http://www.hidayatullah.com/cermin-a-features/180-jalan-jalan/11403-siapakah-yang-menciptakan-allah

Siapakah Yang Menciptakan Allah?

Thursday, 15 April 2010 14:31
E-mail Print PDF

Sepenggal kisah kehidupan di Hamburg, kota pelabuhan sungai Elbe. Kota hijau 
nan indah di utara Jerman itu menyimpan kenangan penuh hikmah.

Hidayatullah.com--Hamburg adalah kota di bagian utara Jerman yang sangat indah 
dan termasuk kota terbesar kedua di Jerman dan ketujuh di Uni Eropa. Kota 
pelabuhan sungai Elbe ini memiliki tak kurang dari 40-an buah masjid, banyak di 
antaranya terpusat di dekat jantung kota dan stasiun utama kereta api (Hamburg 
Hauptbahnhof) serta terminal bus antar-kota dan antar-negara 
(Zentral-Omnibus-Bahnhof, ZOB). Di sekitar itulah bertaburan sejumlah masjid, 
tak terkecuali masjid yang menjadi pusat kegiatan ke-Islaman warga muslim 
Indonesia di Hamburg yang bernaung di bawah payung resmi Indonesisches 
Islamisches Centrum e.V.

Sabtu 10 April 2010 itu cuaca masih dingin, masih di bawah 20°C, namun angin 
dingin yang berhembus memaksa orang mengenakan jaket tebal. Seperti biasa acara 
sabtu pagi hingga selepas Dzuhur diisi pengajian anak-anak, yakni belajar 
membaca Al Qur'an dan ceramah Islam dalam bahasa Jerman. Sorenya setelah Dzuhur 
giliran diadakan pengajian untuk mahasiswa dan remaja.

Pengajian tersebut banyak melibatkan diskusi dua arah dan logika mengingat 
begitulah budaya dan pola pikir masyarakat yang ada di Jerman. Di antara yang 
dibahas adalah permasalahan yang mereka hadapi ketika bercengkerama dengan 
teman-teman Jerman mereka yang menanyakan seputar agama. Salah seorang peserta 
remaja, yang baru akan memasuki jenjang kuliah di perguruan tinggi, menanyakan 
bagaimana menjawab pertanyaan temannya: "Kalau alam semesta ini diciptakan 
Tuhan, lalu siapakah yang menciptakan Tuhan?"

Nampaknya saat pengajian berlangsung, sang pembicara yang masih mahasiswa 
kelewat menjawab pertanyaan itu. Mungkin saking banyaknya masalah yang dibahas 
serta pembicaraan yang merambah ke mana-mana, sehingga terlupakan. Syukurlah 
sarana komunikasi internet cukup membantu, dan segera setelah pengajian usai, 
sang pembicara melayangkan email menjawab pertanyaan yang terlewatkan itu ke 
peserta pengajian. Sengaja isi jawabannya dipaparkan di sini, dengan maksud 
barangkali bisa diambil manfaatnya jika ada pertanyaan serupa di masa mendatang.
 
Pertanyaan:  Siapakah yang menciptakan Allah?

Jawaban: Sebelum menjawab pertanyaan ini, ini ibarat ada pertanyaan dgn logika 
serupa seperti ini: Mengapa ular kok tidak punya dua kaki, dua sayap, bulu dan 
dapat terbang seperti burung? Jawabannya: karena kalau ular punya ciri seperti 
burung, dia tidak dinamakan ular, tapi ya burung.

Mengapa kursi dan meja kok tidak bisa berbicara seperti pembuatnya, tidak punya 
otak, tidak punya keahlian membuat sesuatu seperti manusia? Jawabannya: ya 
karena kalau dia punya ciri dan sifat seperti manusia, maka dia bukan meja atau 
bukan kursi, tapi makhluk lain, atau mungkin malah dipanggil manusia.

Mengapa pisang kok tidak punya rasa, warna, bau, bentuk dan kesamaan dengan 
Pizza? Jawabannya: ya karena kalau pisang seperti itu berarti bukan pisang, 
tapi ya Pizza.

Sama, siapa yg menciptakan Allah atau Tuhan yang Maha Pencipta? Jawabannya: 
kalau Tuhan itu diciptakan maka dia tidak disebut Tuhan, tapi makhluk. Tuhan 
itu ya yang Maha Pencipta dan tidak diciptakan, abadi, dan Maha Segalanya. 
Itulah konsep Tuhan.
 
Jika seseorang berpikir siapakah yang menciptakan Tuhan Yang Maha Pencipta, 
maka logika berpikirnya yang keliru, karena ini menyamakan Tuhan dengan 
bukan-Tuhan, menyamakan Pencipta dengan yang diciptakan, dan sebagainya. Ini 
sama saja dengan logika berpikir keliru: mengapa ular kok tidak punya organ 
tubuh yang sama persis seperti burung, mengapa meja dan kursi kok tidak punya 
kemampuan seperti manusia yang membuatnya, kenapa pisang kok tidak seperti 
Pizza...?

Demikianlah sekelumit gambaran lika-liku pengajian di Hamburg, Jerman. Keadaan 
budaya, pendidikan dan pola pikir masyarakat yang hidup di negeri itu menuntut 
tantangan dakwah dengan bahasa, pola pikir, dan pengetahuan yang sesuai dengan 
masyarakatnya. [abuammar/www.hidayatullah.com]

Kirim email ke