Rohingya, Saudara yang Terlupakan
http://warnaislam.com/rubrik/monolog/2009/2/2/29880/Rohingya_Saudara_Terlupakan.htm

Saat saudara-saudara kita di Jalur Gaza,
Palestina digempur habis-habisan. Anak-anak menjerit, wanita dan pria
dewasa menderita, ada saudara kita di tempat lain yang tak kalah
menderitanya namun luput dari perhatian dunia, termasuk kita saudara
mereka di Indonesia.
 Tak hanya luput dari perhatian kita, bahkan
pemerintah kita pun berencana mengusir ratusan manusia perahu dari
muslim Rohingya yang singgah di Pulau Sabang, Aceh. Setelah
berbulan-bulan hidup di lautan sebagai manusia perahu, akhirnya mereka
berlabuh di Pulau Sabang berharap mendapat tempat yang lebih layak dari
negeri kelahiran mereka sendiri di Burma. Di negeri sendiri, mereka
ditindas dan dimusnahkan. Sayang sekali, harapan mereka untuk mendapat
tempat layak di Sabang terancam punah, karena Indonesia, negeri yang
mereka sebut saudara tua karena sama-sama pemeluk agama Islam, justru
hendak mengusir dan mengirimkannya kembali ke negaranya.

Padahal, jika dikembalikan ke Burma, pilihan mereka hanya satu,
mati. Itulah alasan mereka terpaksa hengkang dari negerinya sendiri
untuk bertahan hidup. Tentu mereka tak ingin, Rohingya habis ditelan
bumi jika terus menerus bertahan di tanah mereka. Perlu ada yang
menyelamatkan generasi Rohingya dengan cara mengungsi ke negara-negara
tetangga.

Komunitas muslim Rohingya adalah kaum minoritas di daerah Utara
Arakan, sebelah barat Burma. Mereka, dianggap sebagai orang-orang yang
tak bernegara dan tidak diakui secara penuh kewarganegaraannya oleh
pemerintah Burma. Tidak seperti golongan etnik lainnya yang setidaknya
diakui warganegaranya oleh rezim Burma, masyarakat Rohingya dianggap
sebagai penduduk sementara dan tidak mendapat hak kewarganegaraan penuh.
Mereka diharuskan mendapat izin sebelum menikah, dan izin tersebut
biasanya disahkan setelah beberapa tahun. Pergerakan merekapun
dibatasi  - mereka diharuskan mendapat izin bahkan untuk singgah ke
desa lainnya, dan sering dihalangi untuk mendapat pengobatan dan
pendidikan. Sebagai “orang asing”, masyarakat Rohingya tidak
diperbolehkan bekerja sebagai pengajar, perawat, abdi masyarakat atau
dalam layanan masyarakat, dan di wilayah Rohingya, para pengajarnya
biasanya berasal dari golongan etnik Budha Rakhine, seringkali
menghalangi kesempatan untuk mendapatkan pendidikan bagi masyarakat
Rohingya. Pemerkosaan dan kerja paksa adalah hal yang cukup lazim,
serta  seringnya pemerasan terhadap mereka. Tentara meminta uang dari
mereka dan ketika mereka tidak dapat membayar, mereka akan ditahan dan
disiksa.

Masyarakat Rohingya juga mengalami penyiksaan secara religi. Hampir
tidak mungkin bagi mereka untuk mendapat izin renovasi, perbaikan dan
pembangunan Masjid. Dalam tiga tahun terakhir, setidaknya 12 Masjid di
Arakan Utara dihancurkan, dengan jumlah terbesar di tahun 2006. Sejak
1962, tidak ada Masjid baru yang dibangun. Bahkan para pemimpin agama
telah dipenjara karena merenovasi Masjid.

Perlakuan rezim Burma terhadap kaum minoritas muslim Rohingya,
disebut-sebut “seburuk-buruk perlakuan terhadap kemerdekaan manusia”.
Seorang pejabat senior PBB yang sering bertugas ke daerah-daerah krisis
kemanusiaan menggambarkan kekejaman yang terjadi di Utara Arakan,
bagian barat Burma, “Kalian akan mengerti arti kesengsaraan ketika
kalian melihatnya”.

Kesengsaraan muslim Rohingya sudah dimulai sejak tahun 1978 oleh
Junta Myanmar, akibatnya ratusan ribu orang mengungsi ke negara-negara
tetangganya dalam keadaan yang sangat memprihatinkan. Antara lain
mereka mengungsi ke Bangladesh yang berbatasan dengan Burma dan
sebagian lainnya menjadi pengungsi di perbatasan Burma dengan India.
Suasana kelaparan sangat terlihat di daerah-daerah pengungsian
tersebut. Di Perbatasan dengan Cina, wanita-wanita Rohingya dijual ke
tempat-tempat prostitusi.

Di Bangladesh, salah satu negara termiskin di dunia, para pengungsi
Rohingya juga tak mendapat jaminan kondisi yang lebih baik dibanding
negaranya. Sekitar 250 ribu pengungsi di Bangladesh tinggal di
desa-desa atau kamp-kamp buatan yang sangat memprihatinkan. Di
kamp-kamp tersebut, mereka tidak mendapat akses kesehatan, pendidikan
maupun jatah makanan dari pemerintah. United Nations High Commissioner
for Refugees (UNHCR) pernah memulangkan sekitar 200 ribu warga Rohingya
ke Burma, namun banyak yang kembali ke pengungsian. Mereka tak sanggup
bertahan di daerah asalnya. “Selama pelecehan hak-hak kemanusiaan masih
terjadi di Burma, kami tidak akan kembali. Kami terjebak antara mulut 
buaya dan ular, kemana kami akan pergi?” ujar salah seorang pengungsi.
Mereka bingung, pemerintah Burma menganggap Rohingya itu orang Bengal,
sedangkan pemerintah Bangladesh juga mengusir mereka karena Rohingya
itu orang Burma. “Kemana kami akan pergi?”

Tidak hanya pemerintah Burma yang mengintimidasi mereka, bahkan
Junta pun menggembar-gemborkan gerakan anti Islam di kalangan
masyarakat Budha Rakhine dan penduduk Burma sebagai bagian dari
kampanye memusuhi Rohingya. Gerakan ini berhasil, masyarakat Rohingya
menghadapi diskriminasi oleh pergerakan demokrasi Burma. Sebagian
masyarakat Rakhine dan Burma menolak untuk mengakui Rohingya sebagai
golongan etnik, dan mereka telah ditolak dalam keanggotaan Dewan
Nasional Etnis. “Muslim Arakan”, “Muslim Burma” atau “Bengal dari
Burma” adalah nama-nama yang disematkan kepada Rohingya sebagai bahan
ejekan.

Masyarakat Rohingya bukan sekadar memertahankan identitas etnis
mereka di Burma, perjuangan yang mereka lancarkan di daerahnya juga
untuk tetap membuat Islam berdiri di Burma. Rohingya, sejak tahun 1978
berteriak, menjerit sekeras-kerasnya kepada dunia, namun suara-suara
itu hilang ditelan bumi, terhalang tembok-tembok rezim dan hilang
terbawa angin. Mereka, saudara yang terlupakan. Percayalah kawan,
hingga detik ini mereka masih sangat sengsara dan berharap uluran
tangan dari saudara-saudaranya di manapun. (gaw)

Bayu Gawtama
Life-Sharer
http://bayugawtama.net
087 87 877 1961


      ____________________________________________________________________
Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia yang baru!
http://id.yahoo.com/

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke