----- Pesan yang Diteruskan -----
Dari: Ceppy Bestari





Muslim Indonesia Dikepung Produk Haram !!

 
Oleh : Ceppy Indra Bestari - PusatHalal.com

Banyak Muslim Indonesia belum menyadari bahwa sehari-hari kita
dikelilingi oleh bahan pangan haram maupun subhat. Bahkan mungkin tanpa
disadari, tubuh kita dan keluarga kita telah terkontaminasi oleh bahan pangan
haram. Padahal cukup jelas peringatan dari Rasulullah:  “Daging
mana saja yang tumbuh dari sesuatu yang haram maka neraka lebih pantas
untuknya” (HR Tirmidzi).
Ketidaktahuan dan ketidak pedulian dari konsumen Muslim saat ini makin
menumbuh suburkan maraknya produksi dan perdagangan pangan haram. Pada artikel
ini PusatHalal.com ingin sedikit berbagi tentang realita di sekitar kita yang
perlu diketahui, diwaspadai dan di siasati agar kita tidak terjebak untuk 
menggunakan
atau mengkonsumsi bahan pangan haram dan subhat.
Setidaknya
ada empat aspek yang perlu kita ketahui yang berperan besar dalam menghasilkan
dan menyuburkan peredaran produk-produk haram dan subhat di sekitar kita yaitu
:
 
1.     Dampak
Perkembangan Teknologi Pangan
Perkembangan teknologi
pangan, selain berdampak positif bagi manusia, disisi lain perlu dicermati pula
dampak negatifnya. Salah satu dampaknya adalah makin kompleksnya proses
pengolahan dan distribusi bahan pangan, sehingga berpotensi terjadinya
penggunaan atau pencampuran bahan haram. Hal ini mempersulit penentuan halal
dan haramnya suatu produk pangan oleh kalangan awam karena perlu pengetahuan
yang memadai untuk mengetahui apakah produk yang diproduksi halal atau tidak.
Cara paling aman, masyarakat Muslim cukup mempercayakan kepada lembaga terkait
yang berkompetensi untuk melakukannya. Namun mengingat produk-produk yang
bersertifikat halal resmi masih relatif sedikit, karena terdesak kebutuhan dan
ketidaktahuan seringkali masyarakat dengan mudah menganggap “halal” suatu
produk yang belum bersertifikat halal hanya berdasarkan “asumsi” semata.
 
Satu contoh yang mudah
saja, ketika memilih air mineral dalam kemasan, masyarakat dengan mudah
“ber-asumsi” bahwa produk ini halal karena hanya air saja. Padahal kalau 
dicermati
proses penyaringan air mineral, banyak pabrik menggunakan arang sebagai
penyaring. Sedangkan arang ini banyak yang berasal dari tulang hewan yang di
bakar. Jika arang ini diimpor dari Negara non-muslim, sangat besar kemungkinan
berasal dari tulang babi (karena paling banyak dikonsumsi dan harganya jauh
lebih murah). Dr Anton Apriyantono dalam beberapa tulisannya mengungkapkan
kaidah fikih: jika bahan yang haram (walau sedikit) bercampur dengan yang
halal, maka status dari bahan tersebut adalah haram. Jadi jangan heran atau
dianggap berlebihan ketika membeli air mineral-pun kita perlu melihat logo
halalnya. Walaupun yang tidak berlogo halal belum tentu juga haram, namun
karena kemajuan teknologi ini, menurut hemat kami statusnya menjadi subhat,
kecuali kita mengethui persis proses produksinya.
 
Artikel ini tidak akan membahas
secara detail berkaitan teknologi pangan ini, namun hanya gambaran umumnya saja
agar kita waspada dan “lebih memilih
produk yang sudah berlabel halal resmi” dibanding yang tidak ada labelnya.
Jangan sampai kita terjebak mengkonsumsi produk-produk haram gara-gara “asumsi”
yang “asal” seperti diatas.
 
Dalam konteks makanan, Dr
Anton Apriayantono mendefinisikan makanan halal sebagai berikut:
·         Tidak
mengandung babi dan bahan yang berasal dari babi.
·    Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan
seperti : bahan-bahan yang  berasal dari
organ manusia, darah, kotoran-kotoran dan lain sebagainya.
·         Semua bahan yang berasal dari hewan halal yang
disembelih menurut tata cara syari'at Islam.
·         Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan,
pengolahan, tempat pengelolaan dan transportasinya tidak boleh digunakan untuk
babi. Jika pernah digunakan untuk babi atau barang yang tidak halal lainnya
terlebih dulu harus dibersihkan dengan tata cara syari'at Islam
·         Semua makanan dan minuman yang tidak mengandung
khamar.
 
Dewasa ini konteks halal telah meluas tidak hanya
untuk makanan dan minuman saja, namun juga obat-obatan, vitamin, supllemen,
vaksin dan kosmetika. Karena tak jarang produk-produk tersebut menggunakan
bahan haram dan najis.
 
Dalam pelatihan yang
diselenggarakan oleh MUI yang diikuti team PusatHalal beberapa waktu lalu, saat
membahas tentang teknologi pangan, kami ditunjukan dua buah peta berkaitan
penggunaan dan distribusi bahan haram. Dua peta ini membuka mata kami tentang 
begitu
kompleksnya penggunaan dan peredaran bahan haram dalam teknologi pangan. 
(gambar bisa dilihat di www.pusathalal.com pada judul artikel yg sama)

Gambar 1 adalah peta secara
umum bahan-bahan haram yang sering digunakan dalam produksi produk pangan, obat
dan kosmetika. Gambar 2  menggambarkan
lebih detail salah satu bahan haram yang sering dipakai yaitu “babi”.
Perhatikan bahwa hampir semua anggota tubuh babi digunakan dalam teknologi dan
pembuatan produk pangan, kosmetik dan obat-obatan.


Kalau kita perhatikan dengan
seksama peta-peta tersebut, bisa diambil kesimpulan bahwa banyak produk yang
mungkin sekilas tidak mengandung bahan haram ternyata berpotensi mengandung
bahan haram. Kemungkinan makin besar jika produknya atau bahan-bahanya di
datangkan dari negeri non-muslim. Khusus babi, penggunaannya begitu luas
mengingat kemudahan berkembang biak, pemeliharaan yang mudah dan harganya yang
murah. Dijelaskan disini babi sekali beranak bisa mencapai 14 ekor (bandingkan
dengan sapi dan kambing yang hanya 1-2 ekor). Makanannya pun mudah, karena babi
memakan apa saja, termasuk (maaf) kotorannya sendiri.

Belum lagi kalau kita
telisik tentang proses dan peralatan yang digunakan dalam produksi dan
distribusi. Walau komposisi produk semuanya halal, namun jika peralatan yang
dipakai dalam produksi dan distribusi digunakan juga untuk produk yang
mengandung bahan haram, maka potensi pencampuran atau kontaminasi dari
peralatan akan tetap ada.
 Menurut Ust Nanung Danar Dono, dosen dan
peneliti dari UGM penggunaan bagian-bagian tubuh babi sudah begitu meluas di
dunia industri, diantaranya:
 
Lemak
•Lemak & gliserin : softdrink, bahan
kosmetik (facial, hand & body lotion), sabun, bahan roti, eskrim, dll.
•Emulsifier : Lesitin,
E471-E476, dll.
•Lard (lemak babi) :
coklat, pengempuk / pelezat rerotian, masakan, dll.
•Minyak : penyedap masakan
•Bahan starter Vetsin (kasus Ajinomoto)
Daging
•Sumber protein hewani yang
murah: ham, pork, sausage (sosis), dendeng
•Daging babi empuk, serat
halus, dan rasanya lezat.
•Dapat dipakai sebagai
campuran bakso, siomay, bakmi goreng, dll.
Tulang
•Industri pariwisata :
patung, dll.
•Industri makanan/minuman :
arang tulang sebagai filter penyaring air mineral.
•Industri obat : gelatin sebagai bahan
soft capsule dan soft candy (permen), penghilang keruh fruit juice.
•Industri pertukangan :
bahan lem, dll
Bulu
•Bahan kuas (BRISTLE): kuas
roti, kuas cat tembok, kuas lukis.
•Laporan Badan Pusat Statistik (2002) :
Periode Januari – Juni 2001, Indonesia mengimpor boar bristle & pig/boar
hair  se-jumlah 282,983 ton (senilai
1.713.309 US $)
Organ
Dalam
•Transplantasi : ginjal,
hati, jantung
•Plasenta : kosmetika
(facial, hand & body lotion), sabun, dll.
•Usus : sosis, benang jahit
luka, dll.
•Enzim pencernaan :
amilase, lipase, tripsin, pankreatin, pepsin, dll.
Kotoran
•   Pupuk tanaman apel di Jepang
•   Pupuk sayuran (Baturraden,, Temanggung,
Wonosobo, dll.)
•   Darah babi untuk Black Pudding.
Kulit
·  Industri
kulit (leather handicrafts): tas, sepatu, dompet, dll.
 
Jika sudah seperti ini,
sekali lagi cara yang paling aman adalah memilih hanya produk yang sudah ada
lebel halal resmi. Karena untuk mendapatkan label ini dilakukan audit yang 
sistematis
dan menyeluruh mulai dari bahan baku/ingredient, proses produksi, peralatan
produksi, kemasan, bahkan sampai ke komitmen dari manajemennya.
 
 2.     Dampak
Derasnya Barang Impor dari Negeri Non Muslim.
Walaupun import bahan
makanan dari luar negeri telah diatur sedemikian rupa, namun masih banyak impor
yang dilakukan secara illegal. Sebutlah kasus masuknya paha ayam dari Amerika
beberapa tahun silam atau masuknya hati sapi illegal yang lebih murah daripada
lokal. Keduanya kemungkinan besar berstatus haram karena tidak disembelih
secara Islami. 
 
Belum lagi penggunaan
produk impor yang tidak sesuai peruntukannya. Contohnya saja ada indikasi kulit
babi yang diimpor untuk produk sandang, oleh oknum tertentu sisa-sisa
potongannya dimanfaatkan juga untuk dijadikan krupuk kulit yang sekilas mirip
dengan krupuk kulit dari sapi.
 
Untuk produk-produk dalam
kemasan, masyarakat yang tidak hati-hati dan awam sering terkecoh membeli
produk hasil impor yang belum jelas kehalanannya. Contoh saja coklat, keju,
susu, biscuit dan sebagainya. Sepertinya “asumsi” yang salah seperti dibahas di
atas ditambah tidak jelasnya keterangan ingredient yang dicantumkan dalam
kemasan, (karena menggunakan bahasa dan istilah asing) memungkinkan
terkonsumsinya produk haram ini oleh  orang Muslim.
 
Selain produk pangan, perlu
juga diwaspadai produk lainnya seperti kosmetik, obat-obatan, sabun mandi,
pembersih wajah, bahkan bahan jaket, dompet, sandal, kuas bulu dan lainya yang
kemungkinan berasal dari bahan haram.
 
Jangan sampai niat kita memebersihkan
atau mensucikan tubuh malah menghasilkan hal sebaliknya. Contohnya saja mandi
menggunakan sabun yang mengandung lemak babi, keramas dengan menggunakan
shampoo yang mengandung tulang babi (untuk menimbuklan efek kilau seperti
mutiara), atau mencuci muka dengan menggunakan pembersih muka yang mengandung
karbon aktif yang berasal dari arang tulang babi.
 
Jangan pula sampai ibadah
kita yang hanya bisa sah dilakukan setelah kita membersihkan diri dari najis
justru di cemari najis. Ini bisa saja terjadi jika sehabis wudhu kita
menggunakan sandal dari kulit babi, atau saat sholat di kantong kita ada dompet
dari kulit babi. Walau ditinjau dari sudut pandang fikih masih ada perbedaan
pendapat tentang haram dan tidaaknya penggunaan kulit babi ini, namun 
selayaknyalah
kita berhati-hati dari kemungkinan tidak diterimanya ibadah kita.
3.     Kecurangan dan pengelabuan oleh produsen dan pedagang
Persaingan yang ketat dalam
dunia dagang, ditambah keinginan untuk mendapatkan keuntungan berlipat, tidak
jarang membutakan mata hati para oknum pedagang untuk mengelabui pembelinya
dengan barang-barang haram.
Kejadian yang sering terjadi
adalah pencampuran daging haram seperti babi, daging bangkai (mati sebelum
disembelih), daging tikus, anjing dan atau daging halal kadaluarsa yang di
rekondisikan. Untuk daging segar mungkin sebagian masyarakat bisa
membedakannya, namun untuk daging yang telah diolah menjadi masakan atau produk
olehan seperti bakso, nugget dan lainnya cukup sulit untuk mendeteksinya.
Masalah lainnya adalah berkaitan
dengan label halal yang “self claim”, dimana label tersebut di buat sendiri
tanpa adanya pengujian oleh badan yang berkompeten. Ironisnya masyarakat Muslim
banyak yang belum faham dan mudah percaya jika pada suatu produk, rumah
makan, atau catering dicantumkan label halal. Mereka belum bisa membedakan
label mana yang dikeluarkan oleh LP-POM MUI dan mana yang merupakan “self
claim”.
4.     Lemahnya regulasi dalam perlindungan konsumen Muslim
Sertifikasi Halal di
Indonesia “tidaklah diwajibkan” namun bersifat sukarela. Hanya produsen yang
“mau” mensertifikasi produknya dengan label halal yang terkena syarat
sertifikasi halal. Ini menjadi ironi bagi negeri dengan penduduk muslim
terbesar di dunia ini.
Disisi lain, implementasi
dan pengawasan terhadap di patuhinya undang-undang ini juga dirasakan masih
sangat lemah. Contoh kasus yang telah kita bahas diatas adalah masalah
penggunaan label halal self claim. Padahal peraturannya, barangsiapa ingin
mencantumkan label halal pada produknya maka dikenakan kewajiban untuk melalui
proses dan persyaratan yang telah ditetapkan. Namun pelanggaran akan hal ini
masih marak terjadi. (Lihat artikel “Mewaspadai
Label Halal” untuk lebih jelasnya).
 
Contoh kasus lainnya adalah
maraknya kecurangan dalam perdagangan seperti dibahas di muka, menunjukan
betapa lemahnya pengawasan dan perlindungan terhadap masyarakat Muslim.
 
Apa yang harus Kita lakukan?
Mensikapi masalah-masalah
yang diuraikan di atas, adalah menjadi urgent bagi kita seorang Muslim untuk 
mensiasati agar tidak menjadi korban dari
kondisi ini. Yang paling utama untuk dilakukan adalah membekali diri dengan
pengetahuan yang memadai dan kesadaran akan kewajiban menjaga diri dan keluarga
dari barang haram.
 
Namun tentu saja ini tidak
cukup. Sebagai bagian dari ibadah dan kewajiban kita bersama, adalah mewujudkan
apa yang di perintahkan Allah SWT dalam diri, keluarga dan masyarakat kita,
termasuk dalam masalah halalan toyyiban. Tidak bisa dikatakan Muslim sejati
jika kita berdiam diri tidak melakukan apa-apa untuk merubah keadaan.
Rasullullah bersabda : barangsiapa tidak
peduli dengan urusan umatku, maka dia tidak termasuk golonganku. Maka
sampaikanlah artikel sederhana ini ke saudara dan teman-teman Anda, agar anda d
 
Pada artikel selanjutnya
berjudul “Urgensi masyarakat Sadar
Halal” akan dibahas lebih detail realita kesadaran masyarakat muslim,
pentingnya pemahaman dan kesadaran masyarakat dan bagaimana mewujudkannya.
 
*****

Dapatkan materi-materi sosialisasi halalan toyyiban dalam bentuk pdf, power 
point, video dan lainnya di

www.Pusathalal.com - Pusat Informasi, Pendidikan dan Komunitas Halalan Toyyiban.
Anda juga dapat berdiskusi, berkonsultasi dan bergabung dengan Komunitas Peduli 
Halal Indonesia (KOMPHI).


















[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke