Bismillaahir Rahmaanir Rahiim
Assalamu'alaikum wa Rohmatulloohi  wa Barokatuhu
 
Wajibnya Berkurban dalam Iedul Adha
 
Penulis: Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari
 
Kurban adalah kambing yang disembelih setelah melaksanakan shalat Idul Adha 
dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah, karena Dia Yang Maha Suci dan Maha 
Tinggi berfirman (yang artinya) : “ Katakanlah : sesungguhnya shalatku, 
kurbanku (nusuk), hidup dan matiku adalah untuk Allah Rabb semesta alam tidak 
ada sekutu bagi-Nya" [Al-An'am : 162]

Nusuk dalam ayat di atas adalah menyembelih hewan dalam rangka mendekatkan diri 
kepada Allah Ta' ala. [ Minhajul Muslim (355-356)]

Ulama berselisih pendapat tentang hukum kurban. Yang tampak paling rajih 
(tepat) dari dalil-dalil yang beragam adalah hukumnya wajib. Berikut ini akan 
aku sebutkan untukmu -wahai saudaraku muslim- beberapa hadits yang dijadikan 
sebagai dalil oleh mereka yang mewajibkan :

Pertama.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu ia berkata : Bersabda Rasulullah 
Shallallahu 'alaihi wa sallam. (yang artinya) : “ Siapa yang memiliki 
kelapangan (harta) tapi ia tidak menyembelih kurban maka jangan sekali-kali ia 
mendekati mushalla kami" [Riwayat Ahmad (1/321), Ibnu Majah (3123), 
Ad-Daruquthni (4/277), Al-Hakim (2/349) dan (4/231) dan sanadnya hasan]
Sisi pendalilannya adalah beliau melarang orang yang memiliki kelapangan harta 
untuk mendekati mushalla jika ia tidak menyembelih kurban. Ini menunjukkan 
bahwa ia telah meninggalkan kewajiban, seakan-akan tidak ada faedah mendekatkan 
diri kepada Allah bersamaan dengan meninggalkan kewajiban ini.

Kedua.
Dari Jundab bin Abdullah Al-Bajali , ia berkata : Pada hari raya kurban, aku 
menyaksikan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. (yang artinya) : “ 
Siapa yang menyembelih sebelum melaksanakan shalat maka hendaklah ia mengulang 
dengan hewan lain, dan siapa yang belum menyembelih kurban maka sembelihlah" 
[Diriwayatkan oleh Bukhari (5562), Muslim (1960), An-Nasa'i (7/224), Ibnu Majah 
(3152), Ath-Thayalisi (936) dan Ahmad (4/312,3131).] Perintah secara dhahir 
menunjukkan wajib, dan tidak ada [Akan disebutkan bantahan-bantahan terhadap 
dalil yang dipakai oleh orang-orang yang berpendapat bahwa hukum menyembelih 
kurban adalah sunnah, nantikanlah.] perkara yang memalingkan dari dhahirnya.

Ketiga.
Mikhnaf bin Sulaim menyatakan bahwa ia pernah menyaksikan Nabi Shallallahu 
'alaihi wa sallam berkhutbah pada hari Arafah, beliau bersabda (yang artinya) : 
“ Bagi setiap keluarga wajib untuk menyembelih 'atirah[Berkata Abu Ubaid dalam 
"Gharibul Hadits" (1/195) : "Atirah adalah sembelihan di bulan Rajab yang 
orang-orang jahiliyah mendekatkan diri kepada Allah dengannya, kemudian datang 
Islam dan kebiasaan itu dibiarkan hingga dihapus setelahnya.] setiap tahun. 
Tahukah kalian apa itu 'atirah ? Inilah yang biasa dikatakan orang dengan nama 
rajabiyah" [Diriwayatkan Ahmad (4/215), Ibnu Majah (3125) Abu Daud (2788) 
Al-Baghawi (1128), At-Tirmidzi (1518), An-Nasa'i (7/167) dan dalam sanadnya ada 
rawi be7rnama Abu Ramlah, dia majhul (tidak dikenal). Hadits ini memiliki jalan 
lain yang diriwayatkan Ahmad (5/76) namun sanadnya lemah. Tirmidzi 
menghasankannya dalam "Sunannya" dan dikuatkan Al-Hafidzh dalam Fathul Bari 
(10/4), Lihat Al-Ishabah (9/151)] 
Perintah dalam hadits ini menunjukkan wajib. Adapun 'atirah telah dihapus 
hukumnya (mansukh), dan penghapusan kewajiban 'atirah tidak mengharuskan 
dihapuskannya kewajiban kurban, bahkan hukumnya tetap sebagaimana asalnya.

Berkata Ibnul Atsir :'Atirah hukumnya mansukh, hal ini hanya dilakukan pada 
awal Islam.[ Jami ul-ushul (3/317) dan lihat 'Al-Adilah Al-Muthmainah ala 
Tsubutin naskh fii Kitab was Sunnah (103-105) dan "Al-Mughni" (8/650-651).]

Adapun orang-orang yang menyelisihi pendapat wajibnya kurban, maka syubhat 
mereka yang paling besar untuk menunjukkan (bahwa) menyembelih kurban hukumnya 
sunnah adalah sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam (yang artinya) : “ 
Apabila masuk sepuluh hari (yang awal dari bulan Dzulhijjah -pen), lalu salah 
seorang dari kalian ingin menyembelih kurban maka janganlah ia menyentuh 
sedikitpun dari rambutnya dan tidak pula kulitnya". [Diriwayatkan Muslim 
(1977), Abu Daud (2791), An-Nasa'i (7/211dan 212), Al-Baghawi (1127), Ibnu 
Majah (3149), Al-Baihaqi (9/266), Ahmad (6/289) dan (6/301 dan 311), Al-Hakim 
(4/220) dan Ath-Thahawi dalam "Syarhu Ma'anil Atsar" (4/181) dan jalan-jalan 
Ummu Salamah Radhiyallahu 'anha]

Mereka berkata ["Al-majmu" 98/302) dan Mughni Al-Muhtaj" (4/282) 'Syarhus 
Sunnah" (4/348) dan "Al-Muhalla" 98/3)] : "Dalam hadits ini ada dalil yang 
menunjukkan bahwa menyembelih hewan kurban tidak wajib, karena beliau 
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Jika salah seorang dari kalian ingin 
menyembelih kurban ...." , seandainya wajib tentunya beliau tidak menyandarkan 
hal itu pada keinginan (iradah) seseorang".

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah telah membantah syubhat ini setelah 
beliau menguatkan pendapat wajibnya hukum, dengan perkataannya [Majmu Al-Fatawa 
(22/162-163)]

"Orang-orang yang menolak wajibnya menyembelih kurban tidak ada pada mereka 
satu dalil. Sandaran mereka adalah sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : 
"Siapa yang ingin menyembelih kurban ....." Mereka berkata : "Sesuatu yang 
wajib tidak akan dikaitkan dengan iradah (kehendak/keinginan) !" Ini merupakan 
ucapan yang global, karena kewajiban tidak disandarkan kepada keinginan hamba 
maka dikatakan : "Jika engkau mau lakukanlah", tetapi terkadang kewajiban itu 
digandengkan dengan syarat untuk menerangkan satu hukum dari hukum-hukum yang 
ada. Seperti firman Allah :
(yang artinya) : “ Apabila kalian hendak mengerjakan shalat maka basuhlah ...." 
[Al-Maidah : 6]

Dikatakan : Jika kalian ingin shalat. Dan dikatakan pula : Jika kalian ingin 
membaca Al-Qur'an maka berta'awudzlah (mintalah perlindungan kepada Allah). 
Thaharah (bersuci) itu hukumnya wajib dan membaca Al-Qur'an (Al-Fatihah-pent) 
di dalam shalat itu wajib.

Dalam ayat ini Allah berfirman (yang artinya) : “ Al-Qur'an itu hanyalah 
peringatan bagi semesta alam, (yaitu) bagi siapa di antara kalian yang ingin 
menempuh jalan yang lurus" [At-Takwir : 27]
Allah berfirman demikian sedangkan keinginan untuk istiqamah itu wajib".

Kemudian beliau rahimahullah berkata [Sama dengan di atas] :
Dan juga, tidaklah setiap orang diwajibkan padanya untuk menyembelih kurban.. 
Kewajiban hanya dibebankan bagi orang yang mampu, maka dialah yang dimaksudkan 
ingin menyembelih kurban, sebagaimana beliau berkata (yang artinya) : “ Siapa 
yang ingin menunaikan ibadah haji hendaklah ia bersegera menunaikannya ..... " 
[Diriwayatkan Ahmad (1/214,323, 355), Ibnu Majah (3883), Abu Nu'aim dalam 
Al-Hilyah (1/114) dari Al-Fadl, namun pada isnadnya ada kelemahan. Akan tetapi 
ada jalan lain di sisi Abi Daud (1732), Ad-Darimi (2/28), Al-Hakim (1/448), 
Ahmad (1/225) dan padanya ada kelemahan juga, akan tetapi dengan dua jalan 
haditsnya hasan Insya Allah. Lihat 'Irwaul Ghalil" oleh ustadz kami Al-Albani 
(4/168-169)]

Haji hukumnya wajib bagi orang yang mampu, maka sabda beliau : "Siapa yang 
ingin menyembelih kurban ..." sama halnya dengan sabda beliau : "Siapa yang 
ingin menunaikan ibadah haji ........"

Imam Al-'Aini [Dalam 'Al-Binayah fi Syarhil Hadayah" (9/106-114)] rahimahullah 
telah memberikan jawaban atas dalil mereka yang telah disebutkan -dalam rangka 
menjelaskan ucapan penulis kitab "Al-Hadayah"[ Yang dimaksud adalah kitab 
"Al-Hadayah Syarhul Bidayah" dalam fiqih Hanafiyah. Kitab ini termasuk di 
antara kitab-kitab yang biasa digunakan dalam madzhab ini. Sebagaimana dalam 
"Kasyfudh Dhunun" (2/2031-2040). Kitab ini merupakan karya Imam Ali bin Abi 
Bakar Al-Marghinani, wafat tahun (593H), biografinya bisa dilihat dalam 
'Al-Fawaidul Bahiyah" (141).] yang berbunyi : "Yang dimaksudkan dengan iradah 
(keinginan/kehendak) dalam hadits yang diriwayatkan -wallahu a'lam- adalah 
lawan dari sahwu (lupa) bukan takhyir (pilihan, boleh tidaknya -pent)". 
Al-'Aini rahimahullah menjelaskan :

"Yakni : Tidaklah yang dimaksudka takhyir antara meninggalkan dan kebolehan, 
maka jadilah seakan-akan ia berkata : "Siapa yang bermaksud untuk menyembelih 
hewan kurban di antara kalian", dan ini tidak menunjukkan dinafikannya 
kewajiban, sebagaimana sabdanya :(yang artinya) : “ Siapa yang ingin shalat 
maka hendaklah ia berwudlu" [Aku tidak mendapat lafadh seperti iin, dan apa 
yang setelahnya cukup sebagai pengambilan dalil]

Dan sabda beliau (yang artinya) : “ Siapa diantara kalian ingin menunaikan 
shalat Jum'at maka hendaklah ia mandi" [Diriwayatkan dengan lafadh ini oleh 
Muslim (844) dan Ibnu Umar. Adapun Bukhari , ia meriwayatkannya dan Ibnu Umar 
dengan lafadh yang lain, nomor (877), 9894) dan (919]. 

Yakni siapa yang bermaksud shalat Jum'at, (jadi) bukanlah takhyir ....

Adapun pengambilan dalil tidak wajibnya kurban dengan riwayat bahwa Nabi 
Shallallahu 'alaihi wa sallam menyembelih kurban untuk umatnya -sebagaimana 
diriwayatkan dalam "Sunan Abi Daud" (2810), "Sunan At-Tirmidzi" (1574) dan 
"Musnad Ahmad" (3/356) dengan sanad yang shahih dari Jabir- bukanlah 
pengambilan dalil yang tepat karena Nabi melakukan hal itu untuk orang yang 
tidak mampu dari umatnya.

Bagi orang yang tidak mampu menyembelih kurban, maka gugurlah darinya kewajiban 
ini.

Wallahu a'lam

(Dikutip dari Ahkaamu Al' Iidaini Fii Al-Sunnah Al-Muthahharah, edisi Indonesia 
Hari Raya Bersama Rasulullah, oleh Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid 
Al-Halabi Al-Atsari, Pustaka Al-Haura', penerjemah Ummu Ishaq Zulfa Hussein) 
http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=494
 
 
 
 
Wassalamu'alaikum wa Rohmatulloohi  wa Barokatuhu
 
 


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke