Maksud Hati Berdzikir Ternyata Jin Yang Saya Dapat (Diambil Dari Majalah Ghoib 
Edisi No.12 Th.2/1424 H/2004 M)
 
Wiridan sih sah-sah saja.  Bahkan wirid sendiri sangat dianjurkan dalam Islam.  
Tentunya, selama hal itu tidak bertentangan dengan ajaran Rasulullah. Lain 
halnya  bila wiridan itu diembel-embeli dengan puasa beberapa hari atau ritual 
tertentu lainnya. Bukan apa-apa. Maksud hati ingin memperoleh ketenangan batin, 
tapi yang didapat justru sebaliknya. Diikuti oleh jin yang mengaku sebagai 
khadam. Istilah lain untuk pembantu atau pelayan dari bangsa jin. Inilah 
kenyataan yang dialami oleh Firmansyah, pemuda asli Betawi. Pemuda ini 
mengkisahkan pengalamannya kepada majalah Ghoib di rumahnya Menteng, Jakarta 
Selatan.
Sewaktu sekolah Aliyah dulu, sekitar tahun 1996, saya mengalami suatu peristiwa 
yang membawa saya ke dalam pengembaraan panjang. Sebagai seorang pemuda yang 
bergelut dengan dunia jin melalui wiridan.
Peristiwa terjadi pada suatu pagi yang cerah, saat saya sholat dhuha di masjid 
tua di daerah kuningan. Saat itu, di dalam masjid tidak ada orang lain, hanya 
saya seorang diri.  Kemudian muncul keinginan untuk belajar pidato. Maka dengan 
tenang layaknya seorang ustadz, saya melangkah ke mimbar.  Lalu duduk sejenak 
di kursi saya raih tongkat yang ada kemudian bergaya seperti seorang khotib. 
Dan  secara perlahan meski sedikit gemetar, saya latihan khutbah, 
“Alhamdulillah. Alhamdulillahilladzi…”
Nah, satu minggu setelah kejadian itu saya merasakan kehadiran seseorang yang 
tidak terlihat. Saya suka ngomong sendiri.  Kalau di kelas badan terasa lemas 
dan tidak bergairah. Untuk menjawab soal pun terasa agak sulit. Selain itu, 
saya saya mudah kesurupan. Misalnya, ketika sedang mengikuti pengajian disebuah 
masjid, tiba-tiba badan saya merinding. Merasa seperti itu, saya segera pulang. 
Begitu tiba di rumah saya langsung berteriak, “Hua ha ha…” saya kesurupan. 
Kemudian Bapak membaca ayat kursi, tapi jinnya tidak merasa apa-apa. Sepuluh 
menit kemudian jinnya itu pergi begitu saja.
Kesurupan ini seakan menjadi bagian dari hidup saya. Karena bisa dipastikan 
hampir tiap minggu saya selalu kesurupan. Kalau Cuma sekali dua kali mungkin 
tidak terlalu masalah tapi bila berlangsung hingga satu tahun. Tentu sangat 
berat bagi saya. Akibatnya saya selalu hidup dalam ketakutan dan tidak punya 
gairah hidup.
Keadaan saya ini, ternyata tidak luput dari perhatian guru-guru. Hingga guru 
sosiologi menghampiri, “Kenapa kok lemas terus?” akhirnya saya disuruh 
kerumahnya. “Sepertinya ada yang aneh dalam dirimu” komentarnya setelah 
menuangkan minuman ke gelas. “Saya tidak tahu, Pak”. Kemudian saya ceritakan 
apa yang saya alami. Dari tatapan matanya saya tahu bahwa ia berempati kepada 
saya. Kemudian dengan bijak ia banyak menasehati dan mengajarkan beberapa 
amalan yang katanya mengurangi beban saya.
Saya disuruh membaca Alfatihah untuk nabi Muhammad, para wali dan para 
orang-orang tua saya. Kemudian membaca shalawat shalawat seratus kali dan ya 
lathif seratus kali. Lalu berdoa, “Ya Allah”. Dengan kekuatan sayidina umar 
berilah saya kekuatannya”.
Saya gembira sekali hari itu. Dan bertekad untuk mengamalkannya agar rasa takut 
itu hilang dan kembali bersemangat. Tapi ketika saya mengamalkan wiridan iti di 
rumah saya terkejut. Kok saya teriak-teriak terus, “Hoh hoh hoh” badan saya 
menggigil dan gemetaran. Meski demikian saya terus saja membaca wiridan itu. 
Hasilnya baru terasa seminggu kemudian. Ya, saya mulai tenang.
Sudah agak lama saya tidak kesurupan, hingga akhirnya jin itu datang lagi. 
Peristiwanya kali ini terjadi di rumah sakit.  Saat saya terkena penyakit typus 
dan sudah stadium tiga. Waktu itu sudah seminggu saya tidak shalat, harus 
terbaring lemah diatas ranjang dan tidak bisa berdiri. Tapi tiba-tiba saya bisa 
berdiri tegak kemudian berjalan dengan cepat. Hingga para pasien dan 
keluarganya keheranan. Tak lama kemudian, saya berbicara keras dengan suara 
bergetar. Tapi suaranya itu bukan suara saya sendiri “saya mau shalat. Anak ini 
sudah meninggalkan shalat berhari-hari. Dia harus shalat sekarang”. Kemudian 
jin yang memasuki tubuh saya itu berceramah, sambil sesekali menepuk dada. 
Melihat itu, orang-orang pada ribut dan akhirnya membiarkan saya shalat. Ulah 
jin yang memasuki tubuh saya itu tidak berhenti sampai disini. Ia ingin membawa 
saya melompat dan terjun dari rumah sakit bertingkat itu. “Saya mau terjun. 
Saya tidak kuat disini. Saya mau pulang” sampai banyak suster yang mau saya 
cekik.
Melihat itu, Bapak berteriak. “Siapa kamu?” “Saya adalah syaikh Abdul Jabbar. 
Ha ha ha, saya yang selama ini mengikuti dia. Dan saya dihalangi khadam 
buyutnya. Saya tonjok mereka hingga babak belur. Saya adalah raja jin yang 
terkuat, “ jawab jin yang merasuki tubuh saya.
Akhirnya pihak rumah sakit mengizinkan saya dibawa pualng. Namun, di tengah 
jalan mobil yang saya tumpangi mogok. Bapak saya menduga karburatornya yang 
rusak. Tapi setelah dibuka “cross” airnya muncrat ke muka bapak. Ketika sampai 
di rumah, saya melihat rumah yang selebar enam meter itu sepertinya kecil. 
Seakan hanya beberapa puluh senti saja. Kemudian saya tidak bisa tidur hingga 
beberapa hari.
 
a.    Jin Abdul Jabbar Keluar Masuk Tubuh
Dalam kondisi demikian, ada seorang teman yang menjenguk sambil membawa katanya 
“air dari wali”. Setelah dia meminumnya sedikit ia kemudian menyemprotkan 
kembali ke badan saya. “panaas” teriak jin yang merasuki saya. “Kamu belajar 
sama siapa?” tanya jin. “sama habib, “jawab teman saya. “Oh, bagus, bagus 
teruskan saja belajarmu”. Seolah jin itu menasehatinya. Kemudian teman saya 
membaca “Ya Allah, Ya Rahman..sampai kepada ya Jabbar”. Kemudian jin itu 
tertawa terbahak-bahak, “Ha ha ha. Itu nama saya. Kamu bacakan apa saja, pasti 
tidak mempan karena saya jin Islam. Saya hafal 30 juz”. Setelah tidak mampu 
mengobati saya, akhirnya teman saya itu pulang.
Dua hari kemudian, di pagi hari yang cerah saya di bawa ke rumah habib. Tapi 
anehnya habib itu sudah ada di depan rumah. Seolah dia sudah menunggu 
kedatangan saya. Pas ketika saya masih berdiri terpaku didepan rumahnya, 
“sreet” saya merasakan ada sesuatu yang keluar dari tubuh saya. Kemudian bapak 
ngobrol agak lama dengan habib. Dan setelah meminum air dari habib, kami segera 
pulang. Tapi, hanya beberapa menit istirahat di rumah, saya kesurupan lagi. Jin 
Abdul Jabbar itu datang lagi. Katanya dia takut sama habib itu dan sempat 
keluar.
Keesokan malamnya, sehabis shalat maghrib saya diantar seorang tetangga ke 
Cibinong untuk bertemu dengan seorang kyai. Aneh, setelah keluar dari tol, 
sopir itu tidak lagi tahu arah. Berkali-kali ia bertanya, namun tetap tidak 
tahu arah. Sementara di luar, cuaca gelap, langit tak berbintang. Disertai 
dengan hembusan angin kencang yang terus mendesing di telinga, seakan hujan 
akan turun dengan lebatnya. Saat saya melihat ke arloji, ternyata sudah pukul 
10 malam. Taka lama kemudian, Inalillah, mobil itu mogok diperkebunan dan tak 
bisa dihidupkan lagi, lalu saya kesurupan lagi, “Ha ha ha. Saya mogokin 
mobilnya”. Akhirnya kita berlima jalan kaki, walau hawa dingin terasa menusuk 
tulang. Dan, setelah memperhatikan sekeliling beberapa saat, akhirnya sopir itu 
tahu bahwa kita sudah hampir sampai dirumah kyai. Kira-kira hanya berjarak 300 
meter.
Alhamdulillah, akhirnya sampai ke tempat tujuan juga, setelah tersesat beberapa 
jam. Kemudian saya di bawa ke ruangan yang kira-kira muat untuk sepuluh orang. 
Kamar itu beralaskan karpet plastik, dengan jendela dan pintu dibelakangnya. 
Lalu bapak saya menyerahkan dua butir telur ayam kampung. Pak kyai mengambilnya 
sebutir lalu memecahkan dan mencampurnya dengan minyak lulur, yang dipakai 
untuk pijat saya. Selama pemijatan itu, terdengar suara pintu “Gubrak-gubrak”, 
padahal pintu itu sudah ditutup tapi selanjutnya terbuka lalu tertutup lagi, 
begitu seterusnya. Tak lama kemudian saya mulai kesurupan “Ha ha. Akulah Abdul 
Jabbar saya dari zaman syaikh Abdul Qadir Jailani. Saya berumur 900 tahun. Saya 
senang anak ini karena dia rajin ibadah. Tapi saya juga benci, sebab dia dulu 
berani naik mimbar itu bukan tempatnya. Yang berhak naik ke mimbar itu adalah 
orang-orang yang berilmu. Dan jangan permainkan tempat saya. Kalau tidak. Saya 
bunuh anak ini”. Tak lama kemudian saya tidak sadarkan diri. Dan setelah saya 
sadar tahu-tahu pengobatan itu sudah selesai. Sejak saat itu jin Abdul Jabbar 
entah karena apa, tidak datang lagi. Walau sebenarnya jin itu masih bersarang 
di tubuh saya.
 
b.    Wiridan yang Ternyata Penuh Jin
Dua bulan kemudian, saat kelas 3 Aliyah saya mempelajari wiridan miftahul hizb. 
 Wiridan-wiridan itu saya baca semua kemudian saya berdoa “Ya Allah, hamba 
mohon di berikan ilmu dhahir batin dan ditunjukkan jalan ilmunya Rasulullah”. 
Setelah mengamalkan wiridan itu setiap hari maka pada hari ke 13, 14 dan 15 
saya berpuasa Ramadhan. Katanya wiridan itu tanpa menggunakan khadam dari jin. 
Katanya, ilmu yang dihasilkan dari wiridan ini berasal langsung dari 
kemukjizatan Rasulullah. Mendengar penjelasan yang demikian waktu itu saya 
percaya begitu saja.
Hasil pengalaman wiridan ini, diluar dugaan saya. Yang dulunya saya sering 
kesurupan, tapi sekarang berbalik. Saya bisa mengobati orang kesurupan. Selain 
itu, saya juga bisa menerawang.
Ya, saya bisa menebak watak seseorang yang belum saya kenal sama sekali, suatu 
hari saya bertemu seseorang lalu saya menerawang dia, “Kamu orangnya pemarah, 
egois. Kamu juga sedang menghadapi masalah”. Dia binggung, “Lho kok kamu tahu 
gitu”. “Ya saya tahu saja. Kamu bermasalah dengan atasan kamu, kan?” kata saya 
lagi. Akhirnya dia semakin terpana dan semakin tertarik dengan terawangan 
saya.kemudian saya menerawang temannya, “Orangnya putih, hidungnya mancung dan 
rambutnya agak ikal”. “Lho kok kamu tahu!” Teman baru saya itu semakin 
terbengong-bengong. Sebenarnya semua yang saya katakan itu tergambar dengan 
jelas dipikiran saya begitu saja.
Pada kesempatan lain, ada seorang tetangga yang kehilangan burung. Akhirnya ia 
bertanya kepada saya. Dan dengan reflek tangan saya bergerak, “seeet” “Tuh 
burungnya ada disitu”. Tangan saya menunjuk kearah tertentu. Akhirnya tetangga 
itu  menyebutkan nama satu persatu. “Namanya si Arman”. “Bukan” kata saya 
sambil tangan saya mengisyaratkan tidak benar. “Namanya si Atong” katanya lagi. 
“Iya, benar itu dia”. Akhirnya burungnya di cari dan ketemu. Betapa malunya si 
pencuri yang ketangkap basah itu. Tapi anehnya keesokan harinya saya kehilangan 
motor. Kemudain saya mencoba menerawang dengan ilmu saya. Saya tunjuk ini dan 
itu. Tapi tidak bisa menemukan motor itu hingga sekarang.
Rupanya keahlian saya itu, mengantarkan bapak dan adik saya untuk mempelajari 
ilmu sejenis. Meski mereka belajar dari guru yang berbeda. Nah, untuk 
membuktikan ilmu perguruan mana yang lebih hebat, akhirnya saya dan bapak 
sepakat untuk diadakan uji kekuatan. Tempatnya dirumah saya. Saat itu, ada tiga 
orang yang mengetes saya. Setelah pasang kuda-kuda kemudian saya dipukul. 
Ternyata pukulan itu mengenai wajah saya dan tidak bisa saya elakkan. Padahal 
sebelumnya saya bisa menghindari dan mementalkan pukulan siapa saja. Saya belum 
menyerah. Dan dilakukan pengujian ulang. Saya bertahan dengan cara lain, tapi 
saya tetap kena pukulan. Akhirnya saya mengaku kalah dan berguru dengan mereka, 
untuk mempelajari ilmu karamah. Peristiwa ini terjadi pada tahun pertama ketika 
saya kuliah di UIN.
Sebelum dibaiat atas keberhasilan mempelajari ilmu karamah, saya disuruh puasa 
tiga hari dan membaca wiridan juga selama tiga hari, “Ya Allah. Ya rasulullah. 
Ya syaikh Abdul Qadir Jailani disuhunkeun karomahna ku abdi gusti suryajana 
negara (Ya Allah. Ya Rasulullah Ya shaikh Abdul Qadir Jailani dimintakan 
karamahnya kepada saya gusti suryajana negara) Ia haula wala quwata illa 
billahil aliyil adhim” kemudian di test. Orang yang memukul saya itu terpental 
semua.
Setelah mengamalkan wiridan ini, saya merasakan adanya perubahan. Orang jadi 
takut sama saya. Sebaliknya, saya menjadi lebih berani. Pernah saja terjebak 
tawuran pelajar. Ketika saya ditipuk dengan batu, tiba-tiba batu itu terpental 
sendiri sebelum mengenai saya. Akhirnya para pelajar itu kabur, ketakutan. 
Kondektur bis juaga takut. Saya pernah marah dengan kondektur. Hanya gara-gara 
kurang ongkos. Waktu itu tarif bis mahasiswa hanya seratus sementara penumpang 
umumnya membayar limaratus. Kebetulan, saya membayar tigaratus. Tapi kondektur 
bis itu tidak percaya. “kalau kamu mahasiswa bayar seratus juga saya terima”, 
kata kondktur itu. “Ya sudah kalau berani sini, “saya menantangnya. Ketika 
sudah dekat, dia ketakutan. Sepertinya ia melihat sesuatu yang menakutkan.
Selain ilmu diatas, saya juga mempelajari dua ilmu lainnya. Yang pertama adalah 
ilmu kebal dan yang kedua wirid sakran. Saya tidak tahu, mengapa saya haus 
berbagai macam jenis ilmu. Sehingga saya sering berguru dari satu tempat ke 
tempat lainnya. Misalnya, saat itu saya juga belajar wirid sakran. Wiridan itu 
diamalkan setiap selesai shalat wajib selama tujuh minggu dan puasa senin-kamis 
selama tujuh minggu juga. Dengan niat “Aku niat puasa sunnah karena Allah untuk 
amalan wirid syaikh Habib Ali Abu Bakar As-Sakran”. 
Sesudah seluruh ritual dalam tujuh minggu itu selesai, malamnya saya bermimpi 
sampai dua kali. Mimpi pertama adalah mimpi basah. Dan setelah bangun kemudian 
tidur kembali saya bermimpi berada disebuah masjid yang besar di wilayah Tarim, 
salah satu daerah di Hadhramaut, Yaman. Didalam masjid itu saya bertemu dengan 
orang tua. Yang memperkenalkan dirinya sebagai Habib Muhammad bin Abdul Rahman 
Assegaf. Kemudian ia menuntun saya berdoa di samping makam habib Ali bin Abu 
Bakar As-Sakran.
Beberapa hari kemudian, saya ceritakan mimpi itu kepada guru. Katanya mimpi itu 
menjadi wangsit bahwa wiridan saya sudah disahkan. Selang beberapa hari 
kemudian, ketika sedang berbaring di tempat tidur, tiba-tiba saya mendengar 
suara yang tidak saya ketahui dari mana sumbernya, “Assalaamu’alaikum. Sekarang 
tuan adalah majikan saya.dan saya adalah khadam tuan”.
Beberapa hari berikutnya saya sering kesurupan setelah tarawih di mushola. Di 
tengah kerumunan jamaah laki-laki. “Assalaamualaikum. Kenalkan nama saya Abdul 
Lathif”. Anehnya banyak jamaah yang bahkan menjadikan jin yang merasuk ke tubuh 
saya sebagai teman bercanda. “Namanya siapa ki?” tanya sebagian jamaah. “Nama 
saya Abdul Lathif. Saya dari Baghdad. Saya khadamnya Firmansyah”. Terus banyak 
yang minta macam-macam. “Saya minta jodoh dong?” pinta seorang dari mereka. 
“Lu, yang cocok sama lu orangnya yang pendek, “kata Abdul Lathif melalui mulut 
saya. Mendengar jawaban itu, sontak jamaah tertawa terpingkal-pingkal.
“Saya minta nomer togel nih, “Tapi jin itu langsung menggerakkan tangan saya 
untuk mengambil buah dan melempar yang meminta, “Maksiat nanya-nanya sama gue, 
kata jin Abdul Lathif.
Pernah juga jin yang merasuk ke tubuh saya itu mengambil kopi dan meminumnya, 
“nih, air bekas saya ini berkah” tak tahunya jamaah yang berada di sekitar saya 
langsung berebut meminum kopi itu. Peristiwa seperti ini terjadi sekitar 
sepuluh kali selama Ramadhan. Dan waktunya selalu setelah tarawih. Sebelum 
pergi jin itu pamitan dulu, “Sudah tidak ada perlu lagi dengan saya? Saya pergi 
dulu ya. Assalaamualaikum”. Setelah peristiwa demi peristiwa itu ,akhirnya 
banyak yang konsultasi dengan saya. Dan, untuk menjawabnya, saya gabungkan saja 
berbagai keilmuan yang saya miliki.
Sehabis Ramadhan, jin Abdul lathif masih sering merasuk ke tubuh saya. Bahkan 
saat saya sedang mengajar anak-anak remaja. Disini dia mulai mengisi anak-anak 
remaja itu. “Ki, saya sering lewat daerah-daerah tawuran. Minta penjagaan 
dong?” pinta seorang anak. “Ya, sini! Kamu baca “Asyhadualla ilaha ilallah. 
Asyadu anna Muhammadurrasulullah. La haula wala quwwata ila billah”. Lalu ia 
menjabat tangan anak yang diberi ilmu.
Pada mulanya, jin Abdul lathif baru datang setelah saya panggil. Dengan membaca 
Alfatihah untuk nabi. Kemudian shalawat untuk habib yang menciptakan wiridan 
ini. Setelah itu, saya memanggil “Ya Lathif” sambil menjejak bumi tiga kali. 
Setelah itu jin Abdul Lathif datang dan merasuk ke tubuh saya. Tapi 
lama-kelamaan kedatangannya tidak bisa saya kendalikan.
 
c.     Awal Datangnya Hidayah
Aktifis pengajian anak remaja, terus menggiring saya untuk berkenalan dengan 
beberapa aktifis dakwah lainnya. Nah, dari sini saya sering tukar pengalaman 
dan berbagi cerita. Sejujurnya, saya katakan pada mereka bahwa saya punya 
ilmu-ilmu tertentu. Yang waktu itu, saya menyebutnya ilmu kemukjizatan. Saya 
juga punya khadam dari jin dan menurut saya meminta bantuan jin juga tidak 
apa-apa. Pendapat saya ini di bantah oleh teman-teman. “Lho, itukan 
bacaan-bacaan islami. Bacaan shalawat. Bacaan-bacaan Alquran”, saya mencoba 
beradu argumentasi. “Walaupun itu Asmaul Husna, tapi kalau itu buat kebal saya 
tidak percaya”, kata teman saya.
Seiring dengan semakin lama berinteraksi dengan mereka, saya merasa ada 
keanehan. Badan saya panas setiap hari. Saya juga sakit flu tidak 
henti-hentinya. Dan, setelah membaca artikel di majalah Ghoib, saya mulai 
meragukan kebenaran jalan yang saya tempuh selama ini.
Hal ini semakin di perparah dengan situasi rumah tangga yang sedikit mengalami 
goncangan. Dari sini saya mulai tidak yakin akan kebenaran ilmu saya. Akhirnya 
saya pergi ke majalah Ghoib. Saat tiba dikantor majalah Ghoib, saya merasa 
takut sekali. Kepala saya bergetar tanpa dapat saya kendalikan. Tidak seperti 
biasanya. Kemudian saya diterapi ustadz Junaidi.  Saat itulah jin yang 
bersarang di tubuh saya dikeluarkan. Pada ruqyah pertama saja, kata ustadz 
Junaidi ada sekitar sepuluh jin yang keluar, tentu menurut pengakuan jin itu. 
Ada jin Abdul Jabbar, jin Konghuchu, jin Kristen, Jin Budha dan yang paling 
bandel keluarnya adalah jin Abdul Lathif.
Ketika jin Abdul Lhatif diruqyah ia berbicara dengan ustadz Junaidi dengan 
bahasa arab. “Saya dari Bagdad. Cuma saya lama di Surabaya, “katanya. “Kenapa 
kamu  masuk ke orang ini?” tanya ustadz Junaidi. “Siapa suruh. Yang baca 
wiridan itu dia. Ya, saya masuk. Kalau wiridan itu tidak di baca, saya tidak 
masuk”, kata jin Abdul Lhatif lagi. “berarti  kamu telah sesat dan menyesatkan” 
bentak ustadz Junaidi. Mendengar bentakan itu jin Abdul Lathif hanya bisa diam. 
Kemudian jin itu berdoa seraya meminta pertolongan kepada Ali. “Ya Ali. 
Anqidzni (Tolonglah aku)”. “Jin, doamu ini syirik”, kata ustadz Junaidi. “saya 
kan tawasul, ustadz”, ujar jin itu  mempertahankan diri. “Tawasul dengan dzat 
selain Allah itu berarti syirik”, kata ustadz Junaidi. “Tidak. Ini tidak 
syirik. Saya berpegang teguh dengan manhaj Zainal Abidin”, kata jin Abdul 
Lathif masih membandel. Dia susah dikeluarkan. Karena badan saya sudah 
kecapekan, akhirnya ruqyah hari itu diakhiri juga. Meski sebenarnya saya masih 
merasa bahwa jin Abdul Lathif itu belum bisa dikeluarkan. Karena itu ustadz 
Junaidi menyuruh saya untuk datang lagi minggu depan. Disamping itu saya 
dianjurkan untuk terus berdzikir dan melakukan terapi ruqyah secara mandiri. 
Alhamdulillah setelah terapi ruqyah yang keenam, sekarang saya sudah baik 
kembali tinggal sedikit pusing di kepala bagian belakang.
Begitulah sepenggal kisah yang saya yakin banyak dialami oleh orang lain, 
bergelut dengan dunia jin tanpa disadarinya. Atau bahkan sebagian orang 
menganggap ini merupakan suatu kelebihan yang diberikan Allah. Namun, pada 
akhirnya saya harus mengakui bahwa pendapat yang demikian itu salah. Saya 
berharap kisah ini dapat menjadi renungan tersendiri, bagi siapapun yang 
berkenan.
 
d.   Bedah Kesaksian
Inilah kisah seorang pemuda Betawi yang mempunyai semangat tinggi untuk 
mempelajari agama. Seperti layaknya Betawi di masa lalu yang masih kental 
dengan keislamannya. Demikian juga dengan Firmansyah. Berpindah dari satu guru 
ke guru yang lain, dari satu kyai ke kyai yang lain, dari satu habib ke habib 
yang lain.
Tapi apa daya, niat baik itu tidak sampai kepada tujuan yang baik. Seperti yang 
dinyatakan oleh Abdullah bin Mas’ud, “Betapa banyak orang yang berniat menuju 
kebenaran tetapi tidak sampai kepada kebenaran itu”.
Untuk itulah, ukuran kebaikan tidak bisa dilihat dengan perasaan belaka. Tetapi 
diukur dengan firman Allah dan sabda Nabi-Nya. Islam memang tidak pernah 
mematikan perasaan, tetapi Islam juga tidak pernah menuhankan perasaan. 
Sehingga perasaan tetap diberikan haknya sebatas kapasitasnya. Jika sudah 
sampai pada garis penentuan kebenaran dan kebatilan, maka perasaan harus tunduk 
dibawah kendali syariat Islam. Walaupun perasaan mengatakan bahwa sesuatu yang 
dilakukan adalah baik, tetapi tanyakan kembali apakah Islam mengatakannya 
sebagai kebaikan.
Jin mempunyai beragam trik untuk menyesatkan manusia. Permusuhan yang memang 
tidak pernah akan berakhir. Pada kasus Firmansyah pun sama, jin mencoba menipu 
dengan mengelabuhi banyak orang. Mereka bersembunyi dibalik sesuatu yang kesan 
pertamanya sangat Islami. Bayangkan kalau shalawat, Fatihah dan dzikir tertentu 
di baca. Tentu akan banyak yang protes, ketika dikatakan bahwa dibalik semua 
bacaan baik itu terdapat jin yang bersembunyi.
Tetapi fakta dari kisah firmansyah seakan kembali membuka mata aqidah kita. 
Bahwa sesungguhnya pernyataan Abdullah bin Mas’ud benar, “kita diperintahkan 
untuk mengikuti (Perintah Nabi) dan bukan untuk berbuat bid’ah (mengada-ada 
ajaran sendiri)”.
Sebagai layaknya orang yang haus ilmu, Firmansyah terus memperdalam ilmu apa 
saja yang bernuansakan Islam. Mulai dari kirim Al-Fatihah kepada Rasulullah, 
para wali dan para orang tua dengan tujuan tawassul. Kemudian shalawat 100 kali 
dengan membaca ya lathif sebanyak 100 kali juga kemudian tawassul ini 
dilengkapi dengan tawassul kepada haibah Umar untuk diberi kekuatannya.
Mungkin, bisa saja tidak semua orang mau mengikuti ajaran para dukun yang 
memerintahkan ritual kembang, minyak telon, ayam cemani dan sebagainya. Tetapi 
banyak yang tergelincir ketika syetan menggunakan cara yang dikemas seakan 
Islami. Seperti kasus diatas. Kemudian jin terus mencoba untuk semakin 
meyakinkan Firmansyah atau siapapun. Bahwa apa yang dilakukannya, benar-benar 
Islami. Pada saat selesai ritual, dia mempunyai kemampuan mengobati orang lain. 
Bukankah menolong orang lain suatu kebaikan? Sungguh tipuan maut. Karena 
pengobatan dengan cara bekerjasama dengan jin adalah kesesatan sebagaimana 
surat Al-Jin: 6.
Ketika ada yang kehilangan, dia juga mampu melihat siapa pencurinya. 
Benar-benar syetan menyesatkan. Karena saat Firmansyah kehilangan yang lebih 
besar yaitu motornya ternyata dia tidak dapat menemukan siapa pencurinya.
Belum lagi ilmu syetan yang di beli dengan ilmu karamah. Kita pernah membahas 
panjang lebar pada edisi sebelum ini bahwa karamah tidak bisa dipelajari. 
Kelebihan yang didapat dengan dipelajari adalah ilmu sihir.
Jelas saja ilmu yang dikira baik itu ternyata menyesatkan. Karena diperoleh 
dengan cara yang tidak benar. Pada hakekatnya shalawat sangat dianjurkan 
demikian juga membaca Al-Fatihah atau membaca nama Allah ya Lathif ya Jabbar. 
Tetapi itu semua hanyalah pembuka yang digunakan oleh jin untuk menjerat orang, 
agar nampak Islami. Dan berikutnya diembel-embeli dengan sesuatu yang tidak 
dibenarkan dalam aqidah Islam. Diantaranya adalah dengan membaca wirid diatas 
dalam jumlah tertentu dan diyakini bisa mendatangkan kelebihan.
Syarat-syarat tambahan itu adalah tambahan dari jin. Lihatlah buktinya, ketika 
dibaca nama Allah ya Lathif yang muncul jin Abdul Lathif. Kemudian dibaca ya 
Jabbar, jin Abdul Jabbar mengatakan bahwa itu adalah namanya. Dusta besar! 
Karena Jabbar adalah nama Allah dan bukan nama pendusta itu.
Kemudian meminta dengan haibah (kewibawaan) Umar termasuk sesuatu yang 
terlarang. Umar sendiri mencontohkan ketika hendak melaksanakan sholat Istisqo’ 
di zamannya, dia tidak meminta dengan haibah Rasulullah. Padahal siapapun tahu 
bahwa Umar pernah hidup bersama Rasulullah manusia terbaik itu. Tetapi Umar 
meminta orang shalih di zamannya untuk berdoa, yaitu paman Nabi Abbas bin Abdul 
Muthalib. Kalau meminta dengan jah atau haibah Rasulullah tidak dilakukan oleh 
Umar. Maka bagaimana kita meminta dengan haibah selain Rasulullah. Tentu ini 
tidak dibenarkan.
Jadi, banyak kesesatan yang diselipkan oleh jin ditengah-tengah shalawat, 
bacaan fatihah dan asmaul husna. Sehingga banyak sekali yang tertipu dalam 
jeratan jin yang satu ini.
Dalam kasus ini, Firmansyah tidak sendirian. Tetapi Firmansyah termasuk yang 
beruntung. Jin yang banyak bersarang ditubuhnya telah keluar. Lebih dari itu, 
Firmansyah merasa bahwa dirinya telah menemukan jalan kebenaran. Dengan 
meninggalkan semua bid’ah yang telah menjerumuskan. Tekad untuk membenahi 
akidah tumbuh kuat di hatinya. Ini jauh lebih mahal dari semua kehidupan kita.
Untuk itu berhati-hatilah, karena ternyata salah satu hikmah yang bisa kita 
ambil dari kisah Firmansyah adalah bahwa bid’ah yang sesat itu dijadikan 
kendaraan jin untuk menyesatkan dan menyakiti kita. Maka jauhilah bid’ah dan 
hidupkanlah sunnah.
 
 
_________________________________________________________________
Help Splitzo Sally Before It’s Too Late! 
http://www.thegirlwhosplitinto5.com/

[Non-text portions of this message have been removed]



===================================================
 Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
===================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
=================================================== 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke