http://www.dakwatuna.com/2007/menjauhi-dosa-besar-bagian-3/

Tazkiyatun Nafs
24/9/2007 | 12 Ramadhan 1428 H | Hits: 1.580

Menjauhi Dosa Besar (Bagian 3) 

Oleh: Tim dakwatuna.com 
  


6. Memakan harta riba

Allah berfirman, "Orang-orang yang makan riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran
penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian disebabkan mereka berkata
bahwa sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah
menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah
datang kepadanya larangan dari Tuhannya, kemudian ia berhenti (dari
mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu
(sebelum turun larangan) dan urusannya (terserahkan) kepada Allah. Dan
barangsiapa yang mengulangi (mengambil riba), maka mereka itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan
riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang
yang tetap dalam kekufuran dan selalu berbuat dosa." (Al-Baqarah: 275-276)

Riba itu ada dua macam: nasi-ah dan fadhl. Riba nasi-ah ialah
pembayaran yang dilakukan oleh yang berhutang kepada yang memberi
utang melebihi jumlah hutang. Riba fadhl adalah penukaran suatu barang
dengan barang sejenis, tetapi yang satu lebih banyak kadar atau
jumlahnya dari yang lain, seperti penukaran emas dengan emas, padi
dengan padi dan sebagainya.

Riba adalah masalah yang selalu muncul di setiap generasi sejarah
kehidupan manusia. Bahaya riba yang sangat memberatkan bagi kaum lemah
menjadi momok yang sangat menakutkan. Yang tentu saja menjadikan kaum
lemah akan tetap dalam kemiskinan dan kesulitan. Disamping itu, memang
ada pihak yang diuntungkan secara finansial oleh riba.
Keuntungan-keuntungan inilah yang membuat orang yang telah merasa
kesenangan mendapatkan harta riba, sulit untuk meninggalkannya.
Kesenangan yang harus didapat dengan mengabaikan kesulitan saudaranya.
Kesenangan yang tentunya harus mengabaikan jiwa tolong-menolong
antar-sesama. Yang tersisa hanya keinginan mendapatkan keuntungan di
atas kesulitan dan penderitaan orang lain.

Negara kita sekarang sedang mengalami bagaimana beratnya tekanan
dililit oleh utang yang merupakan riba. Bahkan, untuk membayar
bunganya saja, negara yang kaya ini hampir tidak mampu, apalagi hutang
pokoknya. Memang riba selalu membuat orang yang berhutang mengalami
kesulitan tiada henti selama ia tidak berhenti dari riba. Walaupun ada
yang kaya karena riba, kekayaan itu adalah kekayaan semu yang rapuh
pondasinya. Bagaimana dapat kita saksikan, ketika krisis mulai melanda
negeri ini, banyak konglomerat yang rontok habis. Dulunya mereka
kelihatan gagah dan kokoh, tetapi begitu catatan hutang dipaparkan,
semua kejayaan semu itu langsung menguap tak berbekas.

Dengan melibatkan diri dalam hutang dengan sistem riba, secara tak
sadar kita telah menjual negara kita ini sedikit demi sedikit kepada
orang asing, sementara kita bersikap masa bodoh dengan kekayaan yang
Allah anugerahkan kepada kita. Bahkan, kita biarkan orang asing
menggarapnya dengan pembagian yang tidak adil dan tidak rata.

Dalam menyikapi riba ada dua macam manusia: yang menerima dan yang
menolak. Yang menerima biasanya beralasan seperti yang diungkapkan
ayat di atas, bahwa mereka menyamakan antara riba dengan jual beli.
Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan telah mengharamkan
riba. Mereka yang tetap mengambil dan memakan riba setelah jelas
haramnya adalah orang-orang yang membangkang dan melanggar perintah
Allah. Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang kerasukan setan,
berdiri tidak kokoh dan gontai serta linglung. Adapun orang yang
menolak riba setelah diharamkan oleh Allah, maka mereka itu terbagi
kepada dua kelompok, yaitu kelompok yang meninggalkan riba dan
menyadari dosanya serta tak mau kembali terjerumus ke dalam kubangan
riba. Yang kedua orang yang sadar sesaat setelah jelas haramnya riba,
namun ia kemudian kembali terjerumus ke dalam riba. Orang yang
bersikap demikianlah yang mendapat ancaman dari Allah dengan siksa
neraka dan bahwa mereka kekal di dalamnya. Karena menolak hukum Allah
yang nyata adalah suatu kekufuran, dan orang kafir kekal di neraka.

Tentunya sikap muslim dan mukmin sejati adalah meninggalkan riba
secara total setelah jelas keharamannya, dan tidak kembali lagi
melakukannya setelah itu. Karena meninggalkan total suatu larangan
merupakan wujud dari kesungguhan, sedangkan bersikap angin-anginan
merupakan bukti ketidakseriusan dan main-main.

Selanjutnya Allah menerangkan bahwa Dia menyuburkan sadaqah, dengan
pengertian yang sangat luas, termasuk menambah rezeki orang yang
bersedekah dan pahala yang berlipat ganda baginya, memberi berkah pada
sadaqahnya itu sehingga bermanfaat dengan baik. Sadaqah juga
melanggengkan silaturahmi dan hubungan antar manusia, menumbuhkan jiwa
tolong-menolong dan kepedulian akan kepedihan orang lain, dan masih
banyak lagi hal-hal positif dari sadaqah.

Sementara riba, maka Allah akan memusnahkannya dengan pengertian
hilangnya berkah darinya, merenggangkan tali silaturahmi dan bahkan
memutuskannya. Mengeraskan hati sehingga tidak peduli nasib orang
lain, menumbuhkan kesombongan dan keangkuhan serta membiasakan diri
mempersulit orang yang dalam kesulitan, dan lain-lain. Semua itu
adalah perkara-perkara yang akan membawa pada kehancuran dan kebinasaan.

Islam mempunyai prinsip tolong menolong dalam memberikan hutang kepada
sesama manusia. Adalah tidak bijaksana memaksakan orang yang sedang
kesulitan untuk memberi keuntungan kepada kita. Bahkan, belum tentu
dengan uang hutang itu dia bisa mencukupi kebutuhan dirinya sendiri.
Jika seseorang yang berhutang dalam kesulitan pada saat jatuh tempo,
Islam menganjurkan untuk memberi tenggang waktu sampai dia berada
dalam kemudahan untuk melunasi hutangnya itu. Bahkan, yang lebih baik
adalah dengan menyedekahkan hutang itu kepadanya jika diketahui bahwa
dia memang tidak mampu mengembalikannya, karena dengan demikian ia
telah memberinya kemudahan. Dan barangsiapa yang memudahkan urusan
saudaranya niscaya Allah akan memudahkan urusannya, di dunia maupun di
akhirat.

7. Lari dari medan perang 

8. Zina

Allah berfirman, "Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina
itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk."
(Al-Israa': 32)

Membaca, memahami, dan merenungkan ayat ini, kemudian melihat
kenyataan dalam hidup masyarakat kita saat ini sungguh akan membuat
kita merinding dan malu. Bagaimana tidak? Salah satu dosa besar yang
dimurkai Allah telah menjadi hal yang biasa dilakukan sebagian
masyarakat kita tanpa malu-malu dan rasa takut. Segala pintu dan
sarana pendukung menuju ke arah perbuatan zina tersebar luas dengan
sangat leluasa tanpa hambatan yang berarti.

Alat propaganda zina demikian luas jaringan dan jangkauannya, ditambah
lagi dengan harga yang murah: mulai dari koran harian, mingguan,
tabloid, majalah, tayangan televisi, vcd-vcd nista yang berhamburan di
pasar-pasar terbuka, yang kesemuanya itu dapat diakses oleh siapa pun
juga. Protes-protes dan demonstrasi yang sering terjadi yang menentang
hal-hal seperti ini hanya ditanggapi dingin oleh pemerintah beserta
aparat berwenang. Mereka lebih sibuk mengurus diri mereka sendiri.
Mereka siap menggadaikan moral bangsa ini dengan segepok dolar atau
sedikit julukan modern.

Bahkan, iklan-iklan yang menyerukan masyarakat untuk menghindari AIDS
pun tidak kalah hebatnya dalam melegalkan perzinaan. Bukannya melarang
dan mencegah orang dari zina agar terhindar dari AIDS, malah dengan
gayanya secara tidak langsung telah mengatakan silahkan berzina tapi
pakailah kondom. Apakah kondom memang dapat mencegah AIDS? Tidak, ada
sebagian dokter yang telah meneliti mengatakan bahwa ternyata
pori-pori kondom jauh lebih besar dari virus HIV. Hal ini hanya dapat
dilihat dengan alat khusus. Hanya satu cara aman dari AIDS, yaitu
hindari dan jauhi zina.

Ayat di atas melarang kita untuk mendekati zina. Artinya, segala hal
yang merupakan jalan menuju perzinaan harus kita jauhi, apalagi
zinanya sendiri, tentunya lebih wajib kita jauhi. Perlu juga kita
sadari bahwa segala keterbukaan dan kebebasan yang salah kaprah ini
pasti menimbulkan akibat yang tidak ringan pada masyarakat kita. Suatu
keburukan akan lebih cepat menular dibanding kebaikan. Sudah sangat
banyak terjadi pelecehan seksual terhadap anak-anak, remaja, dan
wanita dewasa yang merupakan dampak dari nafsu birahi yang terpancing
oleh segala hal-hal yang menggiring orang untuk berzina. Betapa banyak
rumah tangga yang hancur berantakan gara-gara zina yang tidak hanya
mengorbankan suami istri tetapi juga anak-anak mereka. Korban-korban
perkosaan dan pelecehan akan membawa aib seumur hidup, sementara
pelakunya hanya dihukum dalam hitungan tahun atau bulan yang ringan.

Banyak sekali keburukan dan kerugian zina, baik secara materi,
psikologi, agama, moral, sosial, dan keluarga, serta lain-lainnya.
Masalahnya sekarang, apakah kita mau belajar dari peristiwa-peristiwa
yang telah lalu untuk menghindari zina? Bukankah Allah telah
menghalalkan pernikahan? Bahkan, dihalalkan menikah sampai empat orang
istri? Tetapi anehnya kebanyakan masyarakat kita justru memandang
jelek terhadap orang yang berpoligami, dan memandang orang yang
berzina, melacur, dan sejenisnya biasa-biasa saja seakan-akan hal itu
halal-halal saja. Kita harus segera introspeksi diri dan taubat
sebelum Allah menurunkan azab-Nya. Sekarang memang sudah serba
terbalik. Yang haram dianggap halal dan yang halal dianggap haram.
Na'uudzu billah!

9. Menuduh wanita yang suci melakukan zina

Selain perzinaan yang dilarang Allah, juga kita diperintahkan untuk
menjauhi diri dari menuduh orang lain melakukan perzinaan tanpa bukti
yang cukup dan jelas.

Allah berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita)
perbuatan yang keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman,
bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah
mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui." (An-Nuur: 19).

Ayat ini adalah sebagian dari ayat yang mengisahkan tentang peristiwa
yang sempat menjadi angin kencang dalam bahtera kehidupan rumah tangga
Nabi Muhammad saw. Fitnah keji yang disebarkan oleh orang-orang
munafik di kalangan kaum muslimin ketika itu, mengguncang hebat
kehidupan Nabi saw. Maka turunlah ayat-ayat surat an-Nuur ini untuk
menyatakan bersihnya `Aisyah r.a. dari semua fitnah keji itu. Kaum
muslimin yang lalai dalam hal ini diperingatkan oleh Allah agar tidak
mengulangi perbuatan yang sama, dan bahwa perkara ini bukanlah perkara
enteng yang tak bermakna. Perkara ini adalah perkara besar yang akan
merusak kehormatan dan kemuliaan Nabi saw. sebagai pembawa risalah.
Tentu saja jika hal itu terjadi akan mempengaruhi penyampaian risalah
dan dakwah yang diemban oleh beliau saw.

Orang-orang munafik yang menyebarkan fitnahan ini pasti akan Allah
balas dengan siksaan yang pedih di dunia maupun di akhirat. Allah juga
mewanti-wanti kaum muslimin agar berhati-hati terhadap mereka.
Selanjutnya, Allah dalam ayat yang kita kaji kali ini menerangkan
akibat dari orang-orang yang ingin kekejian tersebar di kalangan kaum
muslimin, bahwa mereka akan disiksa di dunia dan di akhirat dengan
siksaan yang pedih. Ini sekaligus ancaman bagi yang belum berbuat agar
tidak berbuat fitnahan dan kekejian serta tidak menyebarkannya. Jika
kekejian ini tersebar di masyarakat, banyak yang akan hancur, baik
moral, tatanan sosial, garis keturunan, iman, dan sebagainya. Kalau
Allah sudah mengancam orang yang memfitnah Ummul Mu'minin `Aisyah r.a.
dengan azab yang pedih, bagaimana kiranya ancaman Allah dan siksa-Nya
terhadap orang yang telah menyebarkan kekejian dan kenistaan itu
dengan tindak nyata di kalangan kaum muslimin?

Selanjutnya mari kita melihat ke dalam masyarakat kita sekarang ini.
Sungguh menyedihkan, kekejian ini mulai dan bahkan sudah dianggap hal
biasa. Perzinaan terjadi di mana-mana, gambar-gambar para penjual
tubuh bertebaran di sana-sini, cerita-cerita kotor dipublikasikan
lewat media-media, film-film "binatang" disebarkan dengan harga murah
tanpa mengenal rasa malu. Parahnya, pemerintah dan aparat berwenang
yang seharusnya mengatasi hal ini cuma diam dan berpangku tangan.
Paling sekali-sekali mereka mengadakan pemberantasan semu yang tak
berdampak apa-apa. Para pemodal, pembuat, pengedar, dan segala pihak
yang terkait dalam masalah ini begitu ingin hal keji dan kotor ini
semakin tersebar di kaum muslimin. Mereka menikmati
keuntungan-keuntungan haram dari rusaknya bangsa dan kaum muslimin.
Mereka ini pasti akan mendapatkan balasan yang setimpal, entah
sekarang atau nanti di akhirat.

Ironisnya, kebanyakan mereka juga notabene beragama Islam, mereka
tidak mengerti Islam dengan benar, iman mereka mudah dikikis oleh
kilauan dunia yang fana. Mereka jauh lebih buas dari pada binatang
sekalipun. Bukankah dengan perbuatan mereka itu mereka telah
mengorbankan orang banyak untuk segelintir harta yang cepat habis.

Sekarang, kita sebagai kaum muslimin harus bertindak dengan seksama
dan membentengi diri, keluarga dan masyarakat kita dengan iman dan
tindak nyata dalam memberantas penyakit ini, jangan dibiarkan semakin
akut, baru bertindak. Bertawakallah dan mohonlah pertolongan Allah
dalam memberantas kenistaan ini, untuk kemudian dapat menegakkan
panji-panji dan hukum-Nya di muka bumi ini. Allahu Akbar!

10. Miras, Judi, Berhala dan Mengundi Nasib

Allah berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (minum)
khamr, berjudi, (menyembah) berhala, mengundi nasib adalah perbuatan
keji, termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu
agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud
hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu dengan
khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan
dari salat; maka berhentilah kamu (melakukannya)." (Al-Maidah: 90–91)

Maraknya produksi dan penjualan minuman keras di negara kita sekarang
ini sudah sangat mengkhawatirkan. Hal ini sepertinya ingin mempertegas
bahwa bangsa kita sedang dalam proses menjadi sebuah bangsa yang
teler. Ditambah lagi dengan membanjirnya produk-produk luar negeri,
bahkan sedikit demi sedikit mulai dijual bebas. Belum lagi masalah
narkoba yang sulit ditanggulangi, juga menjadi masalah yang semakin
bertambah setiap harinya.

Korbannya tak hanya orang dewasa, tetapi juga pemuda, dan bahkan
anak-anak. Bahayanya? O, banyak sekali. Dapatkah Anda membayangkan apa
yang akan dilakukan oleh orang yang sudah kehilangan akal dan kontrol
diri? Banyak hal tak terduga yang akan dilakukannya tanpa beban
sedikit pun. Mulai dari merusak rumah tangga sendiri, membunuh,
merampok, menodong, dan lain sebagainya. Otomatis seseorang akan
terhalang dari shalat dan mengingat Allah jika berada dalam keadaan
teler dan mabuk. Inilah yang memang diinginkan setan.

Keyakinan bodoh pengkonsumsi miras bahwa stress bisa hilang, beban
pikiran bisa terbang dengan minuman keras, kadang dijadikan suatu
alasan untuk membenarkan perbuatannya. Belum lagi alasan-alasan lain
yang dibuat-buat. Lebih mengherankan lagi adalah apa yang melandasi
pemerintah memberi izin merek tertentu, orang tertentu atau perusahaan
tertentu untuk memproduksi, mengimpor, dan menjual minuman keras.
Apakah ada survei bahwa bangsa ini sedang membutuhkan minuman keras?
Atau mungkin mereka sendiri yang membutuhkannya, lalu melegalkannya
untuk memenuhi selera mereka? Wallahu a'lam.

Penyakit lain adalah judi. Mental-mental judi jika sudah merasuki jiwa
seseorang niscaya akan merusak jiwa dan akalnya. Melegalisasikan
perjudian dengan melakukan lokalisasi di wilayah tertentu bukanlah
solusi yang tepat. Dulu ada yang namanya SDSB. Tetapi, ternyata para
penjudi itu tidak hanya puas dengan SDSB. Banyak cara-cara judi yang
tak masuk akal yang mereka lakukan. Contohnya, dua pihak yang berjudi
sama-sama makan sepotong kecil tebu, setelah itu mereka lemparkan.
Nah, ampas siapa yang lebih dulu dihinggapi oleh lalat, maka dialah
yang menang. Ironinya, mereka rata-rata adalah orang-orang kurang
mampu. Kebanyakan mereka hanya penjual sayuran atau rempah-rempah di
pasar mingguan, petani kecil, tukang bendi, dan sejenisnya. Sebenarnya
hanya ada satu kata untuk miras dan judi, yaitu "perang".

http://www.dakwatuna.com/2007/menjauhi-dosa-besar-bagian-3/

Kirim email ke