Daulah Islam bukanlah daulah teokrasi seperti yang dikenal di beberapa negara lain. Artinya adalah daulah Islam adalah daulah sipil yang mengacu pada hukum syari'at. Pemimpinya bukan merupakan "Imam yang terbebas dari kesalahan", para pejabatnya bukan "Pendeta yang suci", tetapi mereka adalah manusia biasa yang bisa salah dan bisa benar, bisa berbuar baik dan bisa berbuat buruk, bisa berbuat adil dan bisa pilih kasih, bisa taat dan bisa durhaka. Semua orang harus memberi pertolongan jika mereka berbuat baik dan adil, namun semua orang harus meluruskan jika mereka berbuat buruk, dan menolak perintah mereka jika mereka memerintahkan kedurhakaan. Jika tidak ada jaminan kesucian dan pemeliharaan dari kesalahan berarti semua manusia tetaplah manusia. Mereka tidak terjamin terhindar dari pesona duniawi, sehingga merekapun memperdaya Allah, lalu berbuat zhalim dan menjadi penguasa otoriter. Puncaknya jika mereka berbicara atas nama agama. Jika tidak ada perangkat pengontrol dan cara-cara mencegah perbuatan mereka serta meredam yang sudah mereka lakukan, tentu bahaya siap mengancam ummat. Oleh karena itu menciptakan kekuatan-kekuatan yang terorganisir, memiliki aktifitas yang jelas, mampu membantu orang berbuat baik dan meluruskan yang berbuat salah, merupakan masalah yang dianjurkan syariat dan didukungnya, karena di belakang semua itu ada upaya mendatangkan kemaslahatan dan menyingkirkan kerusakan. Kesalahan yang paling fatal adalah, jika daulah atau pihak penguasa beranggapan bahwa kebenaran hanya di tangan daulah. Siapapun yang menentang mereka dan beroposisi dianggap salah, bahkan batil dan harus ditumpas. Kita melihat bagaimana golongan Mu'tazilah ketika memiliki otonomi kekuasaan pada masa kekhalifahan Al-Ma'mun Ar-Rasyid, Al-Watsiq, kemudian Al-Mu'atshim. Mereka hendak memaksakan pendapat golongannya kepada semua orang dan sama sekali tidak memberi tempat bagi pendapat yang lain. Mereka menghadapi dan meredam pendapat golongan lain dengan cemeti dan pedang, yaitu yang tidak sejalan dengan pendapat yang mereka ciptakan sendiri, yang terkenal dalam sejarah akidah dan pemikiran, yang disebut dengan masalah, "penciptaan al-Qur'an". Tidak sedikit para pemuka Muslimin dan Imam besar yang harus mendapat siksaan mereka. Sejarah telah mengabadikan kejahatan dan kebrutalan yang dilakukan orang-orang yang menamakan dirinya sebagai golongan yang mengedepankan nalar dan kebebasan berpikir, yaitu kejahatan dalam memberantas orang-orang yang berbeda pendapat. **Dari Min Fiqhud-Daulah Fil Islam -- Yusuf al-Qardhawy To unsubscribe send a message to [EMAIL PROTECTED] with in the message body the line: unsubscribe demi-demokrasi