rambut 
dan kukunya secara sengaja. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan salah 
satu istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu Ummu Salamah 
radhiallahu ‘anhu bahwasannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

  ãä ßÇä áå ÐÈÍñ íÐÈÍõåõ¡ ÝÅÐÇ Ãåóáø åöáÇá Ðöì ÇáÍÌøÉö ÝáÇ íÃÎÐäøó ãä ÔÚÑå æ áÇ 
ãä ÃÙÝÇáÑå ÔÆÇ ÍÊì íñõÖóÍøöíó
  “Barangsiapa mempunyai hewan sembelihan yang akan ia kurbankan, maka jika 
telah masuk bulan dzulhijjah hendaklah tidak mencukur rambut, atau memotong 
kukunya sedikitpun sampai ia menyembelih kurbannya.” (HR. Muslim)

  Berkurban
  Nah… tentu saja untuk ibadah yang satu ini semua orang telah mengetahuinya. 
Namun, bagaimana dengan hukum berkurban itu sendiri. Apakah wajib atau sunnah? 
Ternyata ada perbedaan pendapat di kalangan ulama. Namun, pendapat yang lebih 
kuat sebagaimana dikatakan oleh Syaikh ‘Ali Hasan hafidzahullah dalam kitab 
Ahkamul ‘Aidain, bahwa hukum menyembelih binatang kurban bagi seseorang adalah 
wajib bagi yang mampu. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah memberi penjelasan yang 
lebih rinci setelah memberikan penjelasan tentang lemahnya pendapat orang yang 
mengatakan bahwa hukumnya sunnah.

  Beliau rahimahullah mengatakan, “Tidak setiap orang wajib menyembelih kurban, 
tetapi yang wajib adalah bagi orang yang mampu saja dan dia itulah yang 
hendaknya menyembelih kurban.” (Majmuu’ al Fataawaa (XXIII/162-164) dinukil 
oleh Syaikh ‘Ali Hasan). Salah satu dalil tentang wajibnya ibadah ini adalah 
sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

  ãä ßÇä áå ÓÚÉõ æ áã íõÖóÍøö ÝáÇ íóÞÑÈäøó ãõÕáÇ äÇ
  “Barangsiapa memiliki keleluasaan (rezeki) lalu dia tidak berkurban, maka 
janganlah dia mendekati tempat sholat kita.” (HR. Ahmad (1/321), Ibnu Majah 
(3213), sanadnya hasan)

  Tidak Makan Sebelum Shalat ‘ied
  Jika sebelum shalat ‘idul fithri kita disunnahkan makan kurma sebelum shalat, 
maka pada hari raya ‘Idul Adh-ha, maka kita disunnahkan tidak makan hingga 
kembali dari tempat shalat. Sebagaimana diriwayatkan dari Buraidah radhiallahu 
‘anhu, dia berkata,
  ßÇä ÇáäÈí Õáì Çááå Úáíå æ Óáã áÇ íÎÑÌ íæã ÇáÝØÑ ÍÊì íØÚã æ íæã ÇáäøÍÑ áÇ íÃßá 
ÍÊì íÑÌÚ ÝíÃßõáõ ãä äóÓöíßóÊöåö
  “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berangkat pada hari raya ‘Idul 
fithri sampai beliau makan terlebih dahulu dan pada hari raya ‘Idul Adhha 
beliau tidak makan sampai pulang, kemudian beliau makan dari daging hewan-hewan 
kurbannya.” (HR. Tirmidzi (542))

  Mandi
  Mandi mungkin menjadi aktifitas biasa yang kita lakukan sehari-hari. Akan 
tetapi, ketika hari raya, ternyata mandi bisa bernilai ibadah lho. Ibnu Qudamah 
mengatakan, “Disunnahkan untuk membersihkan diri dengan mandi pada hari raya 
‘ied. Ibnu ‘Umar biasa mandi pada hari raya ‘Iedul Fithri. Hal tersebut 
diriwayatkan dari ‘Ali radhiallahu ‘anhu. Dan hal itu pula yang dikemukakan 
oleh Alqamah, ‘Urwah, ‘Atha’, an Nakha’i, asy Sya’bi, Qatadah, Abu az Zinad, 
Malik, asy Syafi’i dan Ibnul Mundzir.” (Al Mughni (II/370).

  Pergi ke Tanah Lapang untuk Shalat ‘Ied
  Hal ini dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana 
diriwayatkan oleh Sa’id al Khudri radhiallahu ‘anhu, “Rasulullah shallallahu 
‘alaihi wa sallam biasa berangkat pada hari raya ‘iedul fithri dan ‘iedul 
adh-ha ke tanah lapang.” (HR. Bukhari dan Muslim). Padahal kita tahu dari 
hadits lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

  ÕáÇÉñ Ýí ãóÓÌÏöí åóÐÇ ÃóÝúÖóáõ ãöä ÃóáÝö ÕóáÇÉò ÝöíãÇ ÓöæóÇåõ ÅáÇøó ÇáãóÓÌöÏó 
ÇáÍóÑóÇã
  “Sholat di masjidku ini (Masjid Nabawi) lebih baik dari seribu kali sholat di 
masjid lainnya kecuali Masjidil Haram.” (HR. Bukhari dan Muslim)

  Walaupun keutamaan Masjid Nabawi dan Masjidil Haram demikian besar, namun 
pada saat hari raya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap 
melaksanakan sholat ‘ied di tanah lapang. Tentu saja teladan yang paling baik 
adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  Demikian beberapa amalan berhari raya ‘iedul adh ha yang bisa penulis 
sampaikan. Semoga di kesempatan lain, penulis dapat menjelaskan amalan-amalan 
yang dilakukan saat berhari raya secara lebih rinci terutama berkaitan dengan 
sholat ‘ied itu sendiri.

  Sumber : www.taushiyah-online.com


---------------------------------
Never miss a thing.   Make Yahoo your homepage.

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke