Kategori Bahasan : Asmaaul Husna
Rizki Hanya Berasal Dari Allah Ar-Razzaq
Oleh
Ustadz Ahmas Faiz Asifuddin



Hampir semua orang tahu bahwa rizki datangnya dari Allah Azza wa Jalla. Dialah 
yang memberikannya kepada makhluk, baik melalui langit maupun melalui bumi, 
darat maupun laut. Bahkan para dukun serta orang-orang kafirpun meyakini hal 
itu, kecuali orang-orang yang sengaja mendustakan.

Allah Azza wa Jalla berfirman menceritakan pengakuan orang-orang musyrik bahwa 
rizki datang dari Allah:

قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ 
وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ 
مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ ۚ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ ۚ فَقُلْ 
أَفَلَا تَتَّقُونَ

"Katakanlah (Hai Muhammad kepada orang-orang musyrik): "Siapakah yang memberi 
rizki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) 
pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari 
yang mati dan yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang 
mengatur segala urusan" Maka mereka menjawab:"Allah". Maka katakanlah:"Mengapa 
kamu tidak bertaqwa (kepada-Nya)?" [Yunus/10:31].

Syaikh Abdur Rahmân bin Nashir as-Sa’di rahimahullah, seorang ulama besar pada 
zamannya (wafat th. 1376 H) menjelaskan, bahwa rizki duniawi maupun rizki 
ukhrawi tidak akan dapat diperoleh kecuali dengan taqdir dan kehendak Allah 
Subhanahu wa Ta'ala. Karena itulah Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ

"Dan Allah memberi rizki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas" 
[al-Baqarah/2:212]

Jadi, baik mukmin maupun kafir, mempunyai kesempatan yang sama untuk 
mendapatkan rizki duniawi serta kesenangan-kesenangan duniawi. Akan tetapi 
rizki yang bersifat hati; berupa ilmu, keimanan, rasa cinta kepada Allah, rasa 
takut dan harapan kepada Allah serta rizki-rizki lain yang bersifat hati, hanya 
dianugerahkan oleh Allah Azza wa Jalla kepada orang-orang yang Dia cintai [1].

Dan salah satu di antara nama Allah yang sangat indah adalah ar-Razzâq. 
Dalilnya antara lain, firman Allah Subhanahu wa Ta'ala

إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ

"Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rizki Yang Mempunyai Kekuatan lagi 
Sangat Kokoh" [adz-Dzariyat/51:58]

Semua ulama yang menghimpun nama-nama Allah dalam kitabnya, memasukkan nama 
ar-Razzâq dalam kitab-kitab mereka.[2]

Imam Ibnu Mandah rahimahullah (wafat th. 395 H) memuat nama ar-Razzâq dalam 
kitab beliau: Kitab at-Tauhid wa Ma’rifat Asmâ’i Allah Azza wa Jalla wa 
Sifatihi ’alâ al-Ittifâq wa at-Tafarrud[3]. Beliau membawakan dalil dari hadits 
Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu 'anhu yang mengatakan:

أَقْرَأَنِي رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (إِنِّى أَنَا 
الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِيْنُ). رواه أبو داود والترمذي وغيرهما.

"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membacakan kepadaku (firman Allah 
Ta’ala, yang artinya): “Sesungguhnya Aku adalah ar-Razzâq (Maha Pemberi rizki), 
yang Maha Kuat lagi Maka Kokoh.” [HR Abu Dawud, at-Tirmidzi dan lain-lain]

Imam at-Tirmidzi rahimahullah mengatakan bahwa hadits ini adalah hadits Hasan 
Shahîh [4]. Syaikh al-Albâni rahimahullah juga mengatakan, hadits ini shahîh 
matannya.[5]

Imam Mubarakfûri, dalam kitabnya Tuhfah al-Ahwadziy bi Syarhi Jaami’ 
at-Tirmidzi[6] mengatakan: Ini adalah qira’ah (salah satu bacaan terhadap 
Al-Qur`ân dari) Ibnu Mas’ud Radhiyallahu 'anhu. Sedangkan bacaan yang mutawatir 
adalah (yang terdapat dalam Mushaf, yaitu):

إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ

"Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rizki Yang Mempunyai Kekuatan lagi 
sangat Kokoh" [adz-Dzariyât/51:58]

Dengan demikian, ar-Razzâq adalah salah satu di antara nama Allah Azza wa Jalla 
yang sangat indah. Dari nama ini dapat dimengerti bahwa Allah Azza wa Jalla 
Maha menganugerahkan rizki kepada setiap hamba-Nya, menurut kehendak-Nya.

RIZKI ATAS KEHENDAK ALLAH AZZA WA JALLA
Rizki Allah Subhanahu wa Ta'ala ada yang bersifat duniawi dan ada yang bersifat 
ukhrawi. Namun semuanya berdasarkan kehendak-Nya. Baik mukmin maupun kafir 
mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan rizki duniawi, bahkan binatang 
sekalipun. Bahkan terkadang orang kafir atau binatang justeru lebih banyak 
mendapatkan perolehan duniawi. Karena itu, jika seorang muslim hanya menitik 
beratkan usaha serta hidupnya untuk mendapatkan rizki duniawi serta perolehan 
dan sukses duniawi, maka apa bedanya ia dengan orang kafir dan binatang?

Mestinya, mencari rizki duniawi bagi seorang mukmin, tidak lepas dari konteks 
peribadatan kepada Allah Azza wa Jalla, sehingga yang menjadi perhatian 
utamanya adalah mendapatkan rizki ukhrawi serta rizki-rizki yang dapat 
mengantarkannya kepada kebahagiaan ukhrawi.

Imam Ibnu al-Qayyim rahimahullah (wafat th. 751 H) menjelaskan bahwa sikap 
hidup seorang mukmin berbeda dengan sikap hidup orang-orang kafir. Orang 
mukmin, meskipun mendapatkan perolehan dunia dan kesenangannya, namun tidak 
akan ia pergunakan untuk bersenang-senang semata, dan tidak akan ia pergunakan 
untuk menghilangkan kebaikan-kebaikannya selama hidup di dunia. Tetapi akan ia 
pergunakan perolehan dunia itu untuk memperkuat diri dalam mencari bekal di 
akhiratnya kelak.[7]

Di samping itu, hendaknya kaum Muslimin bersyukur kepada Allah terhadap segala 
rizki yang telah dianugerahkan-Nya. Antara lain dengan menginfakkan sebagian 
harta yang telah didapatnya itu kepada orang-orang yang membutuhkan. Baik infak 
yang berbentuk wajib, seperti zakat jika sudah mampu, nafkah kepada isteri, 
sanak famili dan budak serta hewan peliharaan. Maupun yang berbentuk sunat, 
yaitu infak tidak wajib yang diberikan di jalan-jalan kebaikan. Sebagaimana 
dikemukakan oleh Syaikh Abdur-Rahmân bin Nashir as-Sa’di rahimahullah dalam 
Kitab Tafsirnya, Taisîr al-Karîm ar-Rahmân.[8]

JENIS RIZKI YANG LEBIH PENTING
Kaum Muslimin juga hendaknya tidak terpaku pada rizki duniawi, sehingga ketika 
menghadapi terpaan-terpaan duniawi, seperti krisis melonjaknya harga-harga 
kebutuhan pokok, kekurangan pangan dan krisis-krisis lain, tidak menjadi gundah 
dan gelisah. Karenanya tidak perlu melakukan hal-hal yang justeru sebenarnya 
merupakan penghamburan potensi dan pemubadziran energi sumber daya. Tetapi 
semua dikembalikan kepada taqdir Allah, kemudian melakukan-upaya-upaya positif 
yang dibenarkan syari’at; tidak merusak, dan tetap konsisten menjaga keutuhan 
persatuan,.serta selalu menghindari permusuhan serta saling balas membalas.

Rizki ukhrawi, rizki keimanan, ketaatan, rasa takut, cinta dan berpengharapan 
kepada Allah, justeru lebih penting dan harus diupayakan untuk mendapatkannya 
dengan sungguh-sungguh serta dengan selalu memohon pertolongan kepada Allah 
Azza wa Jalla. Sehingga kehidupan akan menjadi berkah. Bukankah rizki hanya 
berasal dari Allah Azza wa Jalla ?
Nas’alullah lana wa lakum at-Taufiq.

Rujukan:
1. Al-Jâmi’ ash-Shahîh wa Huwa Sunan at-Tirmidzi, Tahqîq: Kamal Yusuf al-Hût, 
Dâr al-Fikr.
2. Kitab at-Tauhid wa Ma’rifat Asmâ`i Allah Azza wa Jalla wa Sifatihi ’alâ 
al-Ittifâq wa at-Tafarrud, Tahqîq, Ta’liq dan Takhrij Ahaditsihi: Dr. Ali bin 
Muhammad bin Nashir al-Faqihi, Maktabah al-Ghuraba’ al-Atsariyah, al-Madinah 
al-Munawarah.
3. Miftah Dâr as Sa’adah, Imam Ibnu al-Qayyim rahimahullah, Taqdim, Ta’liq dan 
Takhrij: Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi, Muraja’ah: Syaikh Bakr bin 'Abdillah 
Abu Zaid rahimahullah, Dâr Ibni al-Qayyim, Riyadh dan Dâr Ibnu 'Affân, Cairo, 
Cet. I, Th. 1425 H/2004 M.
4. Mu’taqad Ahli as-Sunnah wal-Jama’ah fî Asmâ`i Allah al-Husnâ, Dr. Muhammad 
Khalifah at-Tamimi, Maktabah Adhwâ` as-Salaf, Riyadh.
5.Shahîh Sunan Abi Dawud, Syaikh al-Albâni, Maktabah al-Ma’ârif, Riyadh.
6. Shahîh Sunan at-Tirmidzi, Syaikh al-Albâni, Maktabah al-Ma’ârif, Riyadh.
7. Taisîr al-Karîm ar-Rahmân, Syaikh Abdur Rahmân bin Nashir as-Sa’di.
8. Tuhfah al-Ahwadzi bi Syarhi Jâmi’ at-Tirmidzi, Imam Mubarakfû

Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06-07/Tahun XII/1429H/2008M. Diterbitkan 
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton 
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Lihat Taisir al-Karîm ar-Rahmân Qs. al-Baqarah/2 ayat 212, penutup ayat.
[2]. Lihat Mu’taqad Ahli as-Sunnah wal Jama’ah fî Asmâ’i Allah al-Husnâ. Dr. 
Muhammad Khalifah at-Tamimi, Maktabah Adhwâ` as-Salaf, Riyadh, Cet. I, 1419 
H/1999 M, hlm. 152-153.
[3]. Lihat kitab tersebut dengan Tahqîq, Ta’liq dan Takhrij Ahaditsihi: Dr. Ali 
bin Muhammad bin Nashir al-Faqihi, Maktabah al-Ghuraba’ al-Atsariyah, 
al-Madinah al-Munawarah, Cet. II, Th. 1414 H/1994 M, hlm. 291.
[4]. Lihat al-Jâmi’ ash-Shahîh wa Huwa Sunan at-Tirmidzi, Tahqiq: Kamal Yusuf 
al-Hût, Dâr al-Fikr (V/176), Kitâb al-Qirâ’ât ‘an Rasulillah Shallallahu 
'alaihi wa sallam. Bab 8 : Wamin Sûrah adz-Dzâriyât.
[5]. Lihat Shahîh Sunan at-Tirmidzi, Syaikh al-Albâni, Maktabah al-Ma’ârif, 
Riyadh, Cet. III, dari terbitan baru 1420 H/2000 M (III/173), dalam Kitab 
al-Qirâ’ât ‘an Rasulillah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Bab 8 : Wamin Sûrah 
adz-Dzariyât. Lihat pula Shahîh Sunan Abi Dawud, Maktabah al-Ma’ârif, Riyadh, 
Cet. II dari terbitan baru th. 1421 H/2000 M (II/493 no. hadits 3993), Kitab 
al-Hurûf wa al-Qirâ’ât.
[6]. Lihat Kitab al-Qirâ’ât ‘an Rasulillah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Bab 8 
: Wamin Sûrah adz-Dzariyât, jilid VIII/220, no. Hadits 2940.
[7]. Lihat Miftah Dâr as-Sa’adah, karya Imam Ibnu al-Qayyim rahimahullah, 
Taqdim, Ta’liq dan Takhrij: Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi, Muraja’ah: Syaikh 
Bakr bin Abdillah Abu Zaid rahimahullah, Dâr Ibni al-Qayyim, Riyadh, dan Dâr 
Ibnu 'Affân – Cairo, cet. I – th 1425 H/2004 M - I/197, ketika membahas hal 
pertama dari dua hal yang menjadi penyakit generasi terdahulu dan generasi 
kemudian.
[8]. Lihat pada pembahasan penutup ayat ke 3 dari surat al-Baqarah.
***** This message may contain confidential and/or privileged information. If 
you are not the addressee or authorized to receive this for the addressee, you 
must not use, copy, disclose or take any action based on this message or any 
information herein. If you have received this communication in error, please 
notify us immediately by responding to this email and then delete it from your 
system. PT Pertamina (Persero) is neither liable for the proper and complete 
transmission of the information contained in this communication nor for any 
delay in its receipt. *****


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke