Kebersihan adalah sebagian dari iman

 

Seorang kawan kami sepulang mengikuti sebuah pelatihan di Jepang mengabarkan 
bahwa dia menemukan kehidupan yang Islami di sana. Hal yang dimaksud oleh kawan 
kami sebagai kehidupan Islami adalah sebatas kebiasaan atau budaya menjaga 
kebersihan seperti toilet yang selalu bersih.

Kebiasaan atau budaya bekerja secara tekun, profesional. Bahkan orang Jepang 
terkenal sebagai pekerja setia pada satu perusahaan.

Kebiasaan atau budaya menghargai waktu dalam menepati janji, contohnya ketika 
seorang pembicara asal Jepang hadir tepat pada waktu presentasinya sudah 
memohon maaf kepada hadirin karena kebiasaan atau budaya di sana seorang 
pembicara biasanya hadir sebelum waktu presentasi agar hadirin tidak 
bertanya-tanya atau dalam ketidak pastian.

Orang Jepang kehidupan yang Islami tersebut timbul karena ketaatan mereka pada 
peraturan yang mereka sepakati bersama sehingga menjadi sebuah kebiasaan atau 
budaya.

Contoh lainnya kawan kami menceritakan ketika ke supermarket melihat kebiasaan 
orang Jepang di sana kalau melihat potongan struk belanja atau sampah kecil 
lainnya pada sebuah troley belanja maka mereka dengan suka hati memasukkannya 
ke tempat sampah.

Pertanyaannya adalah kenapa kehidupan yang Islami seperti itu justru kurang 
terlihat pada umat Islam, khususnya di negara kita ?

Bahkan hadits "kebersihan adalah sebagian dari Iman" dianggap sebagai hadits 
dhoif bahkan hadits palsu

Mereka yang menganggapnya sebagai hadits palsu adalah mereka yang hanya 
berpegang pada hadits-hadits yang telah dibukukan saja. Padahal sebagian hadits 
tidak terbukukan dan hanya dalam bentuk hafalan yang disampaikan secara estafet 
dari lisan ke lisan secara terun temurun dalam bentuk nasehat.

Seharusnya dikaji matan/redaksi hadits tersebut, mengapa dikatakan kebersihan 
adalah sebagian dari Iman.

Ada yang hilang atau terlupakan oleh umat Islam yakni tentang Ihsan yang 
merupakan bagian dari tiga pokok dalam agama Islam yakni Iman, Islam dan Ihsan

Laki-laki itu bertanya, `Wahai Rasulullah, apakah Islam itu? ` Beliau menjawab, 
`Islam adalah kamu tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, mendirikan 
shalat, membayar zakat, dan berpuasa Ramadlan.' Dia berkata, `Kamu benar.' Lalu 
dia bertanya lagi, `Wahai Rasulullah, apakah iman itu? ` Beliau menjawab, `Kamu 
beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-Nya, beriman kepada kejadian 
pertemuan dengan-Nya, beriman kepada para Rasul-Nya, dan kamu beriman kepada 
hari kebangkitan serta beriman kepada takdir semuanya'. Dia berkata, `Kamu 
benar'. Lalu dia bertanya lagi, `Wahai Rasulullah, apakah ihsan itu? ` Beliau 
menjawab, `Kamu takut (khasyyah) kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya 
(bermakrifat), maka jika kamu tidak melihat-Nya (bermakrifat) maka sesungguhnya 
Dia melihatmu. (HR Muslim 11)

Tentang Islam diuraikan dalam ilmu fiqih
Tentang Iman diuraikan dalam akidah atau i'tiqod atau ushuluddin
Tentang Ihsan diuraikan dalam tasawuf

Ada yang bertanya apakah Rasulullah dan para Sahabat mengamalkan tasawuf ?

Tasawuf hanyalah sebuah istilah untuk perkara yang berkaitan dengan ihsan atau 
akhlak

Silahkan periksa kurikulum atau silabus pada perguruan tinggi Islam maka 
tasawuf adalah ihsan atau akhlak

Jadi pertanyaan tersebut sebenarnya adalah "Apakah Rasulullah dan para Sahabat 
mengamalkan ihsan?

Tentu jawabannya adalah, "Benar, Rasulullah maupun Salafush Sholeh mengamalkan 
ihsan atau tasawuf"

Dari hadits di atas yang dimaksud ihsan adalah seakan-akan kamu melihat-Nya 
(bermakrifat) yakni menyaksikan Allah ta'ala dengan hati (ain bashiroh)

Muslim yang bermakrifat atau muslim yang menyaksikan Allah ta'ala dengan hati 
(ain bashiroh) adalah muslim yang selalu meyakini kehadiranNya, selalu sadar 
dan ingat kepadaNya.

Imam Qusyairi mengatakan "Asy-Syahid untuk menunjukkan sesuatu yang hadir dalam 
hati, yaitu sesuatu yang membuatnya selalu sadar dan ingat, sehingga 
seakan-akan pemilik hati tersebut senantiasa melihat dan menyaksikan-Nya, 
sekalipun Dia tidak tampak. Setiap apa yang membuat ingatannya menguasai hati 
seseorang maka dia adalah seorang syahid (penyaksi)"

Ubadah bin as-shamit ra. berkata, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam 
berkata: "Seutama-utama iman seseorang, jika ia telah mengetahui (menyaksikan) 
bahwa Allah selalu bersamanya, di mana pun ia berada"

Rasulullah shallallahu alaihi wasallm bersabda "Iman paling afdol ialah apabila 
kamu mengetahui bahwa Allah selalu menyertaimu dimanapun kamu berada". (HR. Ath 
Thobari)

حَدَّثَنَا 
أَبُو بَكْرِ 
بْنُ أَبِي 
شَيْبَةَ 
حَدَّثَنَا 
حَفْصٌ عَنْ 
عَبْدِ 
الْمَلِكِ 
عَنْ عَطَاءٍ 
عَنْ ابْنِ 
عَبَّاسٍ 
قَالَ رَآهُ 
بِقَلْبِ

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan 
kepada kami Hafsh dari Abdul Malik dari `Atha' dari Ibnu Abbas dia berkata, 
"Beliau telah melihat dengan mata hatinya." (HR Muslim 257)

Imam Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi'lib 
Al-Yamani, "Apakah Anda pernah melihat Tuhan?"
Beliau menjawab, "Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?"
"Bagaimana Anda melihat-Nya?" tanyanya kembali.
Sayyidina Ali ra menjawab "Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan 
manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati"

Sebuah riwayat dari Ja'far bin Muhammad beliau ditanya: "Apakah engkau melihat 
Tuhanmu ketika engkau menyembah-Nya?" Beliau menjawab: "Saya telah melihat 
Tuhan, baru saya sembah". "Bagaimana anda melihat-Nya?" dia menjawab: "Tidak 
dilihat dengan mata yang memandang, tapi dilihat dengan hati yang penuh Iman."

Munajat Syaikh Ibnu Athoillah, "Ya Tuhan, yang berada di balik tirai 
kemuliaanNya, sehingga tidak dapat dicapai oleh pandangan mata. Ya Tuhan, yang 
telah menjelma dalam kesempurnaan, keindahan dan keagunganNya, sehingga 
nyatalah bukti kebesaranNya dalam hati dan perasaan. Ya Tuhan, bagaimana Engkau 
tersembunyi padahal Engkaulah Dzat Yang Zhahir, dan bagaimana Engkau akan Gaib, 
padahal Engkaulah Pengawas yang tetap hadir. Dialah Allah yang memberikan 
petunjuk dan kepadaNya kami mohon pertolongan"

Syaikh Abdul Qadir Al-Jilany menyampaikan, "mereka yang sadar diri senantiasa 
memandang Allah Azza wa Jalla dengan qalbunya, ketika terpadu jadilah keteguhan 
yang satu yang mengugurkan hijab-hijab antara diri mereka dengan DiriNya. Semua 
bangunan runtuh tinggal maknanya. Seluruh sendi-sendi putus dan segala milik 
menjadi lepas, tak ada yang tersisa selain Allah Azza wa Jalla. Tak ada ucapan 
dan gerak bagi mereka, tak ada kesenangan bagi mereka hingga semua itu jadi 
benar. Jika sudah benar sempurnalah semua perkara baginya. Pertama yang mereka 
keluarkan adalah segala perbudakan duniawi kemudian mereka keluarkan segala hal 
selain Allah Azza wa Jalla secara total dan senantiasa terus demikian dalam 
menjalani ujian di RumahNya".

Jika belum dapat melihat Allah dengan hati (ain bashiroh) atau bermakrifat maka 
yakinlah bahwa Allah Azza wa Jalla melihat kita.

Lalu dia bertanya lagi, `Wahai Rasulullah, apakah ihsan itu? ` Beliau menjawab, 
`Kamu takut (khasyyah) kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya (bermakrifat), 
maka jika kamu tidak melihat-Nya (bermakrifat) maka sesungguhnya Dia 
melihatmu." (HR Muslim 11)

Firman Allah ta'ala yang artinya "Sesungguhnya yang takut kepada Allah di 
antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama" (QS Al Faathir [35]:28)

Muslim yang takut kepada Allah karena mereka selalu yakin diawasi oleh Allah 
Azza wa Jalla atau mereka yang selalu memandang Allah dengan hatinya (ain 
bashiroh), setiap akan bersikap atau berbuat sehingga mencegah dirinya dari 
melakukan sesuatu yang dibenciNya , menghindari perbuatan maksiat, menghindari 
perbuatan keji dan mungkar sehingga terbentuklah muslim yang berakhlakul 
karimah atau muslim yang sholeh

Jadi jika seorang muslim mengamalkan ihsan (tasawuf) atau meng-ihsan-kan 
dirinya maka dia tidak akan membiarkan sampah bukan pada tempatnya karena 
muslim tersebut memandang Allah dengan hatinya atau karena muslim tersebut 
selalu yakin diawasi oleh Allah Azza wa Jalla

Jika seorang muslim mengamalkan ihsan (tasawuf) atau meng-ihsan-kan dirinya 
maka dia bekerja dengan tekun, profesional, menghargai waktu dalam menepati 
janji, tidak bermalas-malasan, tidak bermewah-mewahan atau tidak boros dan 
tidak melakukan hal buruk lainnya karena muslim tersebut memandang Allah dengan 
hatinya atau karena muslim tersebut selalu yakin diawasi oleh Allah Azza wa 
Jalla

Jika seorang muslim mengamalkan ihsan (tasawuf) atau meng-ihsan-kan dirinya 
maka jika dia seorang pejabat maka dia akan melaksanakan jabatannya dengan 
amanah, jujur, adil, profesional dan tidak akan melakukan korupsi karena muslim 
tersebut memandang Allah dengan hatinya atau karena muslim tersebut selalu 
yakin diawasi oleh Allah Azza wa Jalla.

Kesimpulannya adalah bahwa kehidupan Islami terbentuk karena kaum muslim 
mengamalkan ihsan (tasawuf) atau meng-ihsan-kan dirinya sehingga jika bersikap 
dan melakukan perbuatan maka akan bersikap dan melakukan perbuatan yang 
dicintaiNya karena kaum muslim memandang Allah dengan hatinya atau karena kaum 
muslim selalu yakin diawasi oleh Allah Azza wa Jalla.

Lebih lanjut tentang tasawuf atau tentang ihsan silahkan baca tulisan pada

http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/06/13/tasawuf/
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/05/25/istilah-tasawuf/
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/02/21/tips-bertasawuf/
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/01/23/jalan-bermakrifat/
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/06/13/kegunaan-tasawuf/
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/05/17/habib-dan-tarekat/
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/05/23/cinta-yang-ihsan/
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/08/16/pada-diri-kita/
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/03/05/hakikat-manusia/
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/10/hakikat-dan-marifat/
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/09/sukarno-dan-mati-senyum/

 

Wassalam

 

Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830

Kirim email ke