Tiga Langkah Meraih Kebahagiaan Rumah Tangga Oleh: DR. Amir Faishol
Fath<http://www.dakwatuna.com/author/ustadz>

*
*

*dakwatuna.com -* Allah swt. berfirman,

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berfikir." Ar Rum:21

*
Menikah Bukti Keagungan Allah*


Ayat ini sebenarnya bagian dari cerita tanda-tanda keagungan Allah swt. dan
kekuasaan-Nya. Bahwa semua yang ada di langit dan di bumi dan segala yang
terjadi datang dari-Nya. Termasuk diciptakannya manusia berpasang-pasangan
yang dengannya terjadi kelanjutan hidup, seperti yang disebutkan pada ayat
di atas. Karenanya hakikat pernikahan dan rumah tangga bagi Allah swt.
adalah ikatan yang sangat agung. Karena dengannya nampak keagungan-Nya.


Sebaliknya, ketika manusia hidup di alam perzinaan, yang nampak hanyalah
kebinatangan. Bila kebinatangan yang menonjol dalam hidup manusia, kerusakan
pasti akan meraja lela. Paling tidak yang pertama kali hancur adalah
kemanusiaan. Manusia tidak lagi perduli dengan rumah tangga. Bila rumah
tangga hancur, garis nasab akan hilang. Lama ke lamaan manusia tidak tahu
lagi siapa sebenarnya yang ia gauli. Tidak mustahil suatu saat - bahkan ini
sudah banyak terjadi - akan lahir seorang anak dari hubungan ayah dengan
anaknya, atau hubungan ibu dengan anaknya, atau hubungan antara saudara
seayah dan sebagainya.


Karena itu pada ayat di atas, Allah swt. menjadikan hakikat
berpasang-pasangan sebagai bukti keagungan-Nya, supaya manusia tidak begitu
mudah merendahkan dirinya dengan menganggap bahwa berhubungan dengan siapa
saja boleh-boleh saja. Tidak, janganlah sekali-kali perbuatan ini dilakukan.
Sebab dengan melakukan perzinaan seseorang tidak saja mengahancurkan
kemanusiaannya sendiri melainkan lebih dari itu ia telah merendahkan Allah
swt. dengan meremehkan tanda-tanda keagungan-Nya.


Jelasnya bahwa dari ayat di atas setidaknya ada tiga langkah yang bisa kita
bahas secara mendalam dalam tulisan ini untuk mencapai kebahagiaan dalam
rumah tangga:


(a) Bangun Jiwa Sakinah
(b) Hidupkan Semangat Mawaddah
(c) Pertahankan Spirit Rahmah.


Dan ketiga langkah ini adalah bekal utama setiap rumah tangga. Bila salah
satunya hilang, rumah tangga akan rapuh dan mudah retak. Karena itu
hendaklah ketiga langkah tersebut benar-benar dicapai secara maksimal, atau
paling tidak mendekatinya.

*
Bangun Jiwa Sakinah*


Allah berfirman: *litaskunuu ilaihaa*, artinya agar kau berteduh wahai para
suami kepada istrimu. Kata *litaskunuu* diambil dari kata *sakana
yaskunu*artinya berdiam atau berteduh. Dari kata
*sakana* ini di ambil istilah *sakinah* yang kemudian diartikan tenang.
Memang bisa saja kata sakana diartikan tenang, tetapi pengertian dalam ayat
ini lebih dalam lagi dari sekedar tenang.


Syaikh Ibn Asyur dalam tafsirnya At Tahrir wat Tanwiir mengartikan kata *
litaskunuu* dengan dengan tiga makna:


(1) *lita'lafuu* artinya agar kamu saling mengikat hati, seperti
uangkapan *ta'liiful
quluub*. Dalam surah Al Anfal: 63 Allah berfirman: *wa allafa baina
quluubihim* (Dialah Allah yang telah mempersatukan hati di antara mereka).
Dengan makna ini maka antara suami istri hendaknya benar-benar membangun
ikatan hati yang kuat. Dan sekuat-kuat pengikat hati adalah iman. Maka
semakin kuat iman seseorang, semakin kuat pula ikatan hatinya dalam rumah
tangganya. Sebaliknya semakin lemah iman seseorang, bisa dipastikan bahwa
rumah tangga tersebut akan rapuh dan mudah retak.


(2) *Tamiiluu ilaihaa* artinya kau condong kepadanya. Condong artinya
pikiran, perasaan dan tanggung jawab tercurah kepadanya. Dengan makna ini
maka suami istri bukan sekedar basa-basi untuk bersenang-senang sejenak.
Melainkan benar-benar dibangun di atas tekad yang kuat untuk membangun masa
depan rumah tangga yang bermanfaat. Karenanya harus ada kecondongan dari
masing-masing suami istri. Tanpa kecondongan pasti akan terjadi
keterpaksaan.


Karena itu orang tua jangan memaksakan kehendaknya jika memang ternyata
dalam diri anaknya tidak ada kecondongan. Saya sering menemukan seorang anak
muda mengeluh karena dipaksa orang tuanya untuk menikah dengan si fulanah.
Sementara dalam diri anak muda tersebut tidak ada kecondongan sama sekali.
Tapi orang tuanya mengancam dan bahkan menganggap ia bukan anaknya jika
tidak mengikuti keinginannya.


Ini tentu sikap yang tidak pada tempatnya. Orang tua harus tahu bahwa *
sakinah* dalam rumah tangga tidak akan di capai tanpa adanya kecondongan.
Pun orang tua harus tahu bahwa yang akan hidup bersama istrinya adalah sang
anak. Maka tidak benar menggunakan kartu merah orang tua, untuk memaksakan
kecondongannya supaya anak mengikutinya.


Seringkali rumah tangga hancur karena orang tua tidak meperhatikan
kecondongan sang anak. Karena itu untuk membangun sakinah harus ada dalam
diri masing-masing suami istri kecondongan.


(3) *Tathma'innuu biha* artinya kau merasa tenang dengannya.


Dalam surah Ar Ra'd:28 Allah berfirman: *alaa bidzikrillahi tathma'innul
quluub* (Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram).
Dari sini nampak bahwa untuk mencapai ketenangan dalam rumah tangga hanya
dengan banyak berdzikir kepada Allah.


Para ulama menyebutkan bahwa dzikir ada tiga dimensi:
*dzikurullisan*(dzikir dengan lidah),
*dzikrul qalb* (dzikir dengan hati) maksudnya hatinya selalu sadar dan ingat
kepada Allah, dan *dzikrul haal* (dzikir dengan perbuatan), maksudnya
seluruh perbuatannya selalu dalam ketaatan kepada Allah swt. Maka sungguh
tidak mungkin mencapai sakinah rumah tangga yang penuh dengan kemaksiatan
kepada Allah swt.


Termasuk kemaksiatan ketika masing-masing suami suka berbohong. Banyak rumah
tangga yang retak karena ketidak jujuran masing-masing suami istri. Bila
seorang suami suka berbohong pasti sang istri akan gelisah. Selanjutnya
ketenangan akan hilang dalam rumah tangga. Sebaliknya bila istri suka
berbohong, sang suami pasti tidak akan merasa tenang bersamanya. Bila suami
tidak tenang, bisa jadi kelak rumah tangga akan terancam. Dari sini
perceraian demi perceraian terjadi. Asal muasalnya karena kebiasaan tidak
jujur dan dosa-dosa.

*
Hidupkan Semangat Mawaddah *

*
Mawaddah* artinya cinta. Imam Hasan Al Bashri mengartikan kata
*mawaddah*sebagai metafor dari hubungan seks. Jelasnya bahwa
*mawaddah* adalah perasaan cinta dan senang dengannya rumah tangga menjadi
bergairah dan penuh semangat. Tanpa *mawaddah* rumah tangga akan kering. *
Mawaddah* biasanya sangat personal. Ia tidak tergantung kepada kecantikan
istri atau ketampanan suami. Boleh jadi di mata banyak orang wanita itu
tidak cantik, tetapi sang suami sangat mencintainya. Pun boleh jadi wanita
itu disepakati sebagai wanita cantik, tetapi sang suami ternyata sangat
membencinya.


Sebagian ulama tafsir mengatakan bahwa cinta biasanya sering menggebu di
masa muda atau di awal-awal pernikahan. Lama ke lamaan setelah masuk dalam
rutinitas rumah tangga, getaran cinta menjadi melemah. Karenanya Allah swt.
bekali *rahmah* sebagai pengimbangnya, supaya ketika sinyal cinta mulai
redup, masih ada semangat *rahmah* yang akan menyelamatkan rumah tangga
tersebut. Lain halnya dengan orang-orang yang membangun rumah tangga hanya
dengan modal cinta, rumah tangga rentan mudah roboh dan tidak kokoh.


Ibarat mesin, *mawaddah* adalah dinamo penggerak yang mengairahkan. Dengan *
mawaddah* rumah tangga menjadi dinamis dan produktif. Sebaliknya bila jiwa *
mawaddah* hilang, rumah tangga akan menjadi monoton tanpa dinamika sama
sekali. Dalam penelitian saya minimal ciri *mawaddah *ada tiga:


(a) Katsratut tahaady (selalu saling memberi hadiah), karena seperti kata
Nabi saw. dengan saling memberi hadiah cinta akan selalu hangat.


(b) Katsratu dzikrihi (selalu saling mengingat kebaikannya). Sebab dengan
mengingat kebaikannya seseorang akan selalu merasa berhutang budi. Hindari
melihat keburukan dan kekurangannya, karena itu akan menumbuhkan kebencian
dan perselisihan tiada henti.


(c) Katsratul ittishaali ma'ahu (selalu saling berkomunikasi) sebab dari
kemunikasi akan hilang prasangka. Banyak hal yang sebenarnya dimaksudkan
untuk kebaikan, tetapi karena lemahnya komunikasi seringkali kesalahpahaman
terjadi.

*
Pertahankan Spirit Rahmah*

*
Rahmah *artinya kasih sayang, diambil dari kata *rahima yarhamu*. Dari kata
ini pula diambil kata *ar rahmaan* salah satu nama Allah swt. Bahwa Allah
Maha Penyayang. Para ahli tafsir mengatakan bahwa rahman-Nya Allah meliputi
seluruh mahluk-Nya: manusia, binatang, dan mahluk-mahluk lainnya. Termasuk
orang-orang yang tidak beriman, karenanya mereka masih bisa hidup dan bisa
menikmati fasilitas kehidupan dari Allah, padahal mereka setiap hari tidak
mentaati-Nya. Kata *rahmah* lebih bermakna kesungguhan untuk berbuat baik
kepada orang lain, apa lagi kepada keluarga.


Memang setiap orang mempunyai kekurangan, dan tidak ada seorang pun yang
mecapai kesempurnaan. Maka jika setiap manusia selalu mempersepsikan adanya
pasangan yang sempurna, pasti pada akhirnya ia tidak akan pernah punya
pasangan. Dalam pepatah Arab dikatakan: *"Man talaba akhan bilaa 'aibin
laqiya bilaa akhin (orang yang mencari kawan tanpa cacat, pasti pada
akhirnya ia tidak akan punya kawan).*


Kata *rahmah* lebih mencerminkan sikap saling memahami kekuarangan
masing-masing lalu berusaha untuk saling melengkapi. Sikap
*rahmah*menekankan adanya sikap saling tolong menolong dalam
bersinergi, sehingga
kekurangan berubah menjadi kesempurnaan.


Sikap rahmah seringkali berperan ketika semangat cinta mulai menurun.
Biasanya itu terjadi setelah usia suami istri sama-sama mencapai tahap tua.
Cucu sudah mulai banyak. Badan banyak sakit-sakitan. Pada saat itu
kebertahanan rumah tangga sangat ditopang oleh kekuatan *rahmah* (kasih
sayang).

Karena itu *mawaddah dan rahmah* ibarat dua sayap bagi burung. Bila kedua
sayap itu berfungsi dengan baik, maka rumah tangga akan berjalan penuh
kebahagiaan. Ibarat burung terbang di angkasa, ia menikmati keindahan alam
semesta dan penuh dengan kelapangan dada. Tanpa sedikit pun ada beban di
hatinya. Terbang ke mana saja ia mau, tidak ada hambatan dan kesulitan.

*
Kesadaran Akhirat*


Pada penutup ayat di atas Allah swt. berfirman: *inna fiidzaalika laayatil
liqawmiyyatafakkaruun* maksudnya bahwa itu semua merupakan bukti bagi
orang-orang yang berpikir. Yaitu orang-orang yang menggunakan akalnya untuk
memahami ajaran Allah swt.

Dalam Al Qur'an banyak sekali penegasan bahwa kelak di hari Kiamat banyak
manusia menyesal karena selama di dunia tidak menggunakan akalnya. Allah
swt. berfirman,

*"Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan
(peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka
yang menyala-nyala." *Al Mulk:10

Dari sini nampak bahwa yang membedakan antara manusia dan mahluk lainnya
adalah karena manusia Allah bekali akal. Dan di antara ciri orang-orang
berakal bahwa ia selalu menegakkan kedamaian dalam hidupnya terutama minimal
dalam rumah tangganya. Maka ketika ia tidak bisa membangun kedamaian dalam
rumah tangganya, bisa dipastikan ia akan gagal dalam lapangan kehidupan yang
lain.

Bila seseorang gagal dalam rumah tangga otomatis ia menyesal. Menyesal
karena telah menyia-nyiakan kesempatan untuk berbuat baik selama di dunia.
Penyesalan itu terjadi kelak setelah ia tahu bahwa ternyata Allah tidak
menyia-nyiakan sekecil apapun yang dilakukan manusia. *Famayya'mal mitsqaal
dzarratin khairay yarah wamay ya'mal mitsqaala dzarratin syarray
yarah*(Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun,
niscaya dia akan
melihat (balasan) nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat
dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula." Qs. Az
Zalzalah:7-8.

Kesadaran akhirat seperti inilah yang harus selalu dicamkan oleh setiap
suami istri, karena hanya dengan kesadaran ini semua prilaku akan menjadi
baik dan rumah tangga akan dijalankan dengan penuh tanggung jawab. *Wallahu'
alam bishshwab.*


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke