Ucapan Ucapan Yang Baik Memuliakan Tamu dan Tetangga

(Syarh Hadits ke-15 Arbain anNawawiyyah)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu 
‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari 
akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam, siapa yang beriman kepada 
Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tetangga dan siapa yang 
beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya.”[HR. 
Bukhari dan Muslim]

PENJELASAN HADITS

Hadits ini memberikan panduan kepada orang yang beriman agar melakukan 3 hal :

1. Ucapkan ucapan yang baik atau diam.
2. Muliakan tetangga
3. Muliakan tamu

BERIMAN KEPADA ALLAH DAN HARI AKHIR

Dalam hadits ini Nabi mendahulukan penyebutan ketiga perbuatan itu dengan 
ucapan : Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir…..

Banyak ayat-ayat al-Quran dan hadits-hadits Nabi yang menyebutkan tentang iman 
kepada Allah dan hari akhir. Hal itu menunjukkan bahwa beriman kepada Allah dan 
hari akhir akan memotivasi seseorang untuk bertakwa. Ia lakukan kebaikan dan 
meninggalkan keburukan karena yakin bahwa ia akan dibalas sesuai perbuatannya 
di akhirat nanti.

Sesungguhnya kehidupan yang hakiki adalah kehidupan akhirat. Rasulullah 
shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:

Ya Allah, tidak ada kehidupan (yang hakiki) kecuali kehidupan akhirat (H.R 
alBukhari dan Muslim)

(Nanti pada hari kiamat) akan didatangkan penduduk dunia yang paling merasakan 
kenikmatan (di dunia) namun ia termasuk penduduk neraka. Orang tersebut 
dicelupkan satu kali celupan ke neraka kemudian ditanya: Wahai anak Adam, 
apakah engkau pernah melihat kebaikan, apakah engkau pernah merasakan 
kenikmatan? Orang itu berkata: Tidak, demi Allah wahai Tuhanku. Kemudian 
didatangkan orang yang paling sengsara hidupnya di dunia, tapi ia penduduk 
surga. Kemudian orang itu dicelupkan satu kali celupan ke surga kemudian 
ditanya: Wahai anak Adam, apakah engkau pernah melihat penderitaan sebelumnya? 
Apakah angkau pernah merasakan kesengsaraan? Orang itu berkata: Tidak demi 
Allah wahai Tuhanku, aku tidak pernah melihat dan merasakan penderitaan maupun 
kesengsaraan sama sekali sebelumnya (H.R Muslim)

MENJAGA LISAN

Seseorang yang menjaga lisannya tidak berkata kecuali perkataan yang baik, 
ucapan yang haq, adil, dan jujur. Jika seseorang senantiasa menjaga lisannya, 
niscaya Allah akan senantiasa membimbing dia pada perbuatan-perbuatan yang baik 
dan mengampuninya.

Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah ucapan 
yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki amalan-amalan kalian dan mengampuni 
dosa-dosa kalian…(Q.S al-Ahzaab:70)

Setelah menjaga hati, penjagaan yang paling penting berikutnya adalah lisan. 
Jika lisan dijaga, maka secara otomatis perbuatan anggota tubuh yang lain akan 
terjaga.

Pada pagi hari, seluruh anggota tubuh anak Adam semuanya tunduk pada lisan, dan 
berkata: (wahai lisan), bertakwalah kamu kepada Allah atas (keselamatan) 
kami.Karena keadaan kami tergantung engkau.Jika engkau istiqomah, kami akan 
istiqomah. Jika engkau menyimpang, kami (juga) menyimpang (H.R atTirmidzi dari 
Abu Said al-Khudry, al-Munawy menyatakan bahwa sanadnya shohih dalam Faydhul 
Qodiir)

Al-Ahnaf bin Qois –seorang tabi’i- menyatakan:

“Mengucapkan kalimat yang baik lebih baik dari diam, dan diam lebih baik dari 
ucapan yang sia-sia dan batil. Duduk bersama orang sholih lebih baik dari 
menyendiri. Menyendiri lebih baik dari duduk bersama orang yang jahat 
“(disebutkan oleh Ibnu Abdil Baar dalam kitab ‘At-Tamhiid’ juz 17 hal 447)

Al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata : Jika engkau akan berbicara 
berfikirlah (terlebih dahulu). Jika nampak bahwa tidak ada bahaya (mudharat), 
maka berbicaralah. Jika padanya ada mudharat atau ragu, tahanlah (tidak 
berbicara)(Syarh Shohih Muslim linNawawy (2/19)

Sahabat Nabi Abud Darda’ radhiyallaahu ‘anhu berkata: Sesungguhnya dijadikan 
untukmu 2 telinga dan 1 mulut agar engkau lebih banyak mendengar dibandingkan 
berbicara (Mukhtashar Minhajul Qoshidin karya Ibnu Qudamah (3/24))

MEMULYAKAN TETANGGA

Tetangga adalah orang yang tinggalnya berdekatan dengan kita. Ia memiliki hak 
untuk dimulyakan, dijaga haknya, dan tidak diganggu (disakiti). Sebagian Ulama’ 
di antaranya al-Imam anNawawy menjelaskan bahwa berdasarkan kedekatannya, 
tetangga terbagi menjadi 4, yaitu : 1) Orang yang tinggal satu rumah dengan 
kita, 2) Orang yang rumahnya berdampingan dengan rumah kita, 3) Orang yang 
rumahnya dalam radius 40 rumah dari rumah kita, dan 4) Orang yang tinggal dalam 
satu negeri dengan kita. Semakin dekat, semakin besar haknya sebagai tetangga.

Tetangga, meski seorang yang kafir, ia memiliki hak untuk dimulyakan sebagai 
tetangga dalam Islam. Sahabat Nabi Abdullah bin Amr bin al-Ash ketika 
disembelihkan kambing untuknya berkata : Sudahkah kamu menghadiahkan kepada 
tetangga kita Yahudi? Saya mendengar Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam 
bersabda: Senantiasa Jibril mewasiatkan kepadaku terhadap tetangga, 
sampai-sampai aku mengira bahwa ia akan meberikan hak waris kepadanya (H.R 
alBukhari dalam Adabul Mufrad no 105).

Minimal, seseorang harus menjaga dirinya untuk tidak mengganggu, menyakiti atau 
mendzhalimi tetangganya. Sebagaimana dalam lafadz riwayat yang lain:

Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir janganlah menyakiti 
tetangganya (H.R Abu Dawud)

Dosa mendzhalimi tetangga lebih besar dibandingkan mendzhalimi orang lain. 
Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:

Seandainya seseorang mencuri pada 10 rumah, itu lebih ringan dibandingkan 
mencuri dari tetangganya (H.R Ahmad dan atThobarony, al-Haitsamy menyatakan 
bahwa perawi-perawinya terpercaya)

Nabi Muhammad shollallaahu ‘alaihi wasallam ditanya: Wahai Rasulullah! 
Sesungguhnya seorang wanita melakukan sholat malam, berpuasa di siang hari, 
melakukan ini dan itu, serta bershodaqoh, tetapi ia menyakiti tetangga dengan 
lisannya? Rasulullah shollallaahu alaihi wasallam bersabda: Tidak ada kebaikan 
padanya. Ia termasuk penduduk neraka. Para Sahabat berkata: sedangkan seorang 
wanita lain melakukan sholat wajib dan bershodaqoh dengan beberapa potong keju 
tetapi ia tidak pernah menyakiti siapapun? Rasulullah shollallahu ‘alaihi 
wasallam bersabda: Dia termasuk penghuni surga (H.R al-Bukhari dalam Adabul 
Mufrad no 119).

Tingkatan yang lebih utama lagi dibandingkan sekedar tidak mengganggu tetangga 
adalah berbuat baik kepada tetangga. Memberikan bantuan kepada mereka.

Hak tetangga di antaranya: Jika mereka butuh pinjaman, pinjamkanlah, jika 
mereka butuh pertolongan tolonglah, jika sakit jenguklah, jika meninggal iringi 
jenazahnya, jika mendapat kebaikan berikan ucapan selamat dan turut senang 
(tidak dengki), jika mendapat musibah hiburlah, jika ada kelebihan makanan 
berilah hadiah, jika membeli makanan dan tidak mampu untuk dihadiahkan, 
masukkan ke dalam rumah secara diam-diam (tidak menampakkan di hadapannya), 
jangan membangun bangunan yang menghalangi aliran udara untuknya kecuali jika 
diijinkan (hadits-hadits tentang ini lemah, namun kata Ibnu Hajar karena 
perbedaan (banyaknya) jalur periwayatan menunjukkan bahwa hal itu memiliki asal 
(Fathul Baari (10/446))

Pemulyaan terhadap tetangga bertingkat-tingkat serta berbeda pada tiap orang 
dan keadaan. Adakalanya hukumnya fardlu ‘ain (wajib), bisa juga fardlu kifayah, 
dan bisa pula mustahab (sunnah).

MEMULYAKAN TAMU 

Memulyakan tamu adalah akhlaq yang terpuji, Dalam hadits ini Nabi tidak 
menyebutkan batasan pemulyaan untuk tamu, karena hal itu disesuaikan dengan 
‘urf (kebiasaan setempat), yang berbeda pada tiap orang dan keadaan. Tamu 
adalah orang yang safar singgah ke tempat mukim kita karena ada keperluan.

Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:

Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya ia mulyakan 
tamunya dengan pemberian untuknya sehari semalam. Hak bertamu adalah 3 hari, 
setelah itu adalah shodaqoh (H.R Abu Dawud)

Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad menjelaskan bahwa pada sehari semalam pertama, 
dihidangkan makanan dan minuman yang kadarnya (kualitasnya) lebih dari 
kebiasaan yang kita makan, kemudian 2 hari berikutnya hidangannya adalah 
hidangan yang sesuai dengan kebiasaan (Syarh Sunan Abi Dawud (19/479))

Tuan rumah hendaknya melayani tamu dengan menyediakan makan dan minumnya, 
penginapan, serta hal-hal yang dibutuhkan tamu, melayaninya dengan ikhlas, 
mengucapkan ucapan yang baik dan berwajah cerah.

Sedangkan tamu hendaknya tidak mencela sajian atau kekurangan pelayanan dari 
tuan rumah, tidak menyebar aib/ kekurangan yang ada dalam rumah tersebut, 
mendoakan tuan rumah.

Salah satu doa yang diajarkan Nabi agar diucapkan setelah kita mendapat suguhan 
makanan dan minuman dari tuan rumah adalah:

Ya Allah berilah keberkahan pada apa yang Engkau rezekikan kepada mereka (tuan 
rumah), ampuni mereka, dan rahmatilah mereka (H.R Abu Dawud, atTirmidzi, Ahmad)

Sumber: 
http://www.salafy.or.id/ucapan-ucapan-yang-baik-memuliakan-tamu-dan-tetangga/


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke