Ah..Dia Memang Selalu Lebih Baik

Cerita refleksi diri ini telah memiliki berberapa versi mulai dari versi sang 
kodok sampai dengan sang keledai yang berakhir pada maksud dan tujuan yang 
sama. Di ceritakan bahwa sang keledai sering sekali mengeluh melihat nasibnya 
yang selalu di bedakan dengan tetangganya seekor kuda jantan hitam. Ketika 
berbelanja maka pastilah barang belanjaan di letakkan di punggungnya sementara 
sang majikan mengendarai kuda jantan tersebut. Begitupula dalam masalah 
makanan, suplemen khusus selalu di berikan kepada kuda jantan disampaing makan 
utama tentunya  sementara si keledai hanya mendapat makanan alakadarnya yang 
menurut ukurannya sekedar penahan lapar.

Si keledai sering sekali bermimpi menjadi kuda, menyandang pelana dan berpacu 
dengan gagah perkasa, tetapi ketika terbangun dia kembali meratapi nasib yang 
tidak berkesudahan. Suatu ketika terdengar kabar bahwa negeri di landa perang 
dan seluruh warga di wajibkan untuk turut serta membela negara tidak terkecuali 
sang majikan. Setiap laki-laki sehat berkumpul untuk di berangkatkan ke medan 
perang dengan berbagai macam perbekalan di perjalanan. Si keledai tetap diikut 
sertakan dengan jatah tugas seperti biasa yaitu pembawa perbekalan dan si kuda 
jantan hitam menemani sang majikan mempertaruhkan nyawa demi bangsa.

Sesampainya dimedan laga si keledai di ikat di bawah pohon sedangkan seluruh 
rombongan berpacu menyambut kilatan pedang sang musuh, berbaur dalam deru anak 
panah dan teriakan kematian. Debu berterbangan menyelubungi para prajurit yang 
hampir menyamarkan antara kawan dan lawan. Setelah beberapa lama bertempur, 
tentara musuh berhasil di pukul  mundur dan  para prajurit berjaga di garis 
batas menunggu berbagai kemungkinan. Dari kejauhan sikeledai hanya bisa 
menyaksikan. Tetapi keledai tersebut tidak menemukan tuannya diantara para 
prajurit yang kembali ke pos peristirahatan. Kuda lain bercerita bahwa 
majikannya telah tewas di medan pertempuran beserta kudanya yang terkena anak 
panah.

Raut wajah syukur mulai diperlihatkan si keledai bahwa dia tercipta sebagai 
mahluk yang kurang membanggakan jika dibawa ketengah pertempuran sementara 
keperkasaan sang kuda ternyata berakhir pada kematian pikirnya. Apa yang di 
pikirkan si keledai atau apa yang di pikirkan sang kodok (bagi yang telah 
membaca versi sang kodok) atau mungkin apa yang  kita pikirkan sering terpaku 
pada apa yang ada didalam diri kita sendiri sementara sisi yang lain selalu 
terlihat lebih indah.

Sifat qona'ah memang mulai jarang dilekatkan karena di anggap melunturkan 
semangat untuk ikhtiar. Padahal sifat qona'ah justru membentuk ke ikhlasan dan 
kesabaran atas pemberian Allah kepada kita tanpa harus menghilangkan sifat 
istiqomah untuk berikhtiar karena hasil dari ikhtiarpun merupakan rahmat Allah 
yang kita tidak tahu kapan dan berapa banyak kita akan memperolehnya. Itulah 
hidup penuh dengan segala resiko yang mesti kita jalani suka atau tidak suka.

Mungkin ada benarnya apa yang dikatakan Oprah Winfrey pembawa acara talk show 
terkenal dari Amerika bahwa resiko yang paling merugikan dalam hidup kita 
adalah bahwa kita terlalu banyak menghabiskan waktu untuk berusaha sekuat 
tenaga menghidari resiko tersebut.

Salam

David 
www.sebuahtitik.blogspot.com

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke