Assalamu'alaikum wr wb,

Kalau ummat Islam mau memahami dan mengamalkan surat Al Hujuraat sehingga 
berpegang pada Al Qur'an dan Hadits, memeriksa berita langsung pada kaum yg 
dituduh, tidak su'u zhon/buruk sangka, tidak mencari2 aib/kesalahan sesama 
muslim, tidak ghibah apalagi fitnah, mendamaikan mukmin yg bertikai, bukan 
malah mengompori/mengadu domba, mau berjihad di jalan Allah dengan HARTA DAN 
NYAWA MEREKA, insya Allah Islam akan bersatu dan jaya kembali. 
Tapi jika tidak, seperti mudah percaya fitnah, suka menyebar aib, suka ghibah 
dan fitnah, suka mengadu-domba, enggan berjihad, maka ummat Islam akan loyo dan 
terpuruk. 
Jangan sampai karena meributkan masalah Sunnah yang Furu'iyyah dan Khilafiyyah 
hanya karena ingin 100% sama dengan Nabi, kita malah menginjak-injak Al Qur'an 
yang merupakan Firman Allah. Padahal beriman kepada Kitab Allah seperti Al 
Qur'an adalah rukun Iman yang ke 3. Dan akhlak Nabi adalah Al Qur'an. Tidak 
mungkin Nabi bertentangan dengan Al Qur'an.
Semoga kita bisa mempelajari Surat Al Hujuraat sbb:

Pendidikan Akhlak dalam Surat Al Hujuraat
Surat Al Hujuraat yang terdiri dari 18 ayat ternyata banyak berisi pendidikan 
akhlak. Baik Akhlak terhadap Allah dan RasulNya, juga terhadap sesama muslim 
atau manusia.

Pertama hendaknya kita mengutamakan petunjuk yang diberikan Allah dan Rasulnya. 
Bukan pendapat kita sendiri:

[49.1] Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan 
Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi 
Maha Mengetahui.

Untuk itu selain Al Qur’an, hendaknya kita juga membaca kitab Hadits seperti 
Bukhari, Muslim, Abu Daud, dsb. Begitu pula kitab-kitab seperti Al Umm susunan 
Imam Syafi’ie yang syarat dengan hadits dengan pemahaman ulama Salaf yang asli 
serta kitab Al Muwaththo.

Dalam bersuara juga kita tidak boleh berteriak-teriak:

[49.2] Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih 
dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras 
sebagaimana kerasnya (suara) sebahagian kamu terhadap sebahagian yang lain, 
supaya tidak hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari. [49.3] 
Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka 
itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. Bagi 
mereka ampunan dan pahala yang besar.

[49.4] Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luar kamar (mu) 
kebanyakan mereka tidak mengerti.

[49.5] Dan kalau sekiranya mereka bersabar sampai kamu keluar menemui mereka 
sesungguhnya itu adalah lebih baik bagi mereka, dan Allah Maha Pengampun lagi 
Maha Penyayang.

Kalau bertemu teman, jangan berteriak-teriak dari jauh seperti preman/orang 
gila. Coba dekati dan ngobrol dengan suara lembut.

Dalam menerima berita juga kita harus hati-hati meski dari orang yang kita 
percaya. Tabayyun/periksa langsung kebenaran beritanya pada orang yang dituduh:

[49.6] Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa 
suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu 
musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu 
menyesal atas perbuatanmu itu.

Asbabun Nuzul ayat di atas adalah saat Walid bin Uqbah diutus Nabi untuk 
mengambil zakat dari kaum Harits namun tidak berangkat karena khawatir dibunuh 
oleh Harits. Akhirnya dia membuat laporan palsu bahwa Harits dan kaumnya ingin 
membunuhnya. Untungnya Nabi tidak mempercayai berita itu begitu saja. Dikirim 
utusan yang lain dan ternyata Harits tidak ingin membunuh Walid. Bahkan 
menunggu Walid agar bisa membayar zakat [HR Ahmad, Thabrani, dsb]. Jika orang 
tidak cek dan ricek berita tersebut, tentu akan timbul perang bukan?

Hendaknya kita senantiasa mentaati Rasulullah. Bukan hawa nafsu atau keinginan 
kita sendiri. Sekarang yang kita taati hendaknya Al Qur’an dan Hadits:

[49.7] Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalangan kamu ada Rasulullah. Kalau ia 
menuruti (kemauan) kamu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu akan mendapat 
kesusahan tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan 
iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, 
kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang 
lurus,

[49.8] sebagai karunia dan nikmat dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi 
Maha Bijaksana.

Jika ada 2 golongan Mukmin berperang/bertikai, hendaknya kita damaikan. Bukan 
justru kita adu-domba:

[49.9] Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka 
damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat 
aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya 
itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu 
telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan 
adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku 
adil.

[49.10] Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu 
damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu 
mendapat rahmat.

Hendaknya kita tidak menghina kelompok lain dengan sebutan yang kita sendiri 
tidak suka. Boleh jadi mereka lebih baik daripada kita. Jadi jika kita tidak 
suka disebut Musyrik, Ahli Bid’ah, Sesat, Kafir, dan sebagainya, hendaknya kita 
tidak menyebut kelompok lain begitu. Yang berwenang melakukan itu adalah 
Ijma’/Kesepakatan ulama dari mayoritas ummat Islam di Indonesia. 
Jama’ah/kelompok besar yang insya Allah tidak akan sepakat dalam kesesatan. 
Bukan Firqoh apalagi aliran sesat macam khawarij yang gemar mengkafirkan sesama 
Muslim:

[49.11] Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum 
yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka 
(yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) 
wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) 
lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu 
sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. 
Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang 
siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang lalim.

Kita juga tidak boleh berprasangka buruk atau su’u zhon karena sebagiannya 
dosa. Jangan pula mencari-cari kesalahan/aib orang lain (Tajassus). Kita harus 
paham yang maksum/suci dari dosa itu Nabi. Ada pun manusia biasa itu tempat 
salah dan alpa termasuk kita. Jadi kalau dicari-cari, niscaya ketemu 
aib/salahnya. Dan ini dosa. Jangan pula melakukan ghibah/menggunjing 
aib/keburukan orang lain karena dosanya seperti memakan bangkai. Kecuali jika 
keburukan itu dilakukan terbuka di tempat umum/menzalimi seseorang. Itu pun 
dilakukan pada tempatnya yaitu melapor kepada yang berwenang:

[49.12] Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, 
sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari 
kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang 
lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah 
mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. 
Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.

Di ayat berikut, Allah mengajarkan kita bahwa semua manusia itu diciptakan dari 
seorang laki-laki (Nabi Adam) dan seorang perempuan (Siti Hawa). Jadi 
sebetulnya semua manusia itu bersaudara. Perjalanan waktu di mana manusia 
berkembang-biak sehingga ada yang putih, kuning, coklat, hitam, dan sebagainya 
sebetulnya semua bersaudara karena nenek moyangnya sama. Oleh karena itu sifat 
Rasis seperti membenci Cina, Kulit Hitam, dan sebagainya sebetulnya tidak 
sejalan dengan Islam:

[49.13] Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki 
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku 
supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di 
antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. 
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Kita juga tidak bisa mengklaim sebagai beriman/Mukmin. Cukup mengaku sebagai 
Muslim. Karena hanya Allah yang tahu apakah kita beriman atau tidak. Bisa jadi 
banyak amalan kita masih kita lakukan karena riya atau terpaksa:

[49.14] Orang-orang Arab Badui itu berkata: “Kami telah beriman”. Katakanlah 
(kepada mereka): “Kamu belum beriman, tetapi katakanlah: “Kami telah tunduk”, 
karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu dan jika kamu taat kepada Allah dan 
Rasul-Nya, Dia tiada akan mengurangi sedikit pun (pahala) amalanmu; 
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Orang-orang yang beriman kepada Allah, selain beriman kepada Allah dan RasulNya 
juga tidak ragu-ragu berjihad dengan harta dan nyawanya di jalan Allah:

[49.15] Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman 
kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad 
dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang 
benar.

[49.16] Katakanlah (kepada mereka): “Apakah kamu akan memberitahukan kepada 
Allah tentang agamamu (keyakinanmu), padahal Allah mengetahui apa yang ada di 
langit dan apa yang ada di bumi dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Di saat perang, mereka tidak ragu berperang dengan resiko terbunuh dengan harta 
dan jiwa mereka. Di saat damai, mereka tidak ragu menginfakkan hartanya di 
jalan Allah seperti membantu dakwah syiar Islam, membantu fakir miskin, dan 
sebagainya. Bukan sekedar zakat yang memang sudah merupakan kewajiban setiap 
Muslim.

Ada kaum yang saat masuk Islam merasa seolah-olah berjasa dan memberi hadiah 
pada Nabi. Padahal justru merekalah yang mendapat nikmat Islam sehingga 
terlepas dari siksa neraka:

[49.17] Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka. 
Katakanlah: “Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan 
keislamanmu, sebenarnya Allah Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan 
menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar”.

Di zaman ini, maka setiap perbuatan baik kita entah itu berupa zakat, sedekah, 
dan sebagainya, pada dasarnya itu bukan untuk para ulama atau pun aktivis 
dakwah. Tapi untuk mereka sendiri sehingga amal tersebut bisa menghindarkan 
mereka dari siksa neraka dan memasukkan mereka ke dalam surga jika mereka 
ikhlas hatinya.

Allah mengetahui semua perkataan dan perbuatan kita. Baik pikiran/niat kita, 
atau pun yang kita ucapkan atau lakukan. Jadi hendaknya kita hati-hati dalam 
berkata dan berbuat. Setiap kebohongan kita, setiap keburukan yang kita 
lakukan, itu semua diketahui Allah dan dicatat oleh para Malaikat:

[49.18] Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang gaib di langit dan di bumi. Dan 
Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.

Kirim email ke