Berjuta Cinta dalam Bayang -Bayang Pedang

Dari Abdullah bin Umar rahimahumullah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam 
bersabda,

“Aku diutus menjelang hari kebangkitan dengan pedang supaya hanya Allah semata 
yang di ibadahi, tiada sekutu bagi-Nya. Rezekiku diletakkan di bawah naungan 
pedangku. Kerendahan dan kehinaan ditetapkan bagi siapa saja yang menyelisihi 
perintahku. Barang siapa menyerupai suatu kaum, ia termasuk bagian dari mereka.”

Benarkah Islam agama yang penuh rahmah dan kasih sayang? Benarkah Rasulullah 
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan cinta dan kedamaian kepada umat 
manusia? Jika memang benar, mengapa kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa 
sallam dipenuhi dengan cerita perang dan pertempuran? Itulah sebuah syubhat 
yang diungkap untuk mencitrakan Islam sebagai agama yang buas dan penuh 
kebencian. Maka dari itu, hadits di atas hanya sebagian penggalannya yang 
dibahas untuk sedikit menjawab syubhat tersebut.

Hadits tersebut dikeluarkan oleh al-Imam Ahmad (no. 5114, 5115, 5667), 
al-Khatib dalam al-Faqih wal Mutafaqqih (2/73), dan Ibnu Asakir (1/19/96) dari 
jalan Abdurrahman bin Tsabit bin Tsauban dari Hassan bin ‘Athiyyah dari Abu 
Munib al-Jarasyi.

Asy-Syaikh al-Albani menjelaskan dalam Jilbab Mar’ah Muslimah (203— 204), 
“Hadits ini sanadnya hasan. Mengenai Ibnu Tsauban, memang ada pembicaraan, 
namun tidak memudaratkan. Al-Imam al-Bukhari rahimahumullah telah menyebutkan 
sebagian dari hadits di atas secara mu’allaq di dalam Shahihnya (6/75).”

Al-Hafizh rahimahumullah menjelaskan dalam syarahnya, “Hadits ini adalah bagian 
dari hadits yang dikeluarkan oleh al- Imam Ahmad dari jalan Abu Munib… dan 
hadits ini mempunyai penguat yang mursal dengan sanad yang hasan, dikeluarkan 
oleh Ibnu Abi Syaibah dari jalan al-‘Auza’i dari Sa’id bin Jabalah dari Nabi 
shallallahu ‘alaihi wa sallam secara keseluruhan.”

TUJUAN BERPERANG

Perang, dalam perspektif Islam, memiliki tujuan dan cita-cita mulia, antara 
lain:

1. Membebaskan manusia dari peribadahan kepada makhluk menuju peribadahan 
kepada Allah Subhanahuwata’ala , Dzat yang menciptakan dan memberikan rezeki 
untuk mereka. Allah Subhanahuwata’ala berfirman,

“Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu 
semata-mata untuk Allah.” (al- Anfal: 39)

2. Menghapuskan kezaliman dan mengembalikan setiap hak kepada pemiliknya. Allah 
Subhanahuwata’ala berfirman,

“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena 
sesungguhnya mereka telah dianiaya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuasa 
menolong mereka itu.” (al-Hajj: 39)

“(Yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan 
yang benar, selain karena mereka berkata,‘Rabb kami hanyalah Allah’.” (al-Hajj: 
40)

3. Menghinakan orang-orang kafir, menghukum, dan melemahkan kekuatan mereka. 
Allah Subhanahuwata’ala berfirman,

“Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) 
tangan-tanganmu. Allah akan menghinakan mereka, menolong kamu dari mereka, dan 
melegakan hati orang-orang yang beriman,serta Allah akan menghilangkan panas 
hati orang orang mukmin. Dan Allah menerima taubat orang-orang yang 
dikehendaki- Nya. Allah Maha Mengetahui lagi Maha bijaksana.” (at-Taubah: 
14-15) (al-Mulakhas Fiqhi, al-Fauzan, 1/379—380)

BEBERAPA ADAB DALAM BERPERANG

Sebagai bukti bahwa Islam mengajarkan cinta kasih, tidak asal membunuh, dan 
tidak menekankan kebencian, adalah adab-adab yang dibimbingkan oleh Rasulullah 
pada setiap peperangan. Di antaranya adalah,

1. Islam selalu menawarkan pilihan pilihan sebelum berperang, yaitu masuk Islam 
atau membayar jizyah (semacam upeti) dengan mereka tetap menjalankan agama 
masing-masing.

Di dalam hadits Buraidah radhiyallahu anhu, beliau bercerita, “Dahulu, 
kebiasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika mengangkat seorang 
panglima untuk sebuah pasukan perang, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam 
selalu memberikan wasiat secara khusus untuk bertakwa kepada Allah 
Subhanahuwata’ala dan berbuat baik kepada kaum muslimin yang menyertainya. 
Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan,

“Berperanglah dengan menyebut nama Allah Subhanahuwata’ala di jalan- Nya! 
Perangilah orang-orang yang kufur terhadap Allah Subhanahuwata’ala! Janganlah 
kalian berbuat ghulul (mengambil harta rampasan perang sebelum dibagi), 
berkhianat, mencincang jasad musuh, dan janganlah membunuh anak-anak. Jika 
engkau berjumpa musuh dari kaum musyrikin, tawarkan kepada mereka tiga hal. Apa 
pun yang mereka pilih darimu, terimalah dan tahanlah dirimu dari mereka.” 
(Shahih Muslim, 1731)

Ketiga hal tersebut adalah: masuk Islam, membayar jizyah, atau berperang. Sama 
juga dengan pesan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Ali bin Abi 
Thalib radhiyallahu anhu sebelum menyerang benteng Khaibar. Beliau shallallahu 
‘alaihi wa sallam bersabda,

“Berangkatlah dengan hati-hati hingga engkau berada didepan benteng mereka. 
Kemudian, ajaklah mereka ke dalam Islam! Sampaikan kepada mereka akan kewajiban 
mereka terhadap hak Allah Subhanahuwata’ala . Demi Allah, (seandainya) Allah 
Subhanahuwata’ala memberikan hidayah kepada seseorang melalui sebab dirimu, 
itulebih baik bagimu daripada unta merah.”(HR. al-Bukhari no. 2942, Muslimno. 
2406)

2. Islam tidak mengajarkan untuk berharap bertemu dengan musuh. Namun, jika 
telah berjumpa haruslah bersabar. Di dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu 
anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Janganlah kalian berharap-harap bertemu dengan musuh. Akan tetapi, jika kalian 
telah bertemu dengan musuh,bersabarlah!” (HR. al-Bukhari no. 3025 dan Muslim 
no. 1741)

3. Dilarang membunuh kaum wanita dan anak-anak. Ibnu Umar radhiyallahu anhu 
bercerita tentang seorang wanita yang ditemukan terbunuh dalam sebuah 
peperangan yang diikuti oleh Rasululllah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau 
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingkari pembunuhan terhadap kaum wanita dan 
anak-anak (HR. al-Bukhari no. 3013 dan Muslim no. 1745).

4. Dilarang berbuat khianat, mencincang ,dan mencacat jasad musuh, serta ghulul 
(mengambil harta rampasan perang sebelum dibagi).
Dalilnya adalah hadits Buraidah radhiyallahu anhu pada poin pertama.

5. Dilarang membunuh musuh yang dalam keadaan tidak berdaya.

Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam 
beristirahat di bawah naungan sebuah pohon dalam Perang Dzatur Riqa’. Datang 
seorang musuh dengan menghunus pedang sedangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa 
sallam sedang tertidur. Saat Nabi terbangun, orang itu bertanya, “Apakah engkau 
takut kepadaku?” Jawab Nabi, “Tidak!” Orang itu bertanya lagi, “Siapa yang akan 
menghalangiku dari membunuhmu?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam 
menjawab, “Allah Subhanahuwata’ala.” Seketika itu, pedang yang ia bawa terjatuh 
lalu diambil oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu beliau balik 
bertanya, “Siapakah yang akan menghalangiku dari membunuhmu?”Lalu, Rasulullah 
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajaknya masuk Islam. Ia menolak, tetapi 
berjanji untuk tidak lagi ikut memerangi kaum muslimin. Kemudian Nabi 
shallallahu ‘alaihi wa sallam membiarkannya pergi.

Orang itu kembali ke kaumnya dan mengatakan, “Aku datang kepada kalian setelah 
bertemu dengan manusia terbaik.” (HR. al- Bukhari no. 4139 dan Muslim no. 843)

Latar Belakang Perang di Masa Nabi Sejarah perang di masa Nabi Muhammad selalu 
diawali oleh sikap-sikap kaum musyrikin yang mengganggu ketenteraman kaum 
muslimin, pengkhianatan mereka, dan kezaliman mereka. Perang terjadi setelah 
tiga belas tahun lamanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum 
muslimin bersabar atas kezaliman dan kejahatan kaum musyrikin selama di Makkah. 
Berikut ini beberapa latar belakang perang yang terjadi pada masa Nabi Muhammad 
shallallahu ‘alaihi wa sallam.

1. Perang Badar

Semua berawal dari rongrongan kaum musyrikin Quraisy yang berusaha membuat 
makar untuk menghancurkan kaum muslimin. Mereka mengirim surat-surat kepada 
kaum musyrikin di Yatsrib (Madinah) untuk berusaha menekan, memerangi, dan 
mengusir kaum muslimin dari kota Madinah. Mereka diancam akan dibunuh dan 
perempuan-perempuan mereka akan dihalalkan jika tidak memerangi kaum muslimin. 
Kaum muslimin pun berusaha balas menekan. Di antara bentuknya adalah melakukan 
penghadangan terhadap kafilah-kafilah dagang kaum musyrikin Quraisy.

Hingga suatu saat, kafilah dagang yang dipimpin oleh Abu Sufyan berhasil lepas 
dari pengintaian kaum muslimin. Ia pun mengirimkan berita kepada kaum musyrikin 
di Makkah tentang usaha penghadangan kaum muslimin. Berangkatlah kurang lebih 
1.000 orang pasukan dengan perlengkapan dan peralatan perang, di atas 
keangkuhan dan kesombongan. Sementara itu, kaum muslimin hanya membawa 
perlengkapan dan peralatan seadanya, itu pun dengan jumlah pasukan kurang lebih 
tiga ratus orang. Terjadilah peperangan yang kemudian dimenangi oleh kaum 
muslimin.

2. Perang Bani Nadhir

Bermula dari kedatangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ke bani Nadhir 
untuk menghitung/ menentukan tebusan atas kesalahan seorang sahabat yang 
membunuh dua orang Yahudi. Namun, orang-orang bani Nadhir justru berencana 
mempergunakan kesempatan tersebut untuk membunuh Rasulullah secara diam-diam. 
Akan tetapi, malaikat Jibril  memberitahukan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa 
sallam tentang rencana mereka.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bergegas kembali ke Madinah lalu 
memerintahkan Muhammad bin Maslamah untuk menyampaikan kepada bani Nadhir agar 
mereka segera meninggalkan tempat mereka dalam waktu sepuluh hari. Jika tidak, 
mereka akan diperangi. Karena hasutan dari orang-orang Yahudi lainnya, mereka 
pun menolak tawaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka justru 
mempersiapkan diri untuk berperang melawan kaum muslimin.

Setelah dikepung selama enam malam, bani Nadhir kemudian menyerah. Rasulullah 
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusir mereka dari Madinah dan memberikan 
kemurahan sehingga mereka bisa membawa barang dan harta, selain senjata. Allah 
Subhanahuwata’ala menceritakan hal ini dalam surat al-Hasyr.

3. Perang Ahzab Perang ini terjadi karena persekongkolan dan makar jahat kaum 
musyrikin Makkah, kabilah Ghathafan, kaum Yahudi, dan kabilah-kabilah lainnya. 
Mereka bersepakat untuk bersatu dan bersama-sama menyerang kota Madinah. 
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bermusyawarah dengan para sahabat 
untuk menentukan strategi di dalam menghadapi pasukan gabungan tersebut. Jadi, 
Perang Ahzab adalah perang yang terjadi karena kaum muslimin membela diri dan 
mempertahankan kota Madinah.

4. Perang Bani Quraizhah Bani Quraizhah adalah kabilah Yahudi yang melakukan 
pengkhianatan terhadap kaum muslimin. Pada saat kaum muslimin sedang sibuk 
melawan pasukan gabungan dalam Perang Ahzab di sebelah utara Madinah, bani 
Quraizhah yang berada di sebelah selatan Madinah malah menyatakan perang.

Padahal, tidak ada yang menghalangi antara bani Quraizhah dengan lokasi 
perlindungan kaum wanita dan anak-anak kaum muslimin. Rasulullah shallallahu 
‘alaihi wa sallam sangat bersedih, pun para sahabatnya. Setelah Allah 
Subhanahuwata’ala memberikan kemenangan kepada kaum muslimin dalam peristiwa 
Perang Ahzab, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berangkat menuju 
tempat tinggal bani Quraizhah untuk menghukum mereka atas pengkhianatan yang 
mereka lakukan.

5. Perang Mu’tah

Perang ini terjadi karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam marah saat 
mendengar utusan beliau, sahabat al-Harits bin ‘Amr, yang membawa surat untuk 
penguasa negeri Basra malah dibunuh dan dipenggal kepalanya. Rasulullah 
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirimkan pasukan terdiri dari 3.000 orang 
dengan pimpinan secara bergantian Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abi Thalib, dan 
Abdullah bin Rawahah. Itu pun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan 
untuk menyampaikan tawaran Islam kepada mereka terlebih dahulu. Jika menolak, 
mereka boleh diperangi.

Bahkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan, “Berperanglah kalian 
dengan nama Allah Subhanahuwata’ala dan dijalan Allah Subhanahuwata’ala. 
Bunuhlah orang yang melakukan kekufuran kepada Allah Subhanahuwata’ala. 
Janganlah kalian menipu dan mencuri harta rampasan perang. Jangan pula membunuh 
anak-anak, kaum wanita, dan orang-orang tua. Janganlah kalian merusak tempat 
ibadah mereka, menebang pohon kurma, dan pohon apapun,serta janganlah 
merobohkan bangunan!”

6. Fathu Makkah

Inilah peristiwa penaklukan kota Makkah. Bermula dari pengkhianatan kaum 
musyrikin Quraisy yang secara diam-diam membantu sekutu mereka, bani Bakr, 
untuk menyerang bani Khuza’ah. Padahal Khuza’ah adalah sekutu kaum muslimin. 
Sementara itu, dalam Perjanjian Hudaibiyah telah disepakati masa gencatan 
senjata. Ternyata, orang-orang bani Bakr telah membunuh lebih dari dua puluh 
orang bani Khuza’ah. Khuza’ah lalu menyampaikan berita itu kepada Rasulullah 
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bergeraklah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa 
sallam dan para sahabat untuk menaklukan kota Makkah.

Setelah kota Makkah ditaklukkan, apa yang beliau lakukan? Beliau mengatakan 
kepada kaum Quraisy yang dahulu memusuhi dan memerangi kaum muslimin, “Pada 
hari ini tidak ada cercaan terhadap kalian. Bubarlah, karena kalian adalah 
orang-orang yang bebas!”

SUNGGUH SANGAT BERBEDA!

Sungguh sangat berbeda! Peperangan yang dikenal dan terjadi pada masa jahiliah 
adalah peperangan yang dipenuhi oleh kekejaman, kekerasan, perampokan, 
penghancuran kehormatan, pemusnahan ladang dan kebun, pembunuhan terhadap 
anak-anak, tanpa kasih sayang dan rasa perikemanusiaan.

Adapun Islam, peperangan adalah sarana untuk menebarkan kasih sayang dan 
keadilan, menolong orang-orang yang terzalimi, dan menegakkan kalimat Allah 
Subhanahuwata’ala sehingga peribadahan benarbenar menjadi hanya untuk Allah 
Subhanahuwata’ala.

Lihatlah adab-adab berperang yang diajarkan oleh Islam. Betapa rahmat dan penuh 
cinta! Bandingkanlah! Selama tidak lebih dari delapan tahun peperangan yang 
dijalankan di masa hidup Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, korban 
terbunuh hanya sebatas 1.000 orang dari kalangan kaum muslimin, kaum musyrikin, 
Yahudi, dan Nasrani.

Dengan rentang waktu yang relatif singkat dan korban jiwa yang relatif kecil, 
kaum muslimin mampu menundukkan hampir seluruh Jazirah Arab dan menciptakan 
keamanan serta ketenteraman. Adapun peperangan di zaman jahiliah sangat jauh 
berbeda. Korban begitu banyak, dilatarbelakangi oleh dendam dan benci, penuh 
ketakutan dan tidak berakhir.

Misalnya, perang antara bani Bakr dan kabilah Taghlib yang terjadi selama empat 
puluh tahun dengan korban sekitar 70.000 orang! Atau perang antara Aus dan 
Khazraj yang terjadi hampir seratus tahun. Sungguh sangat berbeda! 
Bandingkanlah dengan peperangan yang dilakukan dan dijalani oleh kaum kafir 
Barat! Dalam Perang Dunia Pertama, yang hanya berlangsung kurang lebih selama 
empat tahun, minimalnya ada 40 juta orang tewas.

Mayoritasnya adalah warga sipil yang tidak terlibat dalam peperangan secara 
langsung. Sekitar 9 juta orang tewas akibat kekurangan pangan, kelaparan, 
pembunuhan massal, dan terlibat secara tidak langsung dalam pertempuran. Dalam 
perang ini, senjata kimia digunakan untuk pertama kalinya, pemboman atas warga 
sipil dari udara dilakukan, dan banyak pembunuhan massal.

Bandingkan juga dengan Perang Dunia Kedua! Perang terbesar dalam sejarah 
manusia yang melibatkan kaum kafir Barat yang hanya terjadi dalam waktu enam 
tahun, telah memakan korban 70 juta orang tewas, mayoritasnya masyarakat sipil. 
Dalam dua perang dunia ini, mencuat nama-nama penjahat perang semacam Hitler, 
Mussolini, Lenin, Stalin, dan lainnya. Demikian juga kejahatan-kejahatan yang 
tercatat dalam sejarah hitam dunia. Tokyo dibom bakar oleh sekutu yang 
mengakibatkan 90.000 orang tewas akibat kebakaran hebat di seluruh kota.

Hiroshima dan Nagasaki dibom atom yang mengakibatkan korban dan kerugian besar. 
Hal-hal yang sangat tidak beradab dan tidak berperikemanusiaan telah 
dipertontonkan oleh kaum kafir Barat. Atau juga kejahatan yang dilakukan oleh 
Slobodan Milosevic yang melakukan genosida (pembantaian etnis secara massal) 
terhadap kaum muslimin di Bosnia.

Belum lagi kejahatan kaum kafir Barat terhadap kaum muslimin di Afghanistan, 
Palestina, Chechnya, dan banyak daerah lain. Sebelumnya lagi, dalam catatan 
Perang Salib. Sejarah telah mencatat kekejaman dan kejahatan yang dilakukan 
oleh kaum Salibis terhadap kaum muslimin.

Pembunuhan terhadap wanita dan anak-anak, pembakaran masjid dan bangunan 
lainnya, pemerkosaan, tindakan keji dan bengis, serta perbuatan bengis lainnya. 
Kita harus bertanya, “Siapakah yang patut dianggap sebagai kaum yang jahat dan 
tidak berperikemanusiaan? Siapa pula yang pantas dinilai sebagai kaum yang 
penuh rahmat dan kasih sayang? Kaum muslimin yang mengajarkan adab adab penuh 
cinta dan kasih sayang di dalam berperang; ataukah kaum kafir Barat yang 
menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan?” Alhamdulillah, Islam adalah agama yang 
mengajarkan rahmat dan kasih sayang.

Al-Qur’an, sunnah, dan sejarah Nabi Muhammad menjadi bukti hal tersebut. 
Meskipun ada kelompok kelompok atau individu-individu yang melakukan kejahatan 
lalu menisbatkan dirinya kepada Islam, sesungguhnya Islam berlepas diri dari 
mereka. Wallahulmusta’an, walhamdulillah

Sumber: 
http://asysyariah.com/hadist-berjuta-cinta-dalam-bayang-bayang-pedang.html


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke