Sedekah Tidaklah Mesti Dengan Harta  
 
Dari Abu Dzar radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Sesungguhnya sebagian
dari para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata
kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, "Wahai Rasulullah,
orang-orang kaya lebih banyak mendapat pahala, mereka mengerjakan shalat
sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, dan
mereka bershodaqoh dengan kelebihan harta mereka". Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda, "Bukankah Allah telah menjadikan bagi kamu
sesuatu untuk bershodaqaoh? Sesungguhnya tiap-tiap tasbih adalah
shodaqoh, tiap-tiap tahmid adalah shodaqoh, tiap-tiap tahlil adalah
shodaqoh, menyuruh kepada kebaikan adalah shodaqoh, mencegah kemungkaran
adalah shodaqoh dan persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan
istrinya) adalah shodaqoh ". Mereka bertanya, " Wahai Rasulullah, apakah
(jika) salah seorang di antara kami memenuhi syahwatnya, ia mendapat
pahala?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Tahukah
engkau jika seseorang memenuhi syahwatnya pada yang haram, dia berdosa.
Demikian pula jika ia memenuhi syahwatnya itu pada yang halal, ia
mendapat pahala".  (HR. Muslim no. 2376)


PENJELASAN DAN FAEDAH HADITS 


Para Shahabat Bersemangat Dalam Melakukan Kebaikan 
Kita dapat melihat dalam hadits ini bahwa para shahabat radhiyallahu
'anhum ajma'in sangat bersemangat dalam melakukan kebaikan dan saling
berlomba-lomba dalam melakukan amal kebaikan dan amal sholih. Setiap di
antara mereka ingin mendapatkan sebagaimana yang didapati oleh yang
lainnya. 
Dalam hadits ini terlihat bahwa shahabat-shahabat yang miskin mendatangi
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka mengadukan kepada
beliau shallallahu 'alaihi wa sallam mengenai orang-orang kaya yang
sering membawa banyak pahala karena sering bersedekah dengan kelebihan
harta mereka. Namun, pengaduan mereka ini bukanlah hasad (iri) dan
bukanlah menentang takdir Allah. Akan tetapi, maksud mereka adalah untuk
bisa mengetahui amalan yang bisa menyamai perbuatan orang-orang kaya.
Shahabat-shahabat yang miskin ingin agar amalan mereka bisa menyamai
orang kaya yaitu dalam hal sedekah walaupun mereka tidak memiliki harta.
Akhirnya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan mereka
solusi bahwa bacaan dzikir, amar ma'ruf nahi mungkar, dan berhubungan
mesra dengan istri bisa menjadi sedekah.  

Marilah Gemar untuk Bersedekah 
Dalam hadits ini, kita dapat melihat bahwa shahabat-shahabat yang kaya
gemar sekali untuk berinfak dengan kelebihan harta mereka. Untuk lebih
memotivasi kita untuk banyak berinfak, kita dapat melihat pada firman
Allah Ta'ala,

"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan
hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah
melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah
Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui." (QS. Al Baqarah [2] :
261)  

Inilah permisalan yang Allah gambarkan yang menunjukkan berlipat
gandanya pahala orang yang berinfak di jalan Allah dengan selalu selalu
mengharap ridho-Nya. Dan ingatlah bahwa setiap kebaikan akan dibalas 10
hingga 700 kali lipat. 
Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan, "Ayat ini merupakan isyarat
bahwa setiap amal sholih yang dilakukan akan diiming-imingi pahala yang
berlimpah bagi pelakunya. Sebagaimana Allah mengiming-imingi tanaman
bagi siapa yang menanamnya di tanah yang baik (subur)."  

Sedekah, Tidak Hanya Berupa Harta 
Dapat kita lihat dalam hadits ini bahwa suri tauladan kita -Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam- memberikan petunjuk kepada kita bahwa
sedekah bukanlah hanya dengan harta sehingga orang-orang miskin pun bisa
melakukannya. Di sini, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
menyebutkan bahwa bentuk sedekah yang lainnya adalah dengan bacaan
tasbih yaitu dzikir Subhanallah, bacaan takbir yaitu dzikir Allahu
akbar, bacaan tahmid yaitu dzikir Alhamdulillah, dan bacaan tahlil yaitu
dzikir Laa ilaha illallah. Begitu juga termasuk sedekah adalah mengajak
orang lain yang lalai untuk melakukan ketaatan dan melarang orang lain
dari perbuatan yang mungkar. 
Perbuatan ini semua termasuk sedekah yang mampu dilakukan oleh orang
miskin dan bisa dilakukan setiap saat. Sedangkan, orang kaya hanya
mungkin dapat bersedekah pada satu waktu dan bukan setiap saat.  

Berhubungan Intim dengan Istri Juga Termasuk Sedekah 
Dalam hadits ini juga Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
menyebutkan di antara bentuk sedekah yang lain adalah jima'
(bersenggama) dengan istri. 
Namun, tatkala Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memaparkan yang
demikian, para shahabat langsung timbul tanda tanya. Bagaimana bisa
seseorang mendatangi istrinya dengan syahwat termasuk sedekah? 
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab keraguan dari para shahabat
ini dengan menggunakan qiyas bil'aqsi (analogi yang berkebalikan). Yaitu
beliau shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan "Tahukah engkau jika
seseorang memenuhi syahwatnya pada yang haram, dia berdosa. Demikian
pula jika ia memenuhi syahwatnya itu pada yang halal, ia mendapat
pahala." 
Ada perkataan yang sangat bagus sekali dari An Nawawi tatkala
menjelaskan makna hadits ini.

Beliau rahimahullah mengatakan, "Ketahuilah bahwa syahwat jima' adalah
syahwat yang paling disukai oleh para Nabi 'alaihimush sholatu was salam
dan orang-orang sholih. Mereka mengatakan,'Karena di dalam syahwat
tersebut terdapat maslahat (manfaat) diniyyah (agama) dan duniawiyyah
(dunia) di antaranya adalah bisa menjaga pandangan, menahan diri dari
zina, bisa menghasilkan anak dan memperbanyak umat ini hingga hari
kiamat. Syahwat selain jima' lebih akan mengeraskan hati sedangkan
syahwat jima' ini lebih akan melembutkan (mententramkan) hati'."
(Dinukil dari Ad Durotus Salafiyyah, hal 186)  

Sedekah Ada yang Wajib dan Sunnah 
Macam-macam sedekah yang disebutkan di atas yaitu bacaan dzikir dan
sebagainya, ada yang wajib dan sunnah. 
Bacaan takbir, ada yang wajib dan ada yang tidak wajib. Takbiratul ihram
dalam shalat termasuk kewajiban dan bacaan takbir sesudah shalat adalah
anjuran (sunnah). Begitu juga dengan bacaan tahlil, tasbih, dan tahmid. 
Amar ma'ruf nahi mungkar yaitu memerintahkan kepada ketaatan dan
mencegah dari kemungkaran, ini juga ada yang wajib yaitu fardhu 'ain
bagi yang memiliki kemampuan dan ada yang sifatnya fardhu kifayah yaitu
apabila sebagian telah melakukkannya dan mencukupi maka yang lain
menjadi gugur kewajibannya, juga ada yang hukumnya mustahab
(dianjurkan). 
Namun, untuk melakukan amar ma'ruf nahi mungkar hendaklah melihat
syarat-syarat berikut ini.  

Syarat Amar Ma'ruf dan Nahi Mungkar 
Amar ma'ruf (memerintahkan kepada ketaatan) harus memiliki dua syarat
yaitu : 
Pertama, orang yang memerintah harus memiliki ilmu bahwa yang
diperintahkan adalah suatu ketaatan. Jika dia tidak memiliki ilmu maka
dia tidak boleh beramar ma'ruf. Karena apabila seseorang seseorang
beramar ma'ruf padahal dia tidak mengetahui ilmunya (alias 'jahil atau
bodoh') maka berarti dia telah berkata tentang Allah tanpa ilmu. 
Kedua, orang yang memerintah harus mengetahui bahwa orang yang
diajak/diperintah telah meninggalkan suatu kewajiban. Jika yang
memerintah tidak mengetahuinya, dia harus bertanya terlebih dahulu.
Sebagaimana hal ini dicontohkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Dari Jabir, beliau berkata, 

 "Pada hari Jum'at, seorang pria memasuki masjid sedangkan Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam sedang berkhutbah. Lalu Nabi berkata,
'Apakah kamu sudah shalat (tahiyatul masjid, pen)?' Pria tadi menjawab,
'Belum'. Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan, 'Maka
shalatlah (tahiyatul masjid, pen) sebanyak dua raka'at. " (HR. Bukhari
no. 931)  

Maka dalam hadits di atas terlihat bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam tidak memerintah langsung sebelum mengetahui apakah sudah
melakukan shalat atau belum.  

Begitu juga nahi mungkar atau melarang dari kemungkaran juga harus
terpenuhi tiga syarat : 
Pertama, harus diketahui terlebih dahulu bahwa perbuatan tersebut adalah
mungkar berdasarkan dalil syar'i dan bukan persangkaan atau pendapat
semata. Karena terkadang manusia mengingkari orang lain padahal dia
melakukan perbuatan yang disyari'atkan. 
Kedua, harus diketahui bahwa orang yang ingin dilarang telah terjatuh
dalam suatu kemungkaran. Jika tidak mengetahui demikian, dia tidak boleh
melarang yang lainnya. 
Misalnya : Ada seseorang makan dan minum pada saat Ramadhan di masjid.
Maka seseorang tidak boleh mengingkarinya sampai dia menanyakan terlebih
dahulu, apakah orang tersebut seorang musafir atau bukan. Karena seorang
musafir boleh saja makan dan minum ketika ramadhan. 
Ketiga, mengingkari kemungkaran tidak sampai menimbulkan kemungkaran
yang lebih besar. Jika melakukan seperti ini, maka melarang kemungkaran
dalam kondisi ini menjadi haram.  

Menghilangkan kemungkaran ada beberapa macam yaitu : 
1.    Bisa menghilangkan kemungkaran secara keseluruhan 
2.    Bisa meringankan kemungkaran yang ada 
3.    Berpindah menjadi kemungkaran yang semisalnya 
4.    Berpindah menjadi kemungkaran yang lebih besar 
Jika kemungkaran bisa hilang secara keseluruhan atau sebagiannya saja,
maka pada kondisi ini hukum melarang kemungkaran menjadi wajib. 
Jika kemungkaran yang dihilangkan itu berpindah kepada kemungkaran yang
semisal, maka perlu ditinjau lagi. Karena ada sebagian orang yang
demikian merasa ringan jika berpindah pada kemungkaran yang lainnya dan
juga ada yang lebih baik jika dia tetap pada kemungkaran yang dulu dia
lakukan. 
Namun jika kemungkaran yang dihilangkan malah akan menimbulkan
kemungkaran yang lebih besar, maka dalam hal ini, nahi mungkar menjadi
haram. 
Dalil yang menunjukkan bahwa menghilangkan kemungkaran secara
keseluruhan atau sebagian adalah wajib dapat dilihat pada firman Allah
Ta'ala, 

 "Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa."
(QS. Al Maa'idah [5] : 2) 

"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar."
(QS. Ali Imron [3] : 104)  

Sedangkan dalil yang menunjukkan bahwa menghilangkan kemungkaran menjadi
haram jika menimbulkan kemungkaran lain yang lebih besar dapat dilihat
pada firman Allah, 

 "Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain
Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas
tanpa pengetahuan." (QS. Al An'am [6] : 108)  

Dalam ayat ini, Allah melarang kita mencaci maki sesembahan orang
musyrik padahal itu adalah perkara yang wajib. Karena jika ini dilakukan
akan membawa kepada kemungkaran lebih besar yaitu orang-orang musyrik
malah akan mencaci Allah yaitu Dzat yang tersucikan dari segala bentuk
kekurangan. 
Begitu juga berhubungan dengan istri termasuk sedekah. Dan sedekah ini
terkadang menjadi wajib dan terkadang cuma sekedar anjuran. 
Apabila seseorang takut dirinya akan terjerumus dalam zina jika tidak
mendatangi istrinya maka mendatangi istrinya dalam kondisi ini menjadi
wajib. Dan jika tidak seperti ini, maka hukum mendatangi istri adalah
dianjurkan.  

Mencukupkan Diri dengan yang Halal 
Dari hadits ini terdapat suatu faedah yang sangat penting yaitu
'barangsiapa mencukupkan diri dengan yang halal maka itu akan menjadi
qurbah (bentuk ibadah) dan sedekah'. Karena Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam mengatakan, 

 "Dan persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan istrinya) adalah
shodaqoh." (HR. Muslim)  

Namun, perlu diperhatikan bahwa suatu perbuatan mubah bisa bernilai
pahala jika disertai dengan niat ikhlas untuk mengharapkan wajah Allah. 
Dalil yang menunjukkan hal ini adalah sabda Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam, 

 "Tidaklah nafkah yang engkau cari untuk mengharapkan wajah Allah
kecuali engkau akan diberi balasan karenanya, sampai apa yang engkau
masukkan dalam mulut istrimu." (HR. Bukhari no. 56)  

 Juga dapat dilihat pada firman Allah Ta'ala, 

 "Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali
bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau
berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan
barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka
kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar." (QS. An Nisa' [4] :
114)  

An Nawawi dalam Syarh Muslim 6/16 mengatakan, 

 "Sesungguhnya perbuatan mubah, jika dimaksudkan dengannya untuk
mengharapkan wajah Allah Ta'ala, maka dia akan berubah menjadi suatu
ketaatan dan akan mendapatkan balasan (ganjaran)." 

Namun ada catatan penting yang harus diperhatikan bahwa perkara mubah
itu bisa berpahala kalau disertai dengan niat untuk mengharapkan wajah
Allah. Tetapi ingat bahwa perkara mubah tersebut hanyalah sebagai sarana
saja dan tidak menjadi ibadah itu sendiri. 

Semoga Allah selalu memberikan ilmu yang bermanfaat dan memberi petunjuk
untuk melakukan amal sholih. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kaum
muslimin dan semoga Allah membalas amalan ini. 

Sumber Rujukan Utama : 
Fathul Qowil Matin, Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr 
Syarh Al Arba'in An Nawawiyyah, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin 
Syarh Al Arba'in An Nawawiyyah, Syaikh Sholih Alu Syaikh 
Shohih Tafsir Ibnu Katsir, Musthofa Al 'Adawiy

***

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal 

 

The Royal Bank of Scotland plc, Registered in Scotland No. 90312. Registered 
Office: 36 St Andrew Square, Edinburgh EH2 2YB

Authorised and regulated by the Financial Services Authority.

This e-mail message is confidential and for use by the addressee only. If the 
message is received by anyone other than the addressee, please return the 
message to the sender by replying to it and then delete the message from your 
computer. Internet e-mails are not necessarily secure. The Royal Bank of 
Scotland plc does not accept responsibility for changes made to this message 
after it was sent.

Whilst all reasonable care has been taken to avoid the transmission of viruses, 
it is the responsibility of the recipient to ensure that the onward 
transmission, opening or use of this message and any attachments will not 
adversely affect its systems or data. No responsibility is accepted by The 
Royal Bank of Scotland plc in this regard and the recipient should carry out 
such virus and other checks as it considers appropriate.


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke