Sowan Mursyid
 
Alhamdulillah, hari Sabtu tanggal Delapan Belas Oktober kemarin bisa langsung 
bertemu Guru Mursyid tercinta.
 
Kalo aku orang awam, niscaya aku tidak akan tahu bahwa Beliau seorang kiai 
bahkan bukan hanya kiai biasa melainkan seorang Mursyid Thoreqoh dengan jumlah 
murid yang luar biasa banyak dari segala golongan juga dari seluruh pelosok 
tanah air. Sungguh, penampilannya sangat jauh dari stereotip seorang kiai, 
apalagi kiai atau wali yang ditampilkan dalam layar sinetron. Layaknya anak 
muda biasa, layaknya orang biasa dan layaknya manusia biasa itulah yang kasat 
mata. [Syaikh Abu al-Abbas al-Mursi pernah mengatakan, “Mengetahui wali lebih 
sulit dari pada mengetahui Allah. Sebab, Allah sudah dikenal lewat kesempurnaan 
dan keindahan-Nya. Sementara, bagaimana mengenal wali yang juga makhluk 
sepertimu ? Ia makan sepertimu dan minum sepertimu.”] Di balik itu, aku yakin 
keluarbiasaan ruhani Beliau di hadapan Allah yang aku sendiri tidak mudeng. Wis 
pokok’e aku yuakin puol sak yakin-yakine kalo Beliau quthub.
 
Beberapa hal yang meninggalkan jejaknya di hatiku dari apa yang didawuhkan 
kemarin :
Orang hidup itu banyak masalah dan selalu timbul masalah. Nanti kalo ada 
masalah tanya ke kiainya waktu pengajian, baru bisa tenang. Tapi setelah itu 
bingung lagi, nunggu pengajian berikutnya untuk tenang. Nah kalo ini yang 
terjadi maka lama-lama kita biasa dibohongi pikiran kita sendiri. [Berarti 
kuncinya memang di hati ya ?] Pokoknya bagaimana mencukupi iman itu saja. Yang 
sulit itu masalah keyakinan, bagaimana bisa teguh. Meskipun kyainya mendoakan 
terus tapi kalo santrinya engga teguh keyakinannya ya percuma. [Nah yang ini 
kan berarti frekuensi doa seorang Mursyid sudah dan selalu terpancar untuk 
seluruh muridnya, tinggal kita muridnya yang harus menyiapkan antena parabola 
untuk menangkap frekuensi doa itu yaitu dengan terus menggosok hati kita hingga 
mengkilap sehingga bisa menerima pantulan doa tersebut.]
 
Kiai sekarang itu tidak ada yang mandi [ampuh, keramat] karena sekarang ini 
semua serba ada. Kiai yang mandi itu tandanya bisa menyentuh hati. [Mungkin 
karena sekarang ini ngetren yang instan, kiai juga banyak yang instan apalagi 
kalo cita-citanya jadi kiai selebritis atau kiai legislatif.]
 
Tujuan berthoreqoh itu apa ? [Wah, ini PR buat kita semua untuk merekonstruksi 
kembali niat kita dalam berthoreqoh.] Apa karena punya masalah ? Soalnya ada 
contoh yang baru terjadi, ada seorang yang suluk, semestinya cuman disuruh 41 
hari tapi malah bablas 51 hari. Ternyata orang ini juga punya masalah. Padahal 
orang berthoreqoh itu tidak malah enak tapi malah banyak cobaannya. [Rasanya 
yang ini memang kemyataan, menurutku sih kan memang lagi dilatih terus oleh 
gusti Allah agar bisa menata hati, naik kelas terus, tidak stagnan.] Dapat apa 
berthoreqoh itu ? Ketemu kyainya juga sulit. Orang thoreqoh itu ora oleh 
opo-opo, tapi gampang oleh opo-opo. [Yang terakhir ini mudeng opo ora sampeyan 
? Direnungkan sendiri aja.]
 
Mbah Yai itu kalo buat kopi, kopinya dulu baru gulanya, trus diaduk. Kalo 
ngaduknya berhenti ya sudah tidak diaduk lagi, jadi kalo pas berhenti mengaduk 
gulanya sudah larut semua ya pas manisnya, kalo berhenti mengaduk gulanya masih 
ya sudah rasanya kurang manis. [Yang ini pelajaran tentang istiqomah dalam 
urutan membuat wedang kopi, tentang menuruti hati dalam hal kapan berhenti 
mengaduk dan tentang ridho dalam hal rasa wedang kopi.]
 
Hidup itu harus seimbang, kalo anak kecil itu ya harus seimbang antara belajar 
dan bermain. Kalo disuruh belajar terus ya stress, demikian juga orang besar ya 
harus seimbang. Wiridan itu ibarat orang nggoreng, harus teratur, sering 
dibolak-balik biar matangnya merata. Jangan dibiarkan saja, nanti yang bawah 
malah gosong. Ada juga yang menggoreng irama membolak-baliknya cepat malah api 
kompornya dibesarkan biar cepat selesai. [Ini mungkin tentang keistiqomahan 
dalam wiridan ibarat menggoreng dengan irama yang teratur, seimbang dengan 
kegiatan lain di luar wiridan. Bukan hanya wiridan terus dengan mengacuhkan hal 
yang lain seperti menggoreng tanpa membolak-balik sehingga gosong atau pun 
wiridan instan dalam arti wiridan yang di balik itu ada maksud tertentu mungkin 
penyelesaian masalah atau yang lainnya ibarat orang menggoreng dengan ritme 
cepat dan api yang besar biar cepat matang.]
 
Dasar murid ndablek, tapi untungnya sadar kalo masih banyak kerak tebal di 
hati, maka kesempatan bertemu langsung dengan Mursyid tidak kusia-siakan, 
bertabaruk kepada Beliau dengan mencium tangannya bolak-balik. Alhamdulillah, 
semoga barakah.
 


      Get your preferred Email name!
Now you can @ymail.com and @rocketmail.com.
http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/aa/

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke