Belajar Psikologi Wanita Dari Ummi
Khadijah RA (2): Tentang Ketegaran di Jalan Dakwah
 
Erich Fromm pernah mendelegasikan
bahwa unsur pengetahuan memiliki nilai penting dalam memberi dan menunjang
sentuhan cinta positif. Artinya pengetahuan mengenai karakter pasangan akan
turut melanggengkan cinta pada batas-batas yang mengagumkan. Apa yang dilakukan
Ummi Khadijah ternyata lebih dari apa yang ditulis psikolog cinta tersebut.
 
Apa yang dilakukan Ummi Khadijah
ketika melihat tabiat Baginda Nabi Muhammad pasca dari Gua Hira menerima Wahyu
(Dan dicekek lehernya oleh Jibril) adalah bukti dari transendensi cinta yang
melebihi garis cinta yang digariskan oleh psikolog siapapun itu. Istri yang
cerdas dan bijaksana itu dengan segera pergi menemui putra pamannya yang
bernama waraqah bin Naufal, kemudian beliau ceritakan perihal yang terjadi itu
kepada Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam. Maka tiada ucapan yang keluar
dari mulutnya selain perkataan:
 
"Qudus….Qudus…..Demi yang jiwa
Waraqah ada ditangan-Nya, jika apa yang engkau ceritakan kepadaku benar, maka
sungguh telah datang kepadanya Namus Al-Kubra sebagaimana yang telah datang
kepada Musa dan Isa, dan Nuh alaihi sallam secara langsung.Tatkala melihat
kedatangan Nabi,
 
Sekonyong-konyong Waraqah berkata:
"Demi yang jiwaku ada ditangan-Nya, Sesungguhnya engkau adalah seorang
Nabi bagi umat ini, pastilah mereka akan mendustakan dirimu, menyakiti dirimu,
mengusir dirimu dan akan memerangimu. Seandainya aku masih menemui hari itu
sungguh aku akan menolong dien Allah ". Kemudian ia mendekat kepada Nabi
dan mencium ubun-ubunnya. Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
" Apakah mereka akan mengusirku?". Waraqah menjawab: "Betul,
tiada seorang pun yang membawa sebagaimana yang engkau bawa melainkan pasti ada
yang menentangnya. Kalau saja aku masih mendapatkan masa itu …kalau saja aku 
masih
hidup…". Tidak beberapa lama kemudian Waraqah wafat.
 
Menjadi tenanglah jiwa Nabi
Shallallahu 'alaihi wasallam tatkala mendengar penuturan Waraqah, dan beliau
mengetahui bahwa akan ada kendala-kendala di saat permulaan berdakwah pada
kemudian hari. Karena tentunya akan mengalir banyaknya rintangan dan beban yang
tidak mudah untuk dilewati sekalipun gelar Nabi ada di kandung badan. Beliau
juga menyadari bahwa adalah sunnatullah bagi para Nabi dan orang-orang yang
mendakwahkan dien Allahu ta'ala akan menagalami momen-momen yang menggetirkan.
Maka beliau menapaki jalan dakwah dengan ikhlas semata-mata karena Allah Rabbul
Alamin, kendati beliau mendapatkan banyak gangguan dan intimidasi. Akhirnya,
setelah itu Ummi Khadijah-lah orang yang pertama kali beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya dan yang pertama kali masuk Islam.
 
Perpaduan Arti Cinta Sejati Bagi
Muslim
 
Wanita pebisnis ini pun juga
dikenal sebagai seorang istri Nabi yang mencintai suaminya sekaligus beriman
kepada Allah, berdiri mendampingi Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam yang
dicintainya untuk menolong, menguatkan dan membantunya serta menolong beliau
dalam menghadapi kerasnya gangguan dan ancaman sehingga dengan hal itulah Allah
meringankan beban Nabi-Nya. Tidaklah beliau mendapatkan sesuatu yang tidak
disukai, baik penolakan maupun pendustaan yang menyedihkan beliau Shallallahu
'alaihi wasallam kecuali Allah melapangkannya melalui istrinya bila beliau
kembali ke rumahnya. Beliau laksana mata air di tengah sahara, meneguhkan
pendiriannya, menghiburnya, membenarkannya dan mengingatkan tidak berartinya
celaan manusia pada beliau Shallallahu 'alaihi wasallam. Dan ayat-ayat
Al-Qur'an juga mengikuti (meneguhkan Rasulullah), seperti Firman-Nya:
 
"Hai orang-orang yang berkemul
(berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Rabb-Mu agungkanlah, dan
pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah, dan janganlah kamu
memberi (dengan maksud) memperoleh (belasan) yang lebih banyak. Dan untuk
(memenuhi perintah) Rabb-Mu, bersabarlah!"(Al-Muddatstsir:1-7).
 
Sehingga sejak saat itu Rasulullah
yang mulia memulai lembaran hidup baru yang penuh barakah dan bersusah payah.
Beliau katakan kepada sang istri yang beriman bahwa masa untuk tidur dan
bersenang-senang sudah habis. Oleh karena itu Khadijah radhiallâhu 'anha 
dikemudain
bergerak menjadi istri dan wanita yang turut mendakwahkan Islam disamping
suaminya.
 
Setelah waktu silih berganti
berjalan, mulailah ujian yang keras menimpa kaum muslimin dengan berbagai macam
bentukny. Akan tetapi apa yang dilakukan Ummi Khadijah RA? Beliau tetap berdiri
kokoh bak sebuah gunung yang menjual meratapi keadaan tidak mudah untuk
dilewati. dan dakwah adalah jalan ekeluar yang mustahil untuk ditampik sesuai
dg firman Allah Ta'ala:
 
"Apakah manusia itu mengira
bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: 'Kami telah beriman' , sedangkan
mereka tidak diuji lagi?" . (Al-'Ankabut:1-2).
 
Setelah itu, ujian bagi seorang
wanita berlanjut. Allah memilih kedua putranya yang pertama Abdullah dan
al-Qasim untuk menghadap Allah tatkala keduanya masih kanak-kanak. Namun apakah
kemudian Aummi Khadijah hilang kekuatan imannya? Tidak, Ummi Khadijah tetap
bersabar sekalipun ditinggal anak adalah perkara yang tidak mudah bagi
perempuan yang melahirkannya. Beliau juga belajar untuk melihat dengan mata
kepalanya bagaimana syahidah pertama dalam Islam yang bernama Sumayyah tatkala
menghadapi sakaratul maut karena siksaan para thaghut hingga jiwanya menghadap
sang pencipta dengan penuh kemuliaan. Dari situlah Ummi Khadijah mengajarkan
setiap perempuan cara berfikir sekaligus mekanisme tauhid yang brilian bagi
seluruh muslimah yang mengaku mencinta Tuhannya
 
Tak hanya itu, beliau juga harus
berpisah dengan putri dan buah hatinya yang bernama Ruqayyah istri dari Utsman
bin Affan radhiallâhu 'anhu karena putrinya hijrah ke negeri Habsyah untuk
menyelamatkan diennya dari gangguan orang-orang musyrik. Beliau saksikan dari
waktu ke waktu yang penuh dengan kejadian besar dan permusuhan. Akan tetapi
tidak ada kata putus asa bagi seorang Mujahidah. Beliau terus berjalan
melaksanakan setiap saat apa yang difirmankan Allahu Ta'ala sebagai suatu
keniscayaan
 
"Kamu sungguh-sungguh akan
duji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan
mendengar dari orang-orang yang diberikan kitab sebelum kamu dan dari
orang-orang yang mempersekutukan Allah, ganguan yang banyak yang menyakitkan
hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu
termasuk urusan yang di utamakan ". (Ali Imran:186).
 
Sebelumnya, Ummi Khadijah RA pun
jua telah menyaksikan seluruh kejadian yang menimpa suaminya al-Amin
ash-Shiddiq yang mana beliau berdakwah di jalan Allah, namun beliau menghadapi
segala musibah dengan kesabaran. Semakin bertambah berat ujian yang dihadapi,
maka semakin bertambahlah kesabaran dan kekuatan yang ada dalam segenap dada.
Subhanallah, sebuah pembelajaran cerdas bagi setiap muslimah yang menjalani
biduk dakwah bersama suaminya
 
Beliau tidak segan-segan untuk
campakkan seluruh bujukan kesenangan dunia yang menipu yang hendak ditukar
dengan aqidahnya. Dan pada saat-saat itu beliau bersumpah dengan sumpah yang
menunjukkan keteguhan dalam memantapkan kebenaran yang belum pernah dikenal
orang sebelumnya dan tidak bergeming dari prinsipnya walau selangkahpun rona
menghadangnya. Ini seperti hadis yang juga akrab dalam telinga kita:
 
"Demi Allah wahai paman!
seandainya mereka mampu meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di
tangan kiriku agar aku meninggalkan urusan dakwah ini, maka sekali-kali aku
tidak akan meninggalkannya hingga Allah memenangkannya atau aku yang binasa
karenannya".
 
Begitulah Sayyidah mujahidah
tersebut telah mengambil suaminya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam
sebagai contoh yang paling agung dan tanda yang paling nyata tentang keteguhan
dan arti cinta seorang wanita di atas iman. Oleh karena itu, kita tidak heran
tatkala Ummi mendapatkan orang-orang Quraisy mengumumkan pemboikotan mereka
terhadap kaum muslimin untuk menekan dalam bidang politik, ekonomi dan
kemasyarakatan dan mereka tulis naskah pemboikotan tersebut kemudian mereka
tempel pada dinding ka'bah; Beliau tidak ragu untuk bergabung dengan kaum
muslimin bersama kaum Abu Thalib dan beliau tinggalkan kampung halamannya untuk
menempa kesabaran selama tiga tahun bersama Rasul dan orang-orang yang
menyertai beliau menghadapi beratnya pemboikotan yang penuh dengan kesusahan
dan menghadapi kesewenang-wenangan para penyembah berhala. Hingga suatu ketika
berakhirlah pemboikotan yang telah beliau hadapi dengan iman, ketulusan dan
tekad baja yang tak kenal lelah. Ya sekalipun beliau adalah seorang muslimah.
 
Sungguh Sayyidah Khadijah telah
mencurahkan segala kemampuannya untuk menghadapi ujian tersebut di usia 65
tahun, bayangkan! Selang enam bulan setelah berakhirnya pemboikotan itu
wafatlah Abu Thalib, kemudian menyusul seorang mujahidah yang sabar -semoga
Allah meridhai beliau- tiga tahun sebelum hijrah.
 
Dengan wafatnya Khadijah maka
meningkatlah musibah yang Rasul hadapi. Karena bagi Rasulullah Shallallahu
'alaihi wasallam, Ummi Khadijah adalah teman yang tulus dalam memperjuangkan
Islam.
 
Begitulah Nafsul Muthmainnah telah
pergi menghadap Rabbnya setelah sampai pada waktu yang telah ditetapkan,
setelah beliau berhasil menjadi teladan terbaik dan paling tulus dalam
berdakwah di jalan Allah dan berjihad dijalan-Nya. Beliau mengajarkan kita
dengan teladannya untuk menjadi seorang istri yang bijaksana. Meletakkan urusan
sesuai dengan tempatnya dan mencurahkan segala kemampuan untuk mendatangkan
keridhaan Allah dan Rasul-Nya. Subhannallah. Karena itulah beliau berhak
mendapat salam dari Rabb-nya dan mendapat kabar gembira dengan rumah di surga
yang terbuat dari emas, tidak ada kesusahan didalamnya dan tidak ada pula
keributan didalamnya. Karena itu pula Rasulullah bersabda: "Sebaik-baik
wanita adalah Maryam binti Imran, sebaik-baik wanita adalah Khadijah binti
Khuwailid".
 
Oleh, karena itu jika saat ini
setiap muslim terus belajar untuk mengikuti petunjuk Rasulullah. Maka, wanita
mempunyai tugas ganda, ia haruslah juga belajar dari seorang Khadijah mengenai
psikologi wanita dalam memberikan arti cinta sejati kepada Rasulullah SAW. Arti
cinta yang menjadi petunjuk bagi setiap istri dewasa ini yang banyak mengeluh
kepada suami dan kehidupan.
 
Tidakkah kita melihat ketulusan dan
rasa cinta sejati di sbuah wajah bernama Ummi Khadijah..
 
Ya Allah ridhailah Khadijah binti
Khuwailid, As-Sayyidah Ath-Thahirah. Seorang istri yang setia dan tulus,
mukminah mujahidah di jalan diennya dengan seluruh apa yang dimilikinya dari
perbendaharaan dunia. Semoga Allah memberikan balasan yang paling baik karena
jasa-jasanya terhadap Islam dan kaum muslimin. (pz/habis)
 
Sumber : eramuslim.com

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke