Sumber : 
http://orgawam.wordpress.com/2008/02/12/melafalkan-niat-dalam-shalat/
http://www.nu.or.id/
 Melafalkan Niat Shalat menurut 4 Madzab
Posted on Februari 12, 2008 by orgawam 
Penjelasan di bawah tentang melafalkan niat sholat saya kira cukup jelas. Ini 
merupakan kelanjutan (catatan lain) dari dua buah artikel tentang niat sholat 
terdahulu.
Melafalkan Niat dalam Shalat
Sebenarnya tentang melafalkan atau mengucapkan niat, misalnya membaca “Ushalli 
fardla dzuhri arba’a raka’atin mustaqbilal kiblati ada’an lillahi ta’ala” (Saya 
berniat melakukan shalat fardlu dzuhur empat rakaat dengan menghadap kiblat dan 
tepat pada waktunya semata-mata karena Allah SWT) pada menjelang takbiratul 
ihram dalam shalat dzuhur adalah sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan di 
kalangan warga NU (nahdliyin). Tetapi sepertinya menjadi asing dan sesuatu yang 
disoal oleh sebagian kalangan yang tidak sepemahaman dengan warga nahdliyin.
Adapun hukum melafalkan niat shalat pada saat menjelang takbiratul ihram 
menurut kesepakatan para pengikut mazhab Imam Syafi’iy (Syafi’iyah) dan 
pengikut mazhab Imam Ahmad bin Hambal (Hanabilah) adalah sunnah, karena 
melafalkan niat sebelum takbir dapat membantu untuk mengingatkan hati sehingga 
membuat seseorang lebih khusyu’ dalam melaksanakan shalatnya.
Jika seseorang salah dalam melafalkan niat sehingga tidak sesuai dengan 
niatnya, seperti melafalkan niat shalat ‘Ashar tetapi niatnya shalat Dzuhur, 
maka yang dianggap adalah niatnya bukan lafal niatnya. Sebab apa yang diucapkan 
oleh mulut itu (shalat ‘Ashar) bukanlah niat, ia hanya membantu mengingatkan 
hati. Salah ucap tidak mempengaruhi niat dalam hati sepanjang niatnya itu masih 
benar.
Menurut pengikut mazhab Imam Malik (Malikiyah) dan pengikut Imam Abu Hanifah 
(Hanafiyah) bahwa melafalkan niat shalat sebelum takbiratul ihram tidak 
disyari’atkan kecuali bagi orang yang terkena penyakit was-was (peragu terhadap 
niatnya sendiri). Menurut penjelasan Malikiyah, bahwa melafalkan niat shalat 
sebelum takbir menyalahi keutamaan (khilaful aula), tetapi bagi orang yang 
terkena penyakit was-was hukum melafalkan niat sebelum shalat adalah sunnah. 
Sedangkan penjelasan al Hanafiyah bahwa melafalkan niat shalat sebelum takbir 
adalah bid’ah, namun dianggap baik (istihsan) melafalkan niat bagi orang yang 
terkena penyakit was-was.
Sebenarnya tentang melafalkan niat dalam suatu ibadah wajib pernah dilakukan 
oleh Rasulullah saw pada saat melaksanakan ibadah haji.
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ الله ُعَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله 
ُعَلَيْهِ وَسَلّّمَ يَقُوْلُ لَبَّيْكَ عُمْرَةً وَحَجًّاً
“Dari Anas r.a. berkata: Saya mendengar Rasullah saw mengucapkan, “Labbaika, 
aku sengaja mengerjakan umrah dan haji”.” (HR. Muslim).
Memang ketika Nabi Muhammad SAW melafalkan niat itu dalam menjalankan ibadah 
haji, bukan shalat, wudlu’ atau ibadah puasa, tetapi tidak berarti selain haji 
tidak bisa diqiyaskan atau dianalogikan sama sekali atau ditutup sama sekali 
untuk melafalkan niat.
Memang tempatnya niat ada di hati, tetapi untuk sahnya niat dalam ibadah itu 
disyaratkan empat hal, yaitu Islam, berakal sehat (tamyiz), mengetahui sesuatu 
yang diniatkan dan tidak ada sesuatu yang merusak niat. Syarat yang nomor tiga 
(mengetahui sesuatu yang diniatkan) menjadi tolok ukur tentang diwajibkannya 
niat. Menurut ulama fiqh, niat diwajibkan dalam dua hal. Pertama, untuk 
membedakan antara ibadah dengan kebiasaan (adat), seperti membedakan orang yang 
beri’tikaf di masjid dengan orang yang beristirah di masjid. Kedua, untuk 
membedakan antara suatu ibadah dengan ibadah lainnya, seperti membedakan antara 
shalat Dzuhur dan shalat ‘Ashar.
Karena melafalkan niat sebelum shalat tidak termasuk dalam dua kategori 
tersebut tetapi pernah dilakukan Nabi Muhammad dalam ibadah hajinya, maka hukum 
melafalkan niat adalah sunnah. Imam Ramli mengatakan:
وَيُنْدَبُ النُّطْقُ بِالمَنْوِيْ قُبَيْلَ التَّكْبِيْرِ لِيُسَاعِدَ اللِّسَانُ 
القَلْبَ وَلِأَنَّهُ أَبْعَدُ عَنِ الوِسْوَاسِ وَلِلْخُرُوْجِ مِنْ خِلاَفِ مَنْ 
أَوْجَبَهُ
“Disunnahkan melafalkan niat menjelang takbir (shalat) agar mulut dapat 
membantu (kekhusyu’-an) hati, agar terhindar dari gangguan hati dank arena 
menghindar dari perbedaan pendapat yang mewajibkan melafalkan niat”. (Nihayatul 
Muhtaj, juz I,: 437)
Jadi, fungsi melafalkan niat adalah untuk mengingatkan hati agar lebih siap 
dalam melaksanakan shalat sehingga dapat mendorong pada kekhusyu’an. Karena 
melafalkan niat sebelum shalat hukumnya sunnah, maka jika dikerjakan dapat 
pahala dan jika ditinggalkan tidak berdosa. Adapun memfitnah, bertentangan dan 
perpecahan antar umat Islam karena masalah hukum sunnah adalah menyalahi 
syri’at Allah SWT. Wallahu a’lam bish-shawab.
H.M.Cholil Nafis, MA.
Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masa’il PBNU

 

Wassalamu'alaikum
Wisnu

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke