Nawaaqidhul Islaam

Secara bahasa, Nawaaqidh berasal dari kata "Naaqidh" yang artinya hal-hal yang 
merusak dan membatalkan. Secara syari'at, Nawaaqidhul Islaam adalah gambaran 
tentang keyakinan-keyakinan dan ucapan-ucapan serta perbuatan-perbuatan yang 
akan meniadakan keimanan seseorang. Ada sepuluh hal yang dapat membatalkan 
keislaman seseorang yang disebutkan oleh Asy-Syaikh Muhammad bin 'Abdul Wahhab 
Rahimahullah Ta'ala:

1. Melakukan kesyirikan dalam beribadah kepada Allah Ta'ala, seperti berdo'a 
kepada selain Allah, berdo'a kepada orang yang sudah mati, dsb. 

Kesyirikan ditempatkan di nomor pertama karena alasan-alasan sebagai berikut: 

(1). Karena banyaknya manusia yang terjerumus dalam kemusyrikan, Allah 
berfirman: "...wahum musyrikuun" (al-ayat). Ibnu Hajar Al-Haitsamy mengatakan: 
"Banyaknya manusia terjerumus kepada kesyirikan tanpa mereka sadari"; 

(2). Karena besarnya dosa kemusyrikan (syirik disebut sebagai dosa besar 
ditinjau dari sifatnya bukan dari hukumnya, karena kesyirikan itu dosa yang 
paling besar yang tidak akan diampuni pelakunya jika sampai mati dia belum 
bertaubat sedangkan dosa yang lainnya akan diampuni bagi yang Allah kehendaki 
walaupun pada waktu mati dia belum bertaubat). Ada hadits dari Ibnu Mas'ud 
ketika Rasulullah ditanya, dosa apakah yang paling besar, Rasulullah menjawab: 
"Engkau menjadikan tandingan-tandingan bagi Allah padahal Dialah yang 
menciptakanmu" (Muttafaqun 'alaih). Juga hadits dari Abu Bakrah bahwasanya 
Rasulullah bersabda: "Maukah aku beritahukan kepada kalian dosa besar yang 
paling besar? Yaitu syirik kepada Allah" (Muttafaqun 'alaih); 

(3). Seluruh dosa-dosa itu berada di bawah kehendak Allah kecuali syirik (lihat 
An-Nisa' : 48 & 116); 

(4). Seluruh para rasul dilarang oleh Allah untuk berbuat kemusyrikan; 

(5). Kemusyrikan menghapuskan amalan-amalan. Kemusyrikan yang merajalela di 
muka bumi ini tidak lepas dari tiga hal, yaitu: 'aqidah, ucapan dan perbuatan.

2. Barangsiapa yang menjadikan antara dirinya dan Allah perantara yang dia 
berdo'a melalui mereka (seperti meminta syafa'at dan bertawakkal kepada mereka) 
maka dia telah kafir (dan musyrik-red) secara ijma'. 

Ada 2 alasan mengapa kaum musyrikin menjadikan (membuat) malaikat sebagai 
perantara dalam ibadah (do'a) mereka, yaitu: 

(1). Sebagian mereka beranggapan bahwa dirinya bukan termasuk yang ahli untuk 
langsung berdo'a kepada Allah (mereka merasa sebagai orang yang kotor dan 
banyak dosa sehingga perlunya perantara dalam do'a mereka); 

(2). Sebagian mereka beranggapan bahwa para nabi, malaikat, para wali dan 
orang-orang shalih mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Allah sehingga 
mereka menjadikan orang-orang tersebut (para nabi dan lainnya) sebagai 
perantara dalam ibadah (do'a) mereka. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: 
"Barangsiapa yang menjadikan antara Allah dengan makhluk-Nya perantara 
sebagaimana antara raja dengan rakyatnya maka dia telah musyrik". 

Untuk itu dalam berdo'a harus langsung kepada Allah, tidak boleh melalui 
perantara seperti melalui orang yang sudah mati karena ini adalah syirik besar. 
Adapun meminta supaya dido'akan oleh orang yang shalih yang masih hidup dan dia 
ada di tempat (bukan ghaib) maka ini diperbolehkan tetapi hukumnya makruh 
(tidak dianjurkan).

3. Barangsiapa yang tidak mengkafirkan kaum musyrikin (juga orang-orang kafir 
secara umum) atau ragu-ragu tentang kekafiran mereka atau bahkan membenarkan 
madzhab-madzhab mereka maka dia telah kafir. 

Terdapat 2 kaidah yang agung dalam agama kita yaitu: 

(1). Perintah hanya untuk beribadah kepada Allah saja dan menumbuhkan 
loyalitas/kecintaan di dalamnya; 

(2). Menjauhi kesyirikan dan menumbuhkan sikap bara' (berlepas diri) 
terhadapnya serta mengkafirkan pelakunya. (dua kaidah ini bisa dilihat dalam 
surat Al-Baqarah ayat 256 tentang wajibnya kufur kepada thaghut dan beriman 
kepada Allah). 

Sikap/sifat kufur terhadap thaghut adalah berkeyakinan tentang bathilnya 
peribadahan kepada selain Allah, menjauhinya, membencinya dan mengkafirkan 
ahlinya serta mengadakan permusuhan kepadanya.

4. Barangsiapa yang berkeyakinan (bukan dengan kebodohan) bahwa selain petunjuk 
Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam itu lebih sempurna daripada 
petunjuknya atau berkeyakinan bahwa hukum selainnya lebih baik daripada hukum 
Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam seperti orang yang lebih 
mengutamakan hukum thaghut di atas hukum Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa 
sallam maka dia telah kafir. 

Telah datang hadits dari Jabir bin Abdillah dalam hadits khuthbatul hajat 
riwayat Al-Imam Muslim bahwa sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah. 
Berkata Hasan Bin 'Atiyah: "Sesungguhnya Jibril menurunkan As-Sunnah kepada 
Nabi seperti halnya dia menurunkan Al-Qur`an kepada Nabi". 

Dalam masalah ini, Asy-Syaikh 'Abdul 'Aziz bin Baz berkata bahwa orang yang 
berhukum kepada selain hukum Allah tidak terlepas dari 4 keadaan: 

(1). Orang yang berhukum kepada selain hukum Allah dalam kondisi/keadaan dia 
meyakini selain hukum Allah itu lebih baik dari pada hukum Allah, maka ini 
adalah kufur akbar; 

(2). Orang yang berhukum kepada selain hukum Allah dalam kondisi dia yakin 
bahwa hukum Allah itu lebih baik tetapi dia yakin bolehnya berhukum kepada 
selain hukum Allah, maka ini juga kufur akbar; 

(3). Barangsiapa yang mengatakan bahwa hukum Allah itu menyamai hukum buatan 
manusia sehingga boleh berhukum dengan selain hukum Allah, maka ini juga kufur 
akbar; 

(4). Barangsiapa yang berhukum kepada selain hukum Allah dalam kondisi dia 
meyakini bahwa hukum Allah lebih baik dan lebih pantas untuk diterapkan akan 
tetapi dia berhukum kepada selain hukum Allah karena dorongan hawa nafsunya 
untuk meraih dunia atau tekanan dari penguasa-penguasa lainnya, ini masuk dosa 
besar yang tidak sampai mengeluarkannya dari Islam.

5. Barangsiapa yang membenci sedikitpun dari ajaran Nabi Muhammad Shallallahu 
'alaihi wa sallam walaupun dia mengamalkannya maka sungguh dia telah kafir. 

Allah berfirman: "Wakarihuu maa anzalallaahu faahbatha a'maalahum" (al-ayat), 
ini ditujukan bagi orang-orang kafir dan munafiqin. Kebencian itu ada 2 macam: 

(1). Kebencian thabi'y, yaitu kebencian secara tabi'at yang ada pada setiap 
manusia tanpa benci sedikitpun kepada syari'at Allah, sebagaimana firman Allah: 
"Yaa ayyuhalladziina aamanuu kutiba 'alaikumulqitaal wahuwa kurhullakum" 
(Al-Baqarah:216), dalam ayat ini orang-orang beriman secara tabi'at kemanusiaan 
membenci perang karena dalam perang itu seseorang akan mengorbankan hartanya, 
meninggalkan tempat tinggalnya dan cita-citanya yang didambakannya tanpa 
sedikitpun membenci syari'at Allah tersebut yaitu kewajiban perang (jihad fii 
sabiilillaah); 

(2). Kebencian i'tiqady, yaitu kebencian yang ada pada orang-orang kafir dan 
munafiqin yang mereka membenci (dengan keyakinannya) terhadap syari'at Allah, 
sebagaimana Allah terangkan kebencian mereka terhadap jihad fii sabiilillaah 
dalam firman-Nya: "Wakarihuu `an yujaahiduu fii sabiilillaahi biamwaalihim wa 
anfusihim" (al-ayat).

6. Barangsiapa yang memperolok-olok (melecehkan) sedikit saja dari ajaran Nabi 
Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam atau memperolok-olok masalah pahala dan 
siksanya maka sungguh dia telah kafir. 

Allah berfirman yang artinya: "Katakanlah, apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya 
dan Rasul-Nya kalian selalu berolok-olok. Tidak usah kalian minta maaf, karena 
kalian kafir sesudah beriman". (At-Taubah:65-66). Asy-Syaikh Asy-Syanqithy 
dalam tafsirnya, menjelaskan bahwa sikap tidak hormat kepada Rasul atau 
menganggap kurang atau menghinanya maka sungguh ini telah menjadikan dia kufur. 
(Adhwa'ul Bayan jilid VII). 

Makanya, kita tidak boleh memperolok-olok ajaran/sunnah Rasulullah seperti 
memelihara jenggot, mamakai kain di atas mata kaki dan sunnah yang lainnya 
karena akan terkena ancaman dalam ayat tadi tanpa kita sadari, na'udzu billah 
min dzalik.

7. Sihir dan darinya seperti sulap dan pelet juga jampi-jampi (serta 
perdukunan-red), maka barangsiapa yang mengerjakannya atau meridhainya, sungguh 
telah kufur. 

Sihir termasuk syirik karena 2 hal: 

(1). Di dalamnya terdapat permintaan bantuan terhadap syetan-syetan atau 
bergantung kepadanya atau mendekatkan diri dari apa-apa yang dimaukan syetan 
tersebut; 

(2). Di dalam ilmu sihir tersebut berarti seseorang telah mengaku mengetahui 
ilmu ghaib yang berarti telah berserikat dalam ilmu ghaib. (Lihat Tafsir 
As-Sa'dy)

8. Memberikan loyalitas (kecintaan, kasih sayang dan pertolongan) kepada kaum 
musyrikin dan memberikan pertolongan kepada mereka di atas kaum muslimin. 

Yang berhak untuk diberikan Al-Wala' (loyalitas) ada 2 macam: 

(1). Secara muthlaq, yaitu orang beriman yang menegakkan/menjalankan syari'at 
Allah secara sempurna; 

(2). Orang yang berhak mendapatkan loyalitas di satu sisi dan berhak mendapat 
bara' (kebencian) di sisi lain yaitu ahli ma'shiyat dan ahli bid'ah (selama 
bid'ahnya tidak sampai kufur). Sedangkan orang kafir/musyrik tidak boleh 
diberikan loyalitas sedikitpun.

9. Barangsiapa yang berkeyakinan bahwa sebagian orang dibolehkan mendapatkan 
kelonggaran untuk keluar dan tidak mengikuti syari'atnya Nabi Muhammad 
Shallallahu 'alaihi wa sallam seperti halnya telah diberi kelonggaran kepada 
Khidhir untuk keluar (tidak mengikuti) dari syari'atnya Nabi Musa 'Alaihis 
salam maka sungguh dia telah kafir.

10. Barangsiapa yang berpaling dari mempelajari agama Allah dan berpaling dari 
mengamalkannya sungguh telah kafir. 

Ibnul Qayyim dalam Madaarijus Saalikiin menjelaskan tentang keadaan orang 
tersebut: "Dia tidak mau menggunakan pendengaran dan hatinya untuk mendengarkan 
apa-apa yang dibawa Rasul, tidak membenarkannya dan tidak pula mendustakannya 
dan tidak memberikan kecintaan dan kebencian dan tidak memperhatikan sama 
sekali syari'at Allah dan Rasul-Nya". 

Ibnul Qayyim berkata: "Sebab turunnya 'adzab karena 2 hal: 

(1). Berpaling, tidak mau mempelajari agama Allah; 

(2). Tidak mau beramal dalam agama Allah (tidak mau memperhatikan kewajiban dan 
perintah-perintah-Nya)". Dalilnya adalah firman Allah: "Dan siapakah yang lebih 
zhalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, 
kemudian dia berpaling daripadanya? Sesungguhnya Kami akan memberikan 
pembalasan kepada orang-orang yang berdosa". (As-Sajdah:22). 

Sepuluh hal ini adalah yang sering dilakukan, bukan membatasi hanya 10 hal. 
Tetapi secara umum yang membatalkan keislaman adalah: 

(1). Menentang perkara yang sudah diketahui dari agama akan keharusan 
pengetahuannya (seperti kewajiban rukun Islam); 

(2). Mengerjakan perbuatan-perbuatan kekufuran; 

(3). Mengucapkan kekufuran; 

(4). Meyakini dengan keyakinan-keyakinan yang kufur dan 

(5). Meninggalkan dan berpaling dari agama Allah. (Lihat As`ilah Wa Ajwibah Fil 
Kufri Wal Iman soal pertama).

Untuk menghindari hal-hal yang dapat membatalkan keislaman, kita harus 
mempelajari agama kita dengan baik dan mengamalkannya serta berdo'a kepada 
Allah agar diselamatkan dari hal-hal tersebut. Allaahumma innaa na'uudzubika 
min annusyrika bika syai`an-na'lamuh, wanastaghfiruka limaa laa na'lam. Aamiin 
Ya Mujiibas Saa`iliin.Wallaahu a'lamu bish-shawaab.

Maraji': 
1. Majmuu'atut Tauhid karya 'ulama-'ulama besar.
2. As`ilah Wa Ajwibah Fil Kufri Wal Iman, Asy-Syaikh 'Abdul 'Aziz bin 'Abdullah 
Ar-Rajihiy.

Sumber: Buletin Al Wala’ Wal Bara’


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke