from http://solifecenter.com

Lelaki Tua di Serambi Masjid

Jalannya tertatih menapaki beberapa anak tangga masjid, di setiap anak tangga 
ia berhenti untuk mengambil nafas panjang. Wajahnya menyeringai setiap kali 
kakinya menapaki anak tangga, lenguhan nafasnya lumayan terdengar dari jarak 
beberapa meter. Namun dari bibirnya selalu keluar kalimat “Allahu Akbar”. Dan 
ucapan “Alhamdulillah” penuh perasaan spontan keluar dari lelaki tua itu 
setelah anak tangga terakhir berhasil dicapainya. Matanya berbinar, wajahnya 
berseri sambil melangkah perlahan memasuki ruang utama masjid.

Ia pun mengambil posisi di sisi dinding serambi masjid untuk melaksanakan 
sholat sunnah sebelum sholat fardhu. Tubuhnya gemetar sepanjang ia berdiri, 
mungkin alasan itulah ia memilih posisi di sisi dinding agar bisa berpegangan 
jika hendak bangun dari sujud atau duduk untuk berdiri lagi. Demikian adanya 
yang terjadi, kakinya gemetar menahan tubuhnya, sedangkan ia harus bersusah 
payah saat harus berdiri lagi. Sebuah perjuangan tengah dipertontonkan oleh 
lelaki tua itu, mata ini tak ingin lepas dari gerak-geriknya yang semakin 
memikat.

Tak sesederhana yang tampak sekilas dari perjuangan sholat yang tengah 
diperagakan lelaki tua itu. Mulai dari cara ia berjalan memasuki halaman 
masjid, kemudian tertatih sambil meringis menapaki satu persatu anak tangga, 
dilanjutkan sholat sunnah di sisi dinding sambil kaki terus gemetar. Nafasnya 
tersengal menjalani semua itu, bagaikan seorang yang tengah memanggul beban 
berat di pundaknya yang sama sekali tak bisa ia lepaskan namun harus tetap 
dipikul beban itu. Kasihan, perasaan ini yang akhirnya terbersit di benak.

Sesaat sebelum iqomat berkumandang, saya mendekati lelaki tua ini. Setelah 
berbasa-basi, berkenalan dan mencoba mengakrabinya, saya menyampaikan rasa iba 
saya kepadanya dan menyarankan untuk sholat sambil duduk saja jika memang tak 
kuat untuk berdiri. Seketika matanya menatap saya tajam tepat ke arah mata 
saya. Merasa bersalah saya mengeluarkan kata-kata itu kepadanya. “Maaf pak bila 
kata-kata saya salah, saya hanya…”

Lelaki tua itu segera menepuk pundak saya dan berkata, “Anak muda… saya 
memaksakan diri berjalan tertatih-tatih dari rumah ke masjid, memaksakan diri 
sambil menahan sakit menaiki anak tangga satu persatu, memaksakan diri untuk 
tetap berdiri dalam sholat saya agar Allah tahu betapa menyesalnya saya yang 
telah menyia-nyiakan masa muda dengan tidak banyak beribadah…”

“Waktu masih gagah seperti Anda, saya tidak banyak belajar agama apalagi 
menjalankannya. Banyak perintah Allah saya abaikan, sholat hampir selalu saya 
tinggalkan. Sekarang sudah setua ini saya baru sadar betapa nikmatnya beribadah 
dan berdekatan dengan Allah. Karenanya, saya abaikan rasa sakit dan letih ini 
untuk terus sholat dan memerbanyak ibadah lainnya. Saya… hanya ingin Allah 
melihat saya menyesal telah mengabaikan Dia selagi saya muda” matanya masih 
menatap saya yang tertunduk.

Iqomat pun berkumandang, ia menolak untuk saya bantu berdiri. Saya jadi malu 
sendiri, bukan kepada lelaki tua itu, melainkan pada diri sendiri yang masih 
gagah namun belum maksimal beribadah. Malu kepada Allah yang masih memberikan 
saya kemampuan untuk banyak beribadah. Astaghfirullah… (Gaw)

Bayu Gawtama
Life-Sharer
http://solifecenter.com
0852 190 68581



      ____________________________________________________________________
Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia yang baru!
http://id.yahoo.com/

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke