Hukum Allah Bukan Hukum Jahiliyah

“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki dan (hukum) siapakah yang lebih 
baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (Al-Maidah: 50)

Sebab Turunnya Ayat

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata: Dua kabilah Yahudi, Quraizhah dan 
Nadhir. Kabilah Nadhir lebih mulia dibanding kabilah Quraizhah. Apabila ada 
seseorang dari kabilah Quraizhah membunuh seseorang dari kabilah Nadhir, dia 
dibunuh pula karenanya. Namun, jika seseorang dari kabilah Nadhir membunuh 
seseorang dari kabilah Quraizhah, cukup ditebus dengan 100 wisq kurma (6000 
sha’, pen.). Setelah Nabi n diutus, seseorang dari kabilah Nadhir membunuh 
seseorang dari kabilah Quraizhah. Kemudian orang-orang Bani Quraizhah berkata, 
“Serahkan pembunuh itu kepada kami, kami akan membunuhnya.” (Tatkala Bani 
Nadhir enggan menyerahkannya), Bani Quraizhah berkata, “Antara kami dan kalian 
ada nabi.” Mereka pun mendatangi beliau. Lalu turunlah firman Allah:

“Jika engkau berhukum maka berhukumlah diantara mereka dengan adil.” 
(Al-Maidah: 42)

Keadilan di sini adalah jiwa dibalas dengan jiwa (qishas). Setelah itu turun 
pula ayat:

“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki dan (hukum) siapakah yang lebih 
baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (Al-Maidah: 50) [HR. 
Abu Dawud no. 4494, An-Nasa’i no. 4732, Ibnu Abi Syaibah no. 27970, 
Ad-Daruquthni 3/198, Ibnu Hibban no. 5057, Al-Hakim 4/407, Al-Baihaqi 8/24, 
Ibnul Jarud dalam Al-Muntaqa no. 772. Hadits ini dishahihkan Al-Albani dalam 
Shahih Abu Dawud]

Tafsir Ayat

Firman Allah:

“Apakah hukum jahiliah…”

Hamzah (yang berarti: apakah) yang disebut dalam ayat ini menunjukkan istifham 
inkari, bentuk pertanyaan namun yang dimaksud adalah pengingkaran dan 
menjelekkan orang yang melakukannya. (Lihat Fathul Qadir, Asy-Syaukani)

Yang dimaksud hukum jahiliah adalah setiap hukum yang menyelisihi apa yang 
diturunkan Allah kepada Rasul-Nya, karena hukum hanya ada dua: hukum Allah dan 
Rasul-Nya atau hukum jahiliah. Siapa yang berpaling dari hukum Allah niscaya 
dia berhukum dengan hukum jahiliah yang dibangun di atas kejahilan, kezaliman, 
dan penyimpangan. Oleh karena itu, Allah menisbahkannya kepada jahiliah. 
Sementara hukum Allah dibangun di atas ilmu, keadilan, cahaya, dan petunjuk. 
(Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman, karya As-Sa’di dalam tafsir ayat ini)

Ibnul Qayyim berkata ketika menjelaskan tentang hukum jahiliah, “Setiap hukum 
yang menyelisihi apa yang dibawa oleh Rasul maka itu termasuk jahiliah. 
Jahiliah adalah nisbah kepada kejahilan. Setiap yang menyelisihi Rasul termasuk 
dari kejahilan.” (Al-Fawa’id, Ibnul Qayyim hlm. 109)

Ibnu Katsir berkata ketika menjelaskan ayat ini: “Allah mengingkari orang yang 
keluar dari hukum Allah yang adil, yang mencakup segala kebaikan dan mencegah 
dari setiap kejahatan, beralih kepada hukum lain yang berupa pendapat manusia, 
hawa nafsu, dan berbagai istilah yang ditetapkan oleh manusia tanpa bersandar 
kepada syariat Allah. Sebagaimana halnya kaum jahiliah yang berhukum dengan 
kesesatan dan kebodohan, yaitu hukum yang mereka tetapkan berdasarkan pendapat 
dan hawa nafsu mereka. Seperti bangsa Tartar yang berhukum dalam politik 
kekuasaan mereka yang diambil dari raja mereka yang bernama Jenghis Khan, yang 
menetapkan undang-undang Ilyasiq; sebuah kitab yang berisi hukum-hukum yang 
diambil dari syariat yang berbeda-beda; Yahudi, Nasrani, Islam, dan yang 
lainnya. Di dalamnya juga banyak hukum-hukum yang diambil dari pandangan dan 
hawa nafsunya semata. Akhirnya undang-undang ini menjadi syariat yang harus 
diikuti oleh keturunannya. Mereka lebih
 mengutamakannya daripada berhukum dengan kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. 
Siapa di antara mereka yang melakukan hal itu maka dia kafir, wajib diperangi 
sampai dia kembali kepada hukum Allah dan Rasul-Nya, serta dia tidak berhukum 
dengan yang lainnya baik dalam urusan kecil maupun besar.” (Tafsir Ibnu Katsir, 
2/68)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Sungguh Allah telah memerintahkan 
Nabi-Nya untuk berhukum dengan apa yang diturunkan Allah kepadanya. Allah juga 
memperingatkan beliau agar tidak mengikuti hawa nafsu mereka, dan menjelaskan 
bahwa yang menyelisihi hukum-Nya adalah hukum jahiliah.” (Daqa’iq At-Tafsir, 
2/55)

Diriwayatkan dari hadits Jabir bahwa beliau berkata, “Suatu hari kami dalam 
satu peperangan. Lalu ada seorang dari kalangan Muhajirin memukul pantat 
seorang dari kalangan Anshar dengan tangannya. Orang Anshar itu pun berteriak 
sambil berkata, ‘Wahai kaum Anshar.’ Maka orang Muhajirin itu pun juga 
berteriak, ‘Wahai kaum Muhajirin.’ Akhirnya teriakan ini didengar oleh Nabi 
beliau pun berkata:

‘Mengapa ada panggilan jahiliah? Tinggalkan karena sesungguhnya itu buruk 
(tercela).” (HR. Al-Bukhari no. 4622, Muslim no. 2584)

Muhammad bin Abi Nashr Al-Humaidi berkata dalam menjelaskan makna panggilan 
jahiliah: “Ucapan mereka ‘Wahai pengikut fulan’, hal ini termasuk fanatisme 
golongan dan keluar dari hukum Islam.” (Tafsir Gharib Ma fish Shahihain, 
Al-Humaidi: 85)

“Yang mereka kehendaki.”

Ini adalah bacaan jumhur (mayoritas) ahli qira’ah. Adapun bacaan Ibnu ‘Amir 
dengan ta’ (تَبْغُونَ) yang berbentuk khithab (artinya: kalian kehendaki). 
(Tafsir Al-Qurthubi, Tafsir Al-Baghawi)

Maknanya adalah, apakah mereka berpaling dari hukum yang telah Allah turunkan 
kepadamu (kepada Muhammad, pen.) dan meninggalkannya lalu mencari hukum 
jahiliah? (Fathul Qadir, Asy-Syaukani)

Ayat ini seperti apa yang disebutkan dalam ayat lainnya:

“Maka patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal Dialah yang 
telah menurunkan kitab (Al-Qur’an) kepadamu dengan terperinci? Orang-orang yang 
telah Kami datangkan kitab kepada mereka, mereka mengetahui bahwa Al-Qur’an itu 
diturunkan dari Rabbmu dengan sebenarnya. Maka janganlah kamu sekali-kali 
termasuk orang yang ragu-ragu.” (Al-An’am: 114)

“Dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang 
yang yakin?”

Ini juga termasuk istifham inkari, bentuk pertanyaan yang mengandung 
pengingkaran, yang maknanya adalah: Tidak ada hukum yang lebih baik dari hukum 
Allah bagi orang-orang yang memiliki keyakinan, bukan bagi orang yang jahil dan 
pengikut hawa nafsu. (Tafsir Fathul Qadir)

As-Sa’di mengatakan: “Orang yang memiliki keyakinan itulah mengetahui perbedaan 
antara kedua hukum tersebut. Dengan keyakinannya, dia mampu membedakan apa yang 
terdapat di dalam hukum Allah yaitu kebaikan dan keagungan, dan berdasarkan 
tinjauan akal maupun syariat wajib diikutinya. Al-yaqin adalah keyakinan yang 
sempurna yang melahirkan amalan.” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman)

Kewajiban Berhukum Dengan Hukum Allah

Ayat ini menjelaskan tentang kewajiban setiap hamba untuk berhukum dengan hukum 
Allah dalam setiap urusan mereka serta larangan untuk menjadikan selain hukum 
Allah sebagai hukum dan aturan dalam kehidupan manusia, sebab hal itu termasuk 
bentuk berhukum kepada hukum jahiliah.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Adapun orang-orang yang beriman, 
berislam, berilmu, dan beragama, mereka senantiasa berhukum dengan Kitabullah 
dan Sunnah Rasul-Nya. Sebagaimana firman Allah:

“Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka 
menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka 
tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, 
dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (An-Nisa’: 65) [Majmu’ Fatawa, 35/386]

Al-‘Allamah As-Sa’di berkata: “Berhukum dengan selain apa yang diturunkan Allah 
merupakan perbuatan orang-orang kafir. Terkadang bentuk kekafirannya dapat 
mengeluarkan dari Islam, apabila dia meyakini halal dan bolehnya hal itu. 
Terkadang pula termasuk dosa besar dan termasuk perbuatan kekufuran (namun 
tidak mengeluarkan dari Islam) yang pelakunya berhak mendapatkan siksaan yang 
pedih.” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman)

Begitu banyak ayat yang memerintahkan manusia untuk berhukum dengan hukum Allah 
dan mengharamkan berhukum dengan hawa nafsu yang merupakan hukum jahiliah. 
Diantaranya adalah:

“Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah 
kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah 
datang kepadamu.” (Al-Maidah: 48)

“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari 
urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa 
nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (Al-Jatsiyah: 18)

“Hai Dawud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, 
maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah 
kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. 
Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang 
berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.” (Shad: 26)

Katakanlah: “Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui 
batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa 
nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan 
mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan 
yang lurus.” (Al-Maidah: 77); dan yang lainnya.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa Rasulullah bersabda:

“Manusia yang paling dibenci Allah ada tiga: seorang yang berbuat zalim di 
negeri haram, orang yang mencari hukum jahiliah dalam Islam, dan keinginan 
menumpahkan darah seseorang tanpa hak.” (HR. Al-Bukhari no. 6488)

Balasan Bagi Orang Yang Berhukum Dengan Selain Hukum Allah

Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar, dia berkata: Rasulullah mendatangi kami 
lalu bersabda:

“Wahai sekalian kaum muhajirin, ada lima hal yang apabila kalian diuji 
dengannya, aku berlindung kepada Allah jangan sampai kalian: (1) Tidaklah satu 
perbuatan keji (zina) yang muncul hingga mereka melakukannya secara 
terang-terangan melainkan akan menyebar penyakit tha’un[1] dan berbagai 
penyakit yang belum pernah muncul di masa sebelum mereka. (2) Tidaklah mereka 
mengurangi takaran dan timbangan melainkan mereka akan ditimpa paceklik, 
kesulitan hidup, dan kezaliman penguasa terhadap mereka. (3) Tidaklah mereka 
menahan zakat harta mereka melainkan akan ditahan pula dari mereka turunnya 
hujan dari langit. Kalaulah bukan karena hewan ternak, niscaya hujan tidak akan 
turun kepada mereka. (4) Tidaklah mereka membatalkan perjanjian Allah dan 
Rasul-Nya melainkan Allah akan memberi kekuasaan kepada musuh atas mereka lalu 
merampas sebagian apa yang mereka miliki. (5) Tidaklah para pemimpin mereka 
tidak berhukum dengan kitab Allah dan memilah-milah hukum
 yang diturunkan Allah melainkan Allah akan menjadikan perselisihan di antara 
mereka sendiri.” (HR. Ibnu Majah no. 4019. Dishahihkan Al-Albani dalam Silsilah 
Al-Ahadits Ash-Shahihah, 1/106)

Wallahu a’lam.

Catatan kaki:
[1] Penyakit bengkak yang disebabkan mikroba, menjangkiti tikus dan menular 
melalui kutunya kepada tikus lain maupun manusia. -red.

Sumber: http://asysyariah.com/hukum-allah-bukan-hukum-jahiliyah.html


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke