Sikap Terhadap Perintah dan Larangan Nabi 

(Hadist ke-9 Arbain Annawiyyah)

ASBAABUL WURUD (SEBAB PENYAMPAIAN HADITS)

Suatu hari Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : Wahai sekalian 
manusia sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kalian berhaji, maka 
berhajilah. Kemudian seorang laki-laki berkata:

Apakah (kewajiban haji) itu setiap tahun wahai Rasulullah? Nabi diam, hingga 
orang itu bertanya tiga kali, kemudian Nabi bersabda:

Kalau aku jawab : Iya, niscaya akan diwajibkan (tiap tahun), dan kalian tidak 
akan mampu.

Kemudian Nabi bersabda:

Biarkanlah apa yang aku tinggalkan (perintah dan larangannya) untuk kalian. 
Sesungguhnya yang membinasakan ummat sebelum kalian adalah banyaknya pertanyaan 
mereka dan banyaknya penyelisihan yang mereka lakukan terhadap para Nabi 
mereka. Jika aku perintahkan kepada kalian dengan suatu hal, maka kerjakanlah 
sesuai dengan kemampuan, dan jika aku larang kalian dari sesuatu, tinggalkanlah 
(H.R Muslim).

SAHABAT YANG MERIWAYATKAN HADITS

Sahabat yang meriwayatkan hadits ini adalah Abu Hurairah. Al-Imam anNawawy 
dalam al-Arbain anNawawiyyah ini memperjelas nama asli Abu Hurairah adalah 
Abdurrahman bin Shakhr. Abu Hurairah adalah Sahabat yang paling banyak 
meriwayatkan hadits. Orang-orang yang beriman akan mencintai Abu Hurairah dan 
ibunya, karena Nabi mendoakan mereka :

Ya Allah jadikanlah hamba-hambaMu yang beriman cinta kepada Abu Hurairah dan 
ibunya, dan jadikanlah mereka mencintai orang-orang beriman (H.R Muslim)

SIKAP ORANG BERIMAN TERHADAP PERINTAH DAN LARANGAN NABI

Dalam hadits ini Nabi menyatakan : Segala yang aku larang jauhilah… Para Ulama’ 
menjelaskan bahwa secara asal hukum larangan Nabi adalah haram dilaksanakan. 
Ini adalah hukum asal. Hukum asal ini baru berubah jika terdapat hadits lain 
yang menunjukkan bahwa larangan itu bersifat makruh (dibenci). Secara asal, 
segala bentuk larangan Nabi yang terkait dengan suatu ibadah, menyebabkan 
ibadah itu batal atau tidak sah, sedangkan larangan Nabi yang terkait dengan 
bentuk muamalah menyebabkan suatu akad menjadi tidak sah atau batal.

Dalam hadits ini Nabi juga menyatakan : Apa yang aku perintahkan kepada kalian, 
maka lakukanlah sesuai dengan kemampuan… Para Ulama’ menjelaskan bahwa secara 
asal, hukum perintah dari Nabi adalah wajib dilaksanakan, hingga ada dalil lain 
yang menunjukkan bahwa hal itu adalah mustahab/ sunnah (disukai). Perintah Nabi 
dikerjakan sesuai dengan kemampuan.

Sebagai contoh:

Sholatlah dengan berdiri. Jika tidak mampu, maka dengan duduk. Jika tidak 
mampu, maka dengan berbaring (H.R alBukhari)

Menghindari kemaksiatan lebih berat dibandingkan mengerjakan ketaatan. Bersabar 
untuk meninggalkan larangan lebih berat tantangannya (dan lebih besar 
pahalanya) dibandingkan melaksanakan perintah. Sahl bin Abdillah menyatakan  
perbuatan-perbuatan kebajikan bisa dilakukan oleh orang-orang yang baik ataupun 
orang fajir. Namun, tidak ada yang bisa bersabar meninggalkan dosa kecuali 
orang yang Shiddiq (jujur keimanannya)(Syarhul Umdah karya Ibn Taimiyyah 
(1/46)).

BANYAK BERTANYA : ANTARA TERPUJI DAN TERCELA

Pertanyaan yang baik adalah bertanya dalam masalah ilmu agama kepada ahlinya 
untuk tujuan mengamalkan ilmu tersebut. Atau, pertanyaan yang tujuannya untuk 
menambah iman, semakin mendekatkan diri kepada Allah, semakin takut kepada-Nya, 
semakin cinta kepada Allah. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para 
Sahabat kepada Nabi adalah mayoritas pertanyaan-pertanyaan semacam itu.

Maka bertanyalah kepada para Ulama jika kalian tidak mengetahuinya (Q.S 
an-Hal:43)

Nabi juga mencela orang yang bodoh tapi tidak mau bertanya, berbicara tanpa 
ilmu (menyebabkan kebinasaan bagi orang lain) :
Tidakkah mereka bertanya jika tidak mengetahuinya. Sesungguhnya obat dari 
kebodohan adalah bertanya (H.R Abu Dawud)

Ibunda kaum beriman, Aisyah radhiyallaahu ‘anha berkata :
Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar. Mereka tidak terhalangi perasaan malu 
untuk (bertanya) berusaha memahami agama (H.R Muslim)

Sahabat Nabi Ibnu Abbas ditanya: dengan cara bagaimana engkau mendapatkan ilmu 
sampai (banyak) seperti ini?
Beliau berkata : dengan lisan yang banyak bertanya dan hati yang banyak 
berpikir (al-Bidayah wan Nihaayah (8/329)).

Ibnu Abbas juga berkata : Aku bertanya satu permasalahan kepada 30 Sahabat Nabi 
(al-Bidayah wan Nihaayah (8/329))

Ibnu Syihab az-Zuhri berkata : Ilmu adalah gudang-gudang (perbendaharaan), dan 
kunci (pembukanya) adalah bertanya (Jaami’ Bayaanil Ilmi wa Fadhlih (1/179)

Di antara pertanyaan yang baik adalah pertanyaan yang diajukan oleh seseorang 
yang sebenarnya sudah tahu jawabannya, namun ia lontarkan pertanyaan di majelis 
agar diketahui jawabannya oleh orang-orang yang hadir di majelis itu. 
Sebagaimana yang dilakukan Jibril yang menanyakan tentang Islam, Iman, Ihsan, 
dan tanda-tanda hari kiamat (H.R Muslim)

Sedangkan sikap bertanya yang tercela, di antaranya adalah :

1. Banyak bertanya pada saat masih turunnya wahyu, sehingga dikhawatirkan 
memberatkan kaum muslimin (Q.S al-Maidah:101)

2. Bertanya-tanya tentang rahasia di balik takdir, yang hanya Allah saja yang 
tahu.

Contoh : bertanya mengapa si A ditakdirkan begini, sedangkan si B ditakdirkan 
demikian?

Jika disebutkan tentang takdir, maka tahanlah (diamlah) (Shahihul Jaami’ no 
546).

3. Bertanya tentang kaifiyat Sifat Allah.

Seperti pertanyaan : Seperti apa Wajah Allah? Bagaimana bentuk istiwa’ Allah di 
atas ‘Arsy? Semua itu tidak ada yang tahu kecuali Allah.

dan tidak ada yang tahu takwilnya (kaifiyat /makna secara menyeluruh) kecuali 
Allah… (Q.S Ali Imran:7)

4. Sekedar bertanya tidak untuk mengamalkannya, atau tidak untuk memahami makna 
ayat dan hadits (menambah iman), hanya sekedar menguji ustadz atau Syaikh.

5. Bertanya tentang permasalahan yang tidak akan pernah terjadi.

6. Banyak bertanya pada saat kondisi Ustadz atau Syaikh sudah capek, letih, dan 
semisalnya.

Para Sahabat Nabi menjaga adab untuk bertanya. Mereka tidak menambah pertanyaan 
karena merasa kasihan dengan Nabi.Simaklah adab dari perkataan Ibnu Mas’ud :

Demikianlah Nabi mengkhabarkan kepadaku, yang sebenarnya kalau aku minta tambah 
penjelasan, niscaya beliau akan menambahinya.. (H.R Muslim)

Nabi adalah manusia yang paling dermawan, termasuk dalam hal memberi jawaban. 
Sebenarnya, kalau Sahabat terus bertanya, akan terus dijawab oleh Nabi, namun 
hal itu tidak dilakukan Sahabat karena menjaga adab kepada Nabi.

Sumber Rujukan : Syarh alArbain anNawawiyyah dari Para Ulama’ (Ibnu Daqiiqil 
‘Ied, Ismail bin Muhammad al-Anshary, Syaikh Muhammad Athiyyah Salim, Syaikh 
Sholih bin Abdil Aziz aalu Syaikh, Syaikh Sulaiman alLuhaimid)

Sumber: 
http://www.salafy.or.id/sikap-terhadap-pemerintah-dan-larangan-nabi-hadist-ke-9-arbain-annawiyyah/


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke