Revolusi Hijab Setelah Peristiwa 9/11
Sabtu, 15 Mei 2010, 08:30 WIB

REPUBLIKA.CO.ID,LONDON--Jilbab kian merebak. Tak sebatas hitungan
kuantitas perempuan berjilbab yang melonjak. Namun, banyak pula
perempuan mengutak-atik penutup aurat itu dengan balutan rancangan
terkini. Tentu saja, mereka tetap mempertahankan prinsip pokok jilbab.
Mereka yang sukses memadukan keduanya, kerap disebut Hijabistas.

Salah satunya, Jana Kossiabati. Ia adalah editor blog bernama Hijab
Style, yang setiap harinya dipadati 2.300 pengunjung dari seluruh
dunia, termasuk Afrika, Timur Tengah, dan Amerika Serikat (AS). ''Saya
mengawalinya dua setengah tahun lalu,'' kata warga Inggris kelahiran
Lebanon ini.

Jana mengatakan, sudah melihat banyak blog tentang pakaian dan banyak
pula blog Muslim. Tapi, ia tak menemukan sesuatu yang secara spesifik
memberikan panduan dan membahas bagaimana cara perempuan Muslim
mengenakan pakaian. Kenyataan ini, mendorongnya untuk membuat blog
sendiri, Hijab Style.

Melalui blog-nya, Jana menuangkan pemikiran yang mendekam di kepalanya
mengenai apa yang dicari oleh para perempuan Muslim dan
mengarusutamakan pakaian Muslim sehingga cocok bagi mereka dan dapat
digunakan di manapun. Ia pun mengungkapkan sebuah rahasia.

Menurut dia, salah satu alasan mengapa banyak perempuan muda Muslim
membaca blog tentang jilbab karena industri pakaian Muslim tak jarang
kekeringan ide dan inspirasi. ''Banyak komentar di dalam blog saya
yang mengatakan, jilbab yang selama ini ada terlalu etnik dan sangat
asing,'' ungkapnya seperti dikutip BBC, Jumat (14/5).

Jana menambahkan, para perempuan muda Muslim kian mencari pakaian yang
membuat mereka terpisah dari masyarakat. Di sisi lain, ia mengatakan,
peristiwa seperti serangan 11 September 2001 memberikan efek dengan
munculnya kesadaran bagi perempuan Muslim terhadap jilbab.

''Generasi kita menjadi semakin sadar akan identitas mereka setelah
sejumlah peristiwa seperti serangan 11 September. Kita dihadapkan pada
pertanyaan-pertanyaan orang mengenai keyakinan dan identitas kita
serta bagaimana kita memandang peristiwa tersebut,'' ujarnya.

Kondisi ini, memantik perempuan Muslim untuk memutuskan mengenakan
jilbab. Di sisi lain, banyak pula yang berkeinginan agar rancangan
jilbab yang mereka kenakan sesuai zamannya. Ia mengatakan, Islam tak
menetapkan aturan yang kaku tentang warna dan gaya jilbab.

Menurut Jana, Islam hanya menyatakan bahwa ada bagian tubuh perempuan
Muslim yang harus tertutup sepenuhnya oleh busana. ''Selebihnya,
terserah kita,'' katanya. Sosok lainnya adalah Hana Tajima Simpson,
perancang pakaian yang memeluk Islam lima tahun lalu.

Pada mulanya, Hana dirundung kesulitan menemukan gaya jilbabnya
sendiri, di sisi lain ia pun harus mematuhi prinsip pokok jilbab itu
sendiri. ''Saat pertama mengenakan jilbab, saya kehilangan sebagian
besar jati diri. Saya ingin tetap mengenakannya, tapi dengan cara
tertentu,'' katanya yang berlatar belakang Jepang dan Inggris.

Hana mengatakan, ia mencoba-coba hingga menemukan rancangan jilbab
yang sesuai dengan keinginannya. Menurut dia, semua rancangannya
sesuai dengan semua perempuan yang mengenakan jilbab. Kini, secara
teratur ia memasukkan rancangannya ke dalam blog-nya, Style Covered.
''Jilbab bisa sangat berwarna.''

Rancangannya pun tak hanya digemari pelanggannya yang Muslim. Banyak
non-Muslim, kata Hana, yang menyukai karyanya. Sarah Elenany,
perancang lainnya, mengatakan rancangannya merupakan sebuah perayaan
kultur dan seni Islam. Ia ingin begitu orang melihat, bisa mudah
teridentifikasi bahwa penggunanya Muslim.


Red: irf
Rep: ferry kisihan

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/10/05/15/115717-revolusi-hijab-setelah-peristiwa-911

Kirim email ke