Assalamu'alaikum wr wb,

Ini adalah satu tulisan yang bagus. Alangkah baiknya jika dipahami DAN 
DIAMALKAN. Sebab banyak orang membaca atau menulis ayat-ayat Al Qur'an dan juga 
hadits, namun tidak dipahami/pemahamannya melenceng. Sehingga akhirnya malah 
melanggar Al Qur'an dan Hadits seperti buruk sangka, mencaci sesama Muslim, 
mengkafirkan sesama Muslim, bughot, bahkan membunuh sesama Muslim. 
Na'udzubillah min dzalik!

Jangan sampai kita jadi kaum yang disebut Nabi seperti di bawah:

Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya diantara ummatku ada orang-orang yang 
membaca Alquran tapi tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka membunuh orang 
Islam dan membiarkan penyembah berhala. Mereka keluar dari Islam secepat anak 
panah melesat dari busurnya. Sungguh, jika aku mendapati mereka, pasti aku akan 
bunuh mereka seperti terbunuhnya kaum Aad. (Shahih Muslim No.1762)

Satu dari ciri kaum Khawarij menurut Nabi Muhammad adalah mereka membaca Al 
Qur’an dan Hadits, namun tidak diamalkan. Ucapannya tidak melampaui 
kerongkongan mereka. Hanya di mulut saja.

Hadis riwayat Ali ra., ia berkata:
Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: Di akhir zaman akan muncul kaum yang 
muda usia dan lemah akal. Mereka berbicara dengan pembicaraan yang seolah-olah 
berasal dari manusia yang terbaik. Mereka membaca Alquran, tetapi tidak 
melampaui tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama, secepat anak panah 
meluncur dari busur. Apabila kalian bertemu dengan mereka, maka bunuhlah 
mereka, karena membunuh mereka berpahala di sisi Allah pada hari kiamat. 
(Shahih Muslim No.1771)


سيخرج في آخر الزمان قوم أحدث الأسنان سفهاء الأحلام
“Akan keluar di akhir zaman suatu kaum yang usia mereka masih muda, dan bodoh, 
mereka mengatakan sebaik‑baiknya perkataan manusia, membaca Al Qur’an tidak 
sampai kecuali pada kerongkongan mereka. Mereka keluar dari din (agama Islam) 
sebagaimana anak panah keluar dan busurnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

يخرج قوم من أمتي يقرئون القرآن يحسبون لهم وهو عليهم لاتجاوز صلاتهم تراقيهم
“Suatu kaum dari umatku akan keluar membaca Al Qur’an, mereka mengira bacaan 
Al-Qur’an itu menolong dirinya padahal justru membahayakan dirinya. Shalat 
mereka tidak sampai kecuali pada kerongkongan mereka.” (HR. Muslim)

يحسنون القيل ويسيئون الفعل يدعون إلى كتاب الله وليسوا منه في شيء
“Mereka baik dalam berkata tapi jelek dalam berbuat, mengajak untuk mengamalkan 
kitab Allah padahal mereka tidak menjalankannya sedikitpun.” (HR. Al-Hakim)



Baca selengkapnya di: 
http://media-islam.or.id/2012/01/19/ciri-khawarij-tak-mengamalkan-al-quran-dan-membunuh-muslim/



Fiqih Nasehat


Dari Abu Ruqayyah Tamim ad-Dari, bahwa Nabi telah bersabda, “Agama (Islam) itu 
adalah nasehat.” (beliau mengulanginya tiga kali), Kami bertanya, “Untuk siapa, 
wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Untuk Allah, kitab-Nya, rasul-Nya, 
imam-imam kaum muslimin, dan kaum muslimin umumnya.”

Takhrij Hadits Ringkas
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim (hadits no. 55) di dalam Shahih-nya di 
dalam Kitab al-Iman: Bab Bayan Anna ad-Din an-Nashihah (II/32-Syarah an 
Nawawi), dari tiga jalur yang semuanya bertemu pada Suhail bin Abu Shalih dari 
‘Atha’ bin Yazid al-Laitsi dari Tamim ad-Dari. Riwayat inilah yang paling 
masyhur dalam periwayatan hadits ini.

Sedangkan Imam Bukhari hanya menyebutkannya -dengan lafal serupa- dalam judul 
sebuah bab dalam Shahih-nya, yaitu Bab Qaul an-Nabi: ad-Din an-Nashihah, 
lilLahi, wa li Rasulihi, wa li Aimmati l-Muslimin wa ‘Ammatihim di dalam Kitab 
al-Iman (I/166-Fathul Bari), karena Suhail bin Abu Shalih tidak memenuhi syarat 
(kriteria) shahih beliau.

Riwayat yang mengisyaratkan pengulangan, dengan kalimat ‘tsalaasan‘ 
(mengulanginya tiga kali) pada hadits di atas, terdapat dalam riwayat Imam 
Ahmad dalam Musnad-nya, dan inilah yang dibawakan oleh Ibnu Rajab dalam Jami‘ul 
‘Ulum wal Hikam (I/202, hadits no. 7). Sedangkan Imam an Nawawi dalam al-Arbain 
(hadits no.7) membawakannya tanpa pengulangan dengan isyarat lafal (tsalaatsan).

Biografi Periwayat Hadits

Abu Ruqayyah Tamim ad-Dari
Beliau adalah Tamim bin Aus bin Kharijah bin Sud bin Judzaimah al-Lukhami 
al-Filisthini (dari Palestina), Abu Ruqayyah ad-Dari. Beliau masuk Islam pada 
tahun 9 H. Sebelumnya beliau seorang nasrani, bahkan salah seorang pendeta di 
Palestina. Pada suatu waktu terjadi pada dirinya sebuah kisah yang menakjubkan, 
yaitu kisah al-Jassasah [seekor hewan melata berbulu lebat yang berbicara 
kepada Tamim ad-Dari, yang juga akan berbicara kepada manusia kelak di akhir 
jaman - Lihat an-Nihayah (V/268) dan Lisanul-Arab (I/786)].

Dalam kisah itu terdapat cerita tentang Dajjal yang akan keluar nanti di akhir 
jaman – semoga Allah melindungi kita dari kejahatannya-. Nabi meriwayatkan 
kisah ini dari beliau (Tamim), dan ini sebagai salah satu keutamaan beliau 
(selengkapnya kisah al-Jassasah ini dalam Shahih Muslim (hadits no. 2942).

Semenjak masuk Islam, beliau tinggal di Madinah sampai terbunuhnya Khalifah 
Utsman bin ‘Affan. Setelah itu beliau pindah ke Baitul Maqdis di Palestina, 
tepatnya di desa ‘Ainun. Beliau termasuk salah seorang sahabat yang 
mengumpulkan al-Qur’an. Ada sekitar 40 hadits yang beliau riwayatkan dari Nabi, 
satu di antaranya terdapat dalam Shahih Muslim, yaitu hadits ini. Hidup beliau 
dipenuhi dengan ibadah. Beliau giat bertahajjud (shalat malam), dan membaca 
al-Qur’an. Beliau wafat pada tahun 40 H di Bait Jabrin, Palestina, tanpa 
meninggalkan seorang anak pun, kecuali Ruqayyah. Semoga Allah meridhai beliau. 
(Lihat biografinya dalam al-Ishabah (I/367), al-Isti‘ab (I/193), Siyar A‘lamin 
Nubala’ (II/442), ats-Tsiqat (III/39), dll).

Makna Kata dan Kalimat
Kata (ad-din) secara bahasa memiliki sejumlah makna, antara lain makna al-jaza’ 
(pembalasan), al-hisab (perhitungan), al-‘adah (kebiasaan), ath-tha‘ah 
(ketaatan), dan al-Islam (ajaran/agama Islam). Makna yang terakhir inilah yang 
dimaksud dalam hadits ini.

Kata (an-nashihah) berasal dari kata (an-nushhu) yang memiliki beberapa 
pengertian.

a. (al-Khulush) berarti murni (Lisanul-Arab (II/616), an-Nihayah (V/62), 
seperti dalam kalimat :

(alkhaalisu minal ‘asali) ‘Madu yang murni’. Perkataan dan perbuatan yang murni 
(bersih) dari kotoran dusta dan khianat adalah bagaikan madu yang murni 
(bersih) dari lilin (I‘lamu l-Hadits (I/190), dan Syarah Shahih Muslim (II/33)).

b. (‘al-Khiyathah/al-Khaith’) berarti ‘menjahit/ menyulam dengan jarum’ 
(Lisanul-Arab (II/617), Fathul Bari (I/167). Perbuatan seseorang yang 
menyampaikan nasehat kepada saudaranya yang melakukan kesalahan demi kebaikan 
saudaranya, adalah bagaikan orang yang menjahit/menyulam baju yang 
robek/berlubang sehingga baik kembali dan layak dipakai. (I’lamul-Hadits 
(I/190) dan Syarah Shahih Muslim (II/33).

Adapun menurut istilah syar’i, Ibnu al-Atsir menyebutkan, “Nasehat adalah 
sebuah kata yang mengungkapkan suatu kalimat yang sempurna, yaitu keinginan 
(memberikan) kebaikan kepada orang yang dinasehati. Makna tersebut tidak bisa 
diungkapkan hanya dengan satu kata, sehingga harus bergabung dengannya kata 
yang lain” (An-Nihayah (V/62). Ini semakna dengan defenisi yang disampaikan 
oleh Imam Khaththabi. Beliau berkata, “Nasehat adalah sebuah kata yang jami‘ 
(luas maknanya) yang berarti mengerahkan segala yang dimiliki demi (kebaikan) 
orang yang dinasihati. Ia merupakan sebuah kata yang ringkas (namun luas 
maknanya). Tidak ada satu kata pun dalam bahasa Arab yang bisa mengungkapkan 
makna dari kata (nasehat) ini, kecuali bila digabung dengan kata lain.” 
(I’lamul-Hadits (I/189-190) dan Syarah Shahih Muslim (II/32-33), lihat Fathul 
Bari (I/167)).

Kedudukan Hadits
Abu Dawud menyebutkan bahwa hadits ini adalah salah satu dari lima hadits yang 
kepadanya Fikih Islam bermuara (Jami‘ul ‘Ulum wal Hikam (I/25 dan 203).

Abu Nu’aim mengatakan bahwa hadits ini memiliki kedudukan yang agung, yang 
dikatakan oleh Muhammad bin Aslam ath-Thusi bahwa dia adalah seperempat agama 
(Jami‘ul ‘Ulum wal Hikam (I/25 dan 203) dan Fathul Bari (I/167)).

Bahkan, agama ini hanya bermuara kepadanya, seperti dikatakan oleh an Nawawi 
(Syarah Shahih Muslim (II/32)).

Ibnu Rajab berkata, “Nabi telah mengabarkan bahwa agama itu adalah nasehat. Hal 
ini menunjukkan bahwa nasehat mencakup Islam, Iman, dan Ihsan yang tersebut 
dalam hadits-Jibril (Muslim (hadits no. 8) dari Umar bin al-Khaththab)” 
(Jami‘ul ‘Ulum wal Hikam (1/206)).

MACAM-MACAM NASEHAT

“Agama (Islam) itu adalah nasehat”.
Khaththabi berkata, “Maksudnya adalah bahwa tiang (yang menyangga) urusan agama 
ini adalah nasehat. Dengannya, agama ini akan tegak dan kuat” (I’lamul-hadits 
(I/190)).

Ibnu Hajar berkata, “Boleh jadi (kalimat ini) bermakna mubalaghah (melebihkan 
suatu perkara). Maksudnya (bahwa) sebagian besar agama ini (isinya) adalah 
nasehat. Ini serupa dengan hadits: ‘Haji itu Arafah’.

Bisa jadi pula bermakna sebagaimana lahirnya lafal tersebut (yakni tidak lain 
agama ini adalah nasehat), karena setiap amalan yang dilakukan oleh seseorang 
tanpa ikhlas maka hal itu bukan termasuk bagian agama.” (Fathul Bari (I/167))

“Nasehat bagi Allah”
Yaitu, beriman kepada-Nya semata dengan tidak mempersekutukan diri-Nya dengan 
sesuatu apapun, meninggalkan segala bentuk penyimpangan dan pengingkaran 
terhadap sifat-sifat-Nya, mensifati-Nya dengan segala sifat kesempurnaan dan 
kebesaran, mensucikan-Nya dari segala kekurangan, mentaati-Nya dengan tidak 
bermaksiat kepada-nya, cinta dan benci karena-Nya, bersikap wala’ (loyal) 
kepada orang-orang yang mentaati-Nya dan membenci orang-orang yang 
menentang-Nya, memerangi orang-orang yang kufur terhadap-Nya, mengakui dan 
mensyukuri segala nikmat dari-Nya, dan ikhlas dalam segala urusan, mengajak dan 
menganjurkan manusia untuk berperilaku dengan sifat-sifat di atas, serta 
berlemah lembut terhadap mereka atau sebagian mereka dengan sifat-sifat 
tersebut.

Khaththabi berkata, “Hakekat idhafah (penyandaran) nasehat kepada Allah 
–sebenarnya- kembali kepada hamba itu sendiri, karena Allah tidak membutuhkan 
nasehat manusia”. (Syarah Shahih Muslim (II/33), dan lihat I’lamul-Hadits 
(I/191)).

“Nasehat bagi Kitab Allah”.
Yaitu, mengimani bahwa Kitab Allah adalah Kalamullah (wahyu dari-Nya) yang Dia 
turunkan (kepada Rasul-Nya) yang tidak serupa sedikit pun dengan perkataan 
makhluk-Nya, dan tiada seorang makhluk pun yang sanggup membuat yang serupa 
dengannya. Mengagungkannya, membacanya dengan sebenar-benarnya (sambil memahami 
maknanya) dengan membaguskan bacaan, khusyu’, dan mengucapkan huruf-hurufnya 
dengan benar. Membelanya dari penakwilan (batil) orang-orang yang menyimpang 
dan serangan orang-orang yang mencelanya. Membenarkan semua isinya, menegakkan 
hukum-hukumnya, menyerap ilmu-ilmu dan perumpamaan-perumpamaan (yang 
terkandung) di dalamnya. Mengambil ibrah (pelajaran) dari 
peringatan-peringatannya.

Memikirkan hal-hal yang menakjubkan di dalamnya. Mengamalkan ayat-ayat yang 
muhkam (yang jelas) disertai dengan sikap taslim (menerima sepenuh hati) 
ayat-ayat yang mutasyabih (yang sulit) – yakni bahwa semuanya dari Allah-. 
Meneliti mana yang umum (maknanya) dan mana yang khusus, mana yang nasikh (yang 
menghapus hukum yang lain) dan mana yang mansukh (yang dihapus hukumnya). 
Menyebarkan (mengajarkan) ilmu-ilmunya dan menyeru manusia untuk berpedoman 
dengannya, dan seterusnya yang bisa dimasukkan dalam makna nasehat bagi 
Kitabullah (Syarh Shahih Muslim (II/33), dan lihat juga I’lamul-Hadits 
(I/191-192)).

“Nasehat bagi Rasulullah”.
Yaitu, membenarkan kerasulan beliau, mengimani segala yang beliau bawa, 
mentaati perintah dan larangan beliau, membela dan membantu (perjuangan) beliau 
semasa beliau hidup maupun setelah wafat, membenci orang-orang yang membenci 
beliau dan menyayangi orang-orang yang loyal kepada beliau, mengagungkan hak 
beliau, menghormati beliau dengan cara menghidupkan sunnah beliau, ikut 
menyebarkan dakwah dan syariat beliau, dengan membendung segala tuduhan 
terhadap sunnah beliau tersebut, mengambil ilmu dari sunnah beliau dengan 
memahami makna-maknanya, menyeru manusia untuk berpegang dengannya, lemah 
lembut dalam mempelajari dan mengajarkannya, mengagungkan dan memuliakan sunnah 
beliau tersebut, beradab ketika membacanya, tidak menafsirkannya dengan tanpa 
ilmu, memuliakan orang-orang yang memegang dan mengikutinya. Meneladani akhlak 
dan adab-adab yang beliau ajarkan, mencintai ahli bait dan para sahabat beliau, 
tidak mengadakan bid‘ah terhadap sunnah beliau,
 tidak mencela seorang pun dari para sahabat beliau, dan makna-makna lain yang 
semisalnya (Syarah Shahih Muslim (2/33), dan lihat juga I’lam al-Hadits 
(1/192)).

“Nasehat bagi para imam/pemimpin kaum muslimin”.
Artinya, membantu dan mentaati mereka di atas kebenaran. Memerintahkan dan 
mengingatkan mereka untuk berdiri di atas kebenaran dengan cara yang halus dan 
lembut. Mengabarkan kepada mereka ketika lalai dari menunaikan hak-hak kaum 
muslimin yang mungkin belum mereka ketahui, tidak memberontak terhadap mereka, 
dan melunakkan hati manusia agar mentaati mereka.

Imam al-Khaththabi menambahkan, “Dan termasuk dalam makna nasehat bagi mereka 
adalah shalat di belakang mereka, berjihad bersama mereka, menyerahkan 
shadaqah-shadaqah kepada mereka, tidak memberontak dan mengangkat pedang 
(senjata) terhadap mereka –baik ketika mereka berlaku zhalim maupun adil-, 
tidak terpedaya dengan pujian dusta terhadap mereka, dan mendoakan kebaikan 
untuk mereka. Semua itu dilakukan bila yang dimaksud dengan para imam adalah 
para khalifah atau para penguasa yang menangani urusan kaum muslimin, dan 
inilah yang masyhur”. Lalu beliau melanjutkan, “Dan bisa juga ditafsirkan bahwa 
yang dimaksud dengan para imam adalah para ulama, dan nasehat bagi mereka 
berarti menerima periwayatan mereka, mengikuti ketetapan hukum mereka (tentu 
selama mengikuti dalil), serta berbaik sangka (husnu zh-zhan) kepada mereka”. 
(Syarah Shahih Muslim (2/33-34), I’lam al-Hadits (1/192-193)).

“Nasehat bagi kaum muslimin umumnya”.
Artinya, membimbing mereka menuju kemaslahatan dunia dan akhirat, tidak 
menyakiti mereka, mengajarkan kepada mereka urusan agama yang belum mereka 
ketahui dan membantu mereka dalam hal itu baik dengan perkataan maupun 
perbuatan, menutup aib dan kekurangan mereka, menolak segala bahaya yang dapat 
mencelakakan mereka, mendatangkan manfaat bagi mereka, memerintahkan mereka 
melakukan perkara yang ma’ruf dan melarang mereka berbuat mungkar dengan penuh 
kelembutan dan ketulusan. Mengasihi mereka, menghormati yang tua dan menyayangi 
yang muda dari mereka, diselingi dengan memberi peringatan yang baik (mau‘izhah 
hasanah), tidak menipu dan berlaku hasad (iri) kepada mereka, mencintai 
kebaikan dan membenci perkara yang tidak disukai untuk mereka sebagaimana untuk 
diri sendiri, membela (hak) harta, harga diri, dan hak-hak mereka yang lainnya 
baik dengan perkataan maupun perbuatan, menganjurkan mereka untuk berperilaku 
dengan semua macam nasehat di atas,
 mendorong mereka untuk melaksanakan ketaatan dan sebagainya (Syarh Shahih 
Muslim (II/34), I’lamul-Hadits (I/193)).

Keutamaan Orang yang Memberi Nasehat
Menasehati hamba-hamba Allah kepada hal yang bermanfaat bagi dunia dan akhirat 
mereka merupakan tugas para rasul. Allah mengabarkan perkataan nabi-Nya, Hud, 
ketika menasehati kaumnya, “Aku menyampaikan amanat-amanat Tuhanku kepada 
kalian dan aku ini hanyalah pemberi nasehat yang terpercaya bagimu” (Q.S. 
Al-A‘raf: 68).

Allah juga menyebutkan perkataan nabi-Nya, Shalih, kepada kaumnya setelah Allah 
menimpakan bencana kepada mereka, “Maka Shalih berkata, ‘Hai kaumku, 
sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku, dan aku telah 
memberi nasehat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi 
nasehat’” (Q.S. Al-A‘raf: 79).

Maka seorang hamba akan memperoleh kemuliaan manakala dia melaksanakan apa yang 
telah dilakukan oleh para nabi dan rasul. Nasehat merupakan salah satu sebab 
yang menjadikan tingginya derajat para nabi, maka barangsiapa yang ingin 
ditinggikan derajatnya di sisi Allah, Pencipta langit dan bumi, maka hendaknya 
dia melaksanakan tugas yang agung ini (Qawaid wa Fawaid (hal. 94-95)).

Hukum Nasehat
Imam Nawawi menukil perkataan Ibnu Baththal, “(Memberi) nasehat itu hukumnya 
fardhu (kifayah) yang telah cukup bila ada (sebagian) orang yang melakukannya 
dan gugur dosa atas yang lain.” Lebih lanjut Ibnu Baththal berkata, “Nasehat 
adalah suatu keharusan menurut kemampuan (masing-masing) apabila si pemberi 
nasehat tahu bahwa nasehatnya akan diterima dan perintahnya akan dituruti serta 
aman dari perkara yang tidak disukainya (yang akan menyakitinya). Adapun jika 
dia khawatir akan menyebabkan bahaya (yang mencelakakan dirinya), maka dalam 
hal ini ada kelapangan baginya, wallahu a’lam” (Syarah Shahih Muslim (II/34)).

Namun, menengok kepada maknanya yang menyeluruh, nasehat itu ada yang fardhu 
‘ain dan ada yang fardhu kifayah, ada yang wajib dan ada yang mustahab. Karena 
Nabi menjelaskan bahwa agama itu adalah nasehat, sementara agama itu ada di 
antaranya yang wajib dan ada yang mustahab, ada yang merupakan fardhu ‘ain dan 
ada yang fardhu kifayah (Qawaid wa Fawaid (hal. 95)).

Hal yang serupa telah dikatakan oleh Muhammad bin Nashr dalam kitabnya Ta‘zhim 
Qadra ash-Shalat seperti dinukil oleh Ibnu Rajab dalam Jami‘ul ‘Ulum wal Hikam 
, katanya, “Dan ia (nasehat) terbagi menjadi dua, ada yang fardhu (wajib) dan 
ada yang nafilah (sunnah/dianjurkan)”. Lalu beliau memerinci hal tersebut 
secara panjang lebar yang tidak dapat kami muat disini (Jami‘ul ‘Ulum wal Hikam 
(I/207-210)).

Faedah-Faedah
1. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Boleh mengakhirkan penjelasan dari waktu 
khitab (penyampaian). Ini diambil dari kalimat: ‘Kami (para sahabat) bertanya, 
‘untuk siapa?’”. (Fathul Bari (1/167), cet. Dar ar-Rayyan lit-Turats).

Dan bahwa nasehat itu dinamakan agama dan Islam, dan bahwa agama ini ada yang 
berupa perbuatan sebagaimana ada yang berupa perkataan (Qawaid wa Fawaid (hal. 
95)).

2. Perkataan Imam Bukhari dalam shahihnya, “Bab sabda Nabi, ‘Ad-diinun 
nashiihah, lillahi, wa lirasulihi, wa liaimmatil muslimin wa ‘ammatihim’ Wa 
Qouluhu Ta’ala (wa idzaa nashohu lillahi walirasuulihi)” dalam kitab ‘al-Iman’, 
untuk menunjukkan bahwa nasehat merupakan bagian dari iman (Qawaid wa Fawaid 
(hal. 96)).

Wallahu A’lam .

Diambil dari Majalah Fatawa

Sumber: http://muslim.or.id/?p=100


--------------------------------------------------------------------------------

Kirim email ke